Man holding arms up in praise against golden sunset3. Gagal melihat realitas kehidupan dalam terang Firman Tuhan

Sekarang kita melihat dua peristiwa dalam Alkitab. Peristiwa yang pertama, kita lihat terjadi pada diri Raja Ahas. Ahas adalah raja Yehuda. Waktu itu kerajaan Aram dan Israel sudah berkemah mengepung kerajaan Yehuda. Mereka siap menyerang dan menaklukan Yehuda. Dalam Yesaya 7 kita melihat bahwa hati Ahas menjadi khawatir dan gentar sekali. Aram dan Israel siap menyerang diperbatasan. Beberapa waktu sebelumnya mereka juga pernah menyerang dan memporak-porandakan kota-kota Yehuda. Ahas tentu masih ingat pengalaman itu. Waktu Ahas melihat situasi ini, mau tidak mau ia menjadi khawatir. Lalu datanglah Firman Tuhan kepada Ahas supaya ia tidak gentar, melainkan tetap percaya. Ahas harus memelihara hatinya dan tetap percaya kepada Allah. Dalam situasi seperti ini, mana yang lebih riil? Firman Tuhan? atau situasi yang dihadapi Ahas?

Bukankah hal yang sama juga pernah terjadi pada diri kita? Waktu kita mendengar Firman Tuhan, kita selalu mengatakan bahwa Fiman Tuhan adalah benar seluruhnya. Tetapi waktu kita melihat situasi sekitar, maka keadaan itu menjadi lebih nyata, lebih riil dari Firman Tuhan. Demikian juga dalam sepanjang sejarah umat Allah, kontradiksi ini terus terjadi. Firman Tuhan dan realitas kehidupan sering kali kita rasakan terpisah. Dalam kasus Ahas, kita melihat bahwa waktu Firman Tuhan melalui Yesaya berusaha menenangkan hati Ahas, menasihatinya untuk bersandar kepada Tuhan, dan menyatakan bahwa Tuhan pasti memelihara dan Tuhan mau meneguhkan hatinya dengan berkata, “Mintalah tanda,” Ahas justru menjawab dengan sebuah kalimat yang kelihatannya rohani sekali. Ia mengatakan bahwa ia tak mau mencobai Tuhan.

Kalau Tuhan tidak memerintahkan kita, tetapi kita minta tanda, itu baru mencobai Tuhan. Kalau Tuhan suruh kita meminta tanda, tetapi kita tidak mau meminta tanda, maka itu juga mencobai Tuhan!

Apa yang sebenarnya terjadi? Ahas merasa bahwa keadaan politik di negaranya, situasi peperangan di depan matanya itu adalah sesuatu yang riil. Sebenarnya dalam situasi itu hatinya sudah berpaling kepada Asyur. Dengan dibantu oleh Asyur, ia berharap Aram dapat dihancurkan. Bukankah ini strategi politik yang bijaksana? Bukankah kerajaan yang telah terkepung itu sesuatu yang sangat riil? Tetapi kenyataannya dalam Alkitab kita melihat bahwa setelah beberapa saat Asyur membantu Yehuda mengalahkan Aram, Akhirnya justru Asyur sendiri yang berbalik menyerang dan mengalahkan Yehuda. Yehuda menjadi porak-poranda. Mana yang lebih riil?

Ketika kita mendengar Firman Tuhan dan berusaha mengerti Firman Tuhan, kita harus sadar bahwa Ia bukan sekedar Tuhan yang memberikan Firman, tetapi Ia memberikan Firman-Nya untuk diterapkan dalam dunia yang Ia ciptakan! Kalau ada konflik antara sesuatu yang kita anggap riil dan Firman Tuhan, maka konflik itu bukan terjadi dalam diri Allah, tetapi konflik itu terjadi dalam diri kita yang tidak sungguh-sungguh melaksanakan kehendak Allah.

Dalam ayat 9 kita membaca bahwa Ahas harus menjaga hatinya. Artinya Tuhan melihat hati Ahas sudah mulai membelok dan menyimpang. Kalau Ahas tidak menjaga hatinya baik-baik, maka ia akan tersesat. Kadang-kadang secara lahiriah kita terlihat begitu bagus, tetapi di dalam, hati kita sudah mulai menyimpang. Itu bahaya. Kadang-kadang kita tahu Firman Tuhan, tetapi ketika masuk dalam kehidupan sehari-hari, kita merasa bahwa keadaan sehari-hari itulah yang lebih riil.

Pada umumnya ketika menghadapi pergumulan, kita segera mencari jawaban dari pergumulan itu. Kita tidak berani mengevaluasi perlukah pergumulan itu! Kalau Ahas merasa bimbang dan bergumul, apakah ia akan taat Firman atau menaati realitas yang ia lihat? Apakah pergumulan itu sehat? Tidak! Tetapi bagi Ahas itu merupakan sesuatu yang riil, dan ia harus segera mencari jawaban. Celakanya kita tidak berani mengevaluasi apakah pergumulan itu sehat atau tidak, pergumulan itu perlu atau tidak. Atau, meskipun jawabannya sudah diberikan, tetapi karena pergumulannya tidak perlu, maka tidak ada gunanya. Jawaban itu sudah diberikan, tetapi karena pergumulan itu tidak sehat, maka justru akan mengakibatkan kemandekan rohani.

Jika konflik seperti itu terjadi di dalam hidup kita, maka pergumulan itu sendiri harus digumulkan! Pergumulan itu yang harus dicari jawabannya, sebab Tuhan yang memberikan Firman adalah Tuhan yang bekerja dalam sejarah. Tuhan yang berfirman adalah Tuhan yang menguasai sejarah, sehingga tidak ada konflik dengan realitas yang kita hadapi setiap hari.

Beberapa kali ketika saya melayani dalam konseling, banyak orang mengatakan, “Saya tahu tidak boleh begini, tidak boleh begitu.” Beberapa mahasiswa kedokteran mau menghadapi ujian dan bingung, lalu bertanya kepada saya, kalau Firman Tuhan mengatakan tidak boleh menyogok dan sebagainya, tetapi kalau ke Amerika begini, kalau ke Yogya begini, ke tempat ini begini, mau tidak mau harus menyogok, lalu bagaimana? Saya tanyakan beberapa pertanyaan yaitu, tahukah mereka prinsip Firman Tuhan? Mereka menjawab tahu. Waktu saya tanyakan apakah mereka sungguh percaya bahwa Tuhan adalah juga yang menguasai situasi dan kondisi, mereka tersentak.

Bukankah sering kita tahu bahwa Tuhan adalah Tuhan yang benar, Tuhan yang memberikan Firman? Tetapi kita sanggup menguasai sejarah dan segala situasi dalam kehidupan kita sehingga kita dimampukan untuk melakukan segala sesuatu menurut kehendak-Nya. Konflik seperti ini terjadi dalam hidup Ahas. Bagaimana dengan hidup kita hari ini?

Konflik kedua kita baca dalam peristiwa Bileam. Dalam Bilangan 22-24 kita membaca kasus dari Bileam. Menarik sekali di sini bahwa Bileam adalah seorang nabi dari Mesopotamia, bukan dari Yehuda. Kasus ini mirip seperti Yitro Mertua dari Musa, yang adalah seorang imam dari Midian. Bilaem bukan orang Yahudi, tetapi ia semacam tukang tenung. Suatu kali ketika Moab mendengar bahwa bangsa Israel akan melewati wilayah mereka, mereka menjadi gentar. Lalu mereka mulai memikirkan strategi perang menghadapi Israel demi memenangkan penyerangan itu.

Ada dua hal yang mungkin dilakukan. Yang pertama adalah mengangkat senjata dan mengalahkan Israel. Tetapi strategi ini tidak mungkin. Israel sangat besar dan hebat, tidak mungkin bisa menang dengan strategi militer. Ada strategi kedua, yaitu dengan cara tenung. Pada zaman itu orang menganggap kalau satu bangsa dewanya sudah ditenung dan dikalahkan, maka seluruh bangsa itu akan kalah. Moab memilih cara kedua dan raja Moab memanggil Bileam. Bileam diberi uang yang banyak sekali supaya mau mengutuki Israel. Setelah Israel dikutuk, maka Moab berharap akan bisa menguasai Israel. Bagaimana peristiwa ini terjadi?

Pada waktu Bileam bertanya kepada Tuhan tentang bolehkah ia pergi mengutuk Israel, maka Tuhan menjawab : Tidak boleh! Siapa yang sudah diberkati Tuhan tidak mungkin dikutuk, tidak mungkin ditenung lagi. SIapa yang sudah menjadi umat Tuhan tidak bisa dikuasai oleh kejahatan dan dosa! Siapa yang sudah menjadi milik Tuhan tidak mungkin dikuasai oleh Iblis! Jelas sekali prinsipnya. Bileam tahu inilah kehendak TUHAN. Tetapi ketika melihat-lihat situasi, rupanya Balak selalu penasarandan terus menambah uang hadiah. Bileam sesungguhnya tahu bahwa Tuhan melarang dia, tetapi ia minta agar utuasan raja Moab menunggu semalam. Ia bertanya lagi kepada Tuhan, tetapi jawaban Tuhan tetap sama.

Bileam menyuruh utusan raja Moab itu pulang, sebab tidak mungkin ia mengutuki Israel. Mereka pulang, lalu melapor kepada Balak, Balak mengirimkan emas lebih banyak lagi. Melihat emas itu. Bileam bertanya lagi kepada Tuhan. Padahal ia sudah tahu apa jawaban Tuhan. Bukankah hidup kita juga sering demikian?

Kalau kita perhatikan selanjutnya, maka Tuhan menjawab dalam ayat 20. Dalam ayat 20 ini kita melihat satu hal yang maksudnya adalah : Jikalau orang-orang itu datang lagi untuk memanggil engkau, maka engkau boleh pergi. Jadi tense yang dipakai disini bukan past tense tetapi if clause. Maksud Tuhan adalah, karena Bileam terus menerus bertanya tentang apa yang telah diperintahkan Tuhan kepadanya, dan karena Bileam memperhatikan situasi, maka ia harus menunggu. Kalau orang-orang suruhan Balak minta lagi agar Bileam berangkat, barulah Bileam boleh berangkat.

Tetapi dalam ayat 21 kita baca Bileam lebih nekat. Bileam bangun pagi-pagi lalu berangkat sendiri. Karena itu dalam ayat 22 kita baca bahwa Tuhan murka kepada Bileam. Bileam sudah diberikan kesempatan, tetapi karena terus memperhatikan situasi, maka dalam perjalanan itu Tuhan marah. Karena itu dalam perjalanan keledai Bileam berkata-kata menghina Bileam. Bukankah ini sering kali terjadi dalam hidup kita? Seluruh hidup Bileam diakhiri dengan kisah yang tragis, ia mati!

Dalam Surat Petrus dan Yudas dikatakan bahwa peristiwa Bileam dipakai sebagai contoh kemurtadan. Orang-orang yang kelihatannya rohani, tetapi kenyataannya adalah budak keserakahan untuk mencari uang demi kepentingan sendiri.

Karena itu di sini kita melihat bahwa waktu kita mengenal Firman Tuhan, bukannya kita tidak boleh mengenal keadaan di mana Tuhan menempatkan kita. Tetapi, jangan sampai situasi mengatur hidup kita dan kita mempertanyakan kehendak Tuhan! Kita bukannya taat kehendak Tuhan dan mempertanyakan situasi, tetapi justru mempertanyakan kehendak Tuhan dan berkata: apa ini cocok, sepertinya kurang riil? Seharusnya pada saat kita sudah mengenal kehendak Tuhan, kita justru harus berani mempertanyakan apakah setiap situasi benar-benar sesuai dengan kehendak Tuhan atau tidak. Bukannya lebih menuruti nafsu dan kelemahan kita sendiri.

Orang yang sungguh-sungguh menaati kehendak Tuhan, juga harus mampu melihat situasi berdasarkan Firman Tuhan. Kalau ia sungguh-sungguh melaksanakan kehendak Tuhan, ia juga harus mampu mengevaluasi segala sesuatu yang Ia lihat berdasarkan Firman Tuhan. Tanpa itu, dia akan merasa seakan-akan hidup dalam dua dunia yangsaling berkontradiksi. Mengapa ini begini dan begitu dan tidak dapat dipadukan. Kesulitannya bukan pada Firman Tuhan, tetapi pada dirinya.

Baik Bileam maupun Ahas mengalami hal yang sama. Ahas melihat situasi sekeliling yang begitu berat dan menganggap lebih riil, lalu ia tidak peduli pada Firman Tuhan. Bileam lain lagi. Situasi sekitar membuat dia mempertanyakan kehendak Tuhan. Masakan kehendak Tuhan tidak dapat ditawar? Akhirnya Tuhan membiarkan Bileam pergi, tetapi ia dipermalukan dalam hidupnya, sebab ia tidak sungguh-sungguh menaati Firman Tuhan. Padahal kalau kita membaca seluruh Kitab Bilangan, sesungguhnya apa yang diucapkan Bileam adalah perkataan dari Tuhan, tidak bisa tidak.

Itu sebabnya ketika kita melihat segala situasi dari kacamata Firman Tuhan, maka kita bertanya, mana yang lebih riil? Pada waktu kita mendengar Firman Tuhan, kita merasa bahwa Firman Tuhan benar. Tetapi kalau kita melihat keadaan sekeliling, rasanya keadaan di sekitar kita lebih riil. Maka sekarang kita bertanya mana yang lebih riil, kenyataan itu sendiri atau Firman Tuhan?

4. Gagal untuk menang atas dunia yang berdosa

Dari seluruh prinsip Alkitab kita melihat bahwa dunia ini diciptakan oleh Tuhan. Karena itu perkataan Tuhan dan tindakan Tuhan tidak boleh kita pisahkan! Apa yang Tuhan firmankan dan apa yang Ia kerjakan tidak boleh dipisahkan. Kita tidak bisa hanya meminta Tuhan memberikan firman, namun tidak mau percaya pada pekerjaan Tuhan. Saya tidak bisa meminta Tuhan menyatakan pekerjaan yang ajaib tanpa peduli pada Firman-Nya. Sebab di sini kita melihat bahwa dari penciptaan sampai penggenapan segala sesuatu dalam Sorga, firman dan tindakan Allah tidak bisa dipisahkan. Kalau kita sungguh percaya Firman Tuhan dan kita melihat realitas, maka justru realitas itu harus dipertanyakan.

Kalau ralitas itu benar-benar realitas, maka tidak ada konflik. Kalau sampai timbul konflik, maka kesalahannya pasti terletak pada diri kita. Kita harus mencari di mana kesulitan kita. Kesulitannya adalah : kita ditempatkan Tuhan ditengah dunia yang sudah berdosa. Galatia 4 mengatakan bahwa dunia sudah dikuasai oleh cara berfikir yang bukan dari Tuhan. Dunia ini sudah didasari keinginan hati manusia yang mau berpisah dari Allah.

Waktu kita berinteraksi dengan dunia ini, maka lama kelamaan kita mendapatkan satu pelajaran dari dunia sekitar kita. Dari pengalaman interaksi ini, kita mendapatkan prinsip-prinsip dunia. Lalu kita berhadapan dengan Firman Tuhan yang mengajarkan prinsip kebenaran yang harus kita terapkan. Kalau prinsip dunia yang kita anut, maka kita mengatakan bahwa Firman Tuhan tidak dapat diterapkan karena tidak sesuai dengan realitas sehari-hari. Pengalaman kita yang telah membentuk konsep menyebabkan kita mempertanyakan Firman Tuhan.

Semuanya itu bukan karena Firman Tuhan tidak sesuai dengan fakta, tetapi karena  kita telah menafsirkan Firman Tuhan berdasarkan norma-norma dunia. Kalau kita mau berfikir lebih dalam, misalnya, dapatkah bisnis diterapkan dengan teori kebohongan? Tidak bisa! Kalau kita melihat teori ekonomi, tidak satupun yang mengatakan bahwa bisnis dapat maju karena teori kebohongan. Tetapi dalam praktik, kita lihat itu “perlu.” Kalau tidak, tidak bisa maju. Konflik ini terjadi dalam diri manusia. Kita mau menafsirkan segala sesuatu menurut prinsip dunia.

Mungkinkah kita menaati Firman Tuhan dengan setia, ataukah hidup kita menjadi terpisah dan kita tidak menyadari bahwa Dia adalah Tuhan yang menguasai alam semesta? Waktu kita berinteraksi dengan dunia, itu justru menyebabkan kita mempertanyakan prinsip Firman Tuhan. Waktu Tuhan mau memproses kita dalam situasi sehari-hari, bagaimanakah pengenalan kita akan Firman Tuhan? Sungguh kita percaya bahwa Ia adalah Tuhan atas alam semesta.

Waktu Daud menjadi gembala domba maupun waktu menjadi raja, ia tetap dekat dengan Tuhan. Daud bisa mempunyai kacamata yang benar dalam melihat segala situasi, sehingga situasi ini bisa membawa dia untuk dekat dengan Tuhan. Bagaimana Daud bisa sadar bahwa Tuhan adalah gembala yang baik? Biarlah kita selalu sadar agar Firman Tuhan membuat kita  berani mempertanyakan siatuasi yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan.

Waktu saya di Bandung, saya pernah diminta oleh seorang anak untuk mengunjungi orangtuanya yang mempunyai persoalan. Menurut anak itu, orangtuanya selalu bertengkar setiap hari terutama setiap sang ayah pulang dari pekerjaan. Setiap hari ayahnya selalu memukul ibunya. Tetapi ketika saya datang ke rumah itu dan bertanya kepada si ibu, ibu itu tidak mengatakan bahwa ia mempunyain persoalan. Ternyata setelah sang ayah itu memukul sang ibu dan sang ibu menangis, maka sang ayah segera membelai-belai sang ibu, sehingga akibatnya sang ibu tidak menganggap ini sebagai persoalan.

Di Solo saya pernah melayani satu keluarga yang retak karena suaminya digosipkan bermain cinta dengan wanita lain. Waktu istrinya mendengar informasi ini, langsung tidak bisa makan dan tidak bisa tidur. Saya bertanya kepada suaminya apakah benar bahwa ia menyeleweng dengan sekretarisnya? Suami itu menjawab sama sekali tidak. Tetapi mengapa ada gosip yang timbul seperti itu? Ternyata dalam keluarga itu, sang istri tidak pernah sempat mengurus dirinya sendiri karena terlalu sibuk dengan tugas sehari-hari. Di kantor, suaminya melihat sekretarisnya yang rapi dan menyenangkan, tanpa sadar ada transfer perasaan.

Beranikah kita mempertanyakan situasi sekitar kita dan bukannya mempertanyakan Firman Tuhan?

Sumber : Buku Stephen Tong, Judul Mengetahui Kehendak Allah. Penerbit Momentum. (Halaman 201 s.d 208).

Artikel Terkait