taxesPernahkah perusahaan Saudara baik Badan maupun Orang Pribadi menerima Surat Ketetapan Pajak (baik itu dalam bentuk SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN), atau menerima Surat Tagihan Pajak? Maka pertanyaan selanjutnya adalah dalam hal apa sehingga perusahaan menerima surat seperti itu?

Seperti kita pahami selama ini bahwa dalam pemenuhan kewajiban perpajakan khususnya dalam menghitung Pajak Penghasilan prinsip yang digunakan adalah prinsip self assessment, yaitu  Wajib Pajak diwajibkan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar sendiri dan melaporkan pajak yang terutang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang dipercayakan kepada Wajib Pajak sendiri melalui surat pemberitahuan (SPT)  yang disampaikan.

Berdasarkan pengertian ini maka Direktorat Jenderal Pajak tidak lagi berkewajiban untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas semua surat pemberitahuan WP seperti saat menggunakan sistem official assessment. Maka pertanyaannya kenapa selama ini beberapa Wajib Pajak masih diterbitkan Surat Ketetapan Pajak dan atau Surat Tagihan Pajak, bila hal itu dapat terjadi?

Maka apa yang menjadi dasar penulisan dipenghujung bulan November 2015 ini adalah terkait timbulnya Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP), dengan judul tulisan kali ini adalah ”Bila Wajib Pajak Diterbitkan SKP dan STP.” Adapun landasan hukum yang digunakan adalah Peraturan Menteri Keuangan nomor 183/PMK.03/2015 tanggal 30 September 2015 tentang perubahan Peraturan Menteri Keuangan nomor 145/PMK.03/2012 tanggal 10 September 2012 tentang tata cara penerbitan surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak. Semoga tulisan ini dapat menjadi informasi yang bermanfaat. 🙂

Pengertian Penetapan

Sebagaimana yang berlangsung selama ini, kewajiban membayar pajak yang terutang dilakukan oleh Wajib Pajak tanpa menggantungkan pada adanya Suratn Ketetapan Pajak. Pajak yang dihitung, diperhitungkan dan dibayar sendiri tersebut kemudian dilaporkan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa dan atau Tahunan (SPT Masa/Tahunan). Apabila SPT telah disampaikan maka kewajiban perpajakan yang dilaporkan dalam SPT tersebut telah dianggap benar.

Pengertian Ketetapan

Dalam sistem self assessment, beban pembuktian untuk menyatakan bahwa pajak yang terutang dalam SPT adalah tidak benar berada pada fiskus (Dirjen Pajak). Proses pembuktian atau bukti yang diperoleh dapat berasal dari pemeriksaan atau adanya keterangan lain. Apabila berdasarkan bukti tersebut ternyata  jumlah pajak yang terutang menurut WP sebagaimana dilaporkan dalam SPT tidak benar, maka Dirjen Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang dengan menerbitkan SKP. Adapun jenis Surat Ketetapan Pajak dapat berupa :

  1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
  2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
  3. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
  4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

Surat ketetapan pajak harus diterbitkan berdasarkan nota penghitungan yang dibuat berdasarkan laporan hasil penelitian, laporan hasil Pemeriksaan, laporan hasil Pemeriksaan Ulang, atau laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan.

Penerbitan SKPKB dan SKPKBT

Disebutkan bahwa  dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKB dan SKPKBT.

Disebutkan juga bahwa Direktur Jenderal Pajak tetap dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun telah lewat, dalam hal Direktur Jenderal Pajak menerima Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar diterbitkan dalam hal terdapat pajak yang tidak atau kurang dibayar berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap :

  1. Surat Pemberitahuan;
  2. kewajiban perpajakan Wajib Pajak karena Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang KUP dan setelah ditegur secara tertulis Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
  3. putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara; atau
  4. keterangan lain yang berupa data konkret sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang KUP diantaranya berupa:
    1. hasil klarifikasi/konfirmasi Faktur Pajak;
    2. bukti pemotongan Pajak Penghasilan;
    3. atau bukti transaksi atau data perpajakan yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
  5. Hasil Pemeriksaan Bukti Permulaan terhadap Wajib Pajak yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang-Undang KUP.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) diterbitkan berdasarkan hasil:

  1. Pemeriksaan dalam hal surat ketetapan pajak sebelumnya diterbitkan tidak berdasarkan hasil Pemeriksaan; atau
  2. Pemeriksaan Ulang dalam hal surat ketetapan pajak sebelumnya diterbitkan berdasarkan hasil Pemeriksaan,

Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dalam hal berdasarkan :

  1. hasil penelitian kebenaran pembayaran pajak terhadap permohonan pengembalian kelebihan pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; atau
  2. hasil Pemeriksaan terhadap:
    1. Surat Pemberitahuan terdapat jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang KUP; atau
    2. permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP terdapat jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.
  3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar masih dapat diterbitkan apabila terdapat data baru, termasuk data yang semula belum terungkap, apabila ternyata pajak yang lebih dibayar jumlahnya lebih besar daripada kelebihan pembayaran pajak yang telah ditetapkan.

Pengertian Surat Tagihan Pajak

Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau  sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Dengan demikian fungsi STP adalah untuk melakukan :

  1. Tagihan Pajak; dan/atau
  2. Tagihan sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak dalam hal :

  1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
  2. berdasarkan hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
  3. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
  4. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tidak membuat Faktur Pajak atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu;
  5. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak mengisi Faktur Pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang PPN, selain :
    1. identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b Undang-Undang PPN; atau
    2. identitas pembeli serta nama dan tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang PPN, dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;
  6. Pengusaha Kena Pajak melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak; atau Pengusaha Kena Pajak yang mengalami gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang PPN.

Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak setelah :

  1. meneliti data administrasi perpajakan;
  2. melakukan Pemeriksaan;
  3. melakukan Pemeriksaan Ulang; atau
  4. melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian sebagaimana dijelaskan di atas, diketahui bahwa penerbitan Surat Ketetapan Pajak hanya terbatas kepada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak dengan kata lain Wajib Pajak tidak patuh dalam memenuhi kewajiban yang telah ditentukan oleh peraturan perpajakan yang berlaku.

Penerbitan Surat ketetapan Pajak umumnya dilakukan melalui pemeriksaan terlebih dahulu, sedangkan penerbitan Surat Tagihan Pajak pada umumnya dapat melalui penelitian saja.

Dalam kerangka sistem pemungutan pajak yang menganut self assessment system, pengertian penetapan merujuk pada aktivitas di bidang perpajakan di mana Wajib Pajak menghitung, memperhitungkan, membayar dan melapor sendiri kewajiban perpajakannya. Dengan demikian penetapan adalah aktivitas Wajib Pajak dalam fase self assessment. Sedangkan ketetapan merupakan kewenangan yang dimiliki fiskus dalam “menghitung kembali” pajak yang sudah disampaikan Wajib Pajak tentu apabila terdapat cukup bukti bahwa Wajib Pajak tidak melakukan dengan benar.