God and ManArtikel Sebelumnya

II. Penyimpangan Posiusi Vertikal Manusia.

Alkitab menyatakan: Posisi manusia adalah di bawah Allah dan di atas alam. Apa jadinya ketika kita mengatakan, saya mau Allah di bawah saya dan alam di atas saya? Kita tidak mungkin dapat merubah Allah menjadi alam, karena Allah adalah Allah dan alam adalah alam. Allah bukan alam, dan alam bukan Allah. Satu-satunya kemungkinan adalah kita sendiri yang membalikkan diri kita agar bisa sesuai dengan yang kita inginkan. Maka, pada saat kita mengatakan Allah di bawah saya, kita menjadi seorang Ateis.

Profesor Edwin Orr tidak menyebut orang-orang Ateis sebagai orang-orang yang tidak mengenal Allah, tetapi sebagai mereka yang percaya Allah secara terbalik. Inilah kebudayaan manusia! Pada waktu manusia membalikkan diri, ia mengira bahwa ia sudah mengatur kembali alam semesta. Itu penipuan diri! Pada saat seseorang mempermainkan orang lain, ia tidak sadar bahwa pada saat itu ia sedang mempermainkan dirinya sendiri.

Pada saat dua orang sedang tidur bersama, pada mulanya keduanya tidur searah. Ketika salah seorang terbangun dan melihat bahwa kaki rekannya ada di dekat kepalanya, ia menjadi marah. Tetapi rekannya juga marah dengan alasan yang sama. Itu sebabnya, jangan marah karena gejala yang terlihat. Coba selidiki, siapa yang menjadi penyebab sehingga keadaan itu terjadi. Kalau Saudara yang berputar sendiri, lalu Saudara marah dan mencela Allah, bukannya Allah akan menjawab Saudara, tetapi malah Saudara akan dihakimi lebih lanjut. Inilah problema manusia di seluruh dunia. Setelah manusia memutar-balikkan diri, mempermainkan diri, lalu mencela Allah. Ini merupakan sikap yang kurang ajar di hadapan Allah.

Ketika saya berusia 18 tahun, saya melihat satu laporan, yang perangkonya dicetak di Paris, dan bergambar seorang ibu yang menggendong anak sambil menangis mengangkat tangan ke atas dan mempertanyakan mengapa Allah memberikan peperangan kepada manusia. Di Perancis, semenjak Albert Camoe dan Jean Paul Sartre serta beberapa orang pemikir Ateis yang luar biasa dalam melawan Kekristenan, telah menjadi satu arus yang begitu deras dan keras yang mengancam Kekristenan dan Kitab Suci. Pada saat seperti itu, timbullah orang-orang yang memakai kesempatan profesinya untuk mempropagandakan filsafatnya untuk melawan Tuhan dengan membuat satu perangko seperti itu.

Pada saat itu saya bertanya dalam hati saya: “Siapakah yang berperang? Yang berperang adalah manusia. Siapakah yang dicela? Yang dicela adalah Allah.”  Bukankah ini sikap yang kurang ajar? Kita sudah merubah posisi kita sendiri, dan itu menjadi sumber kecelakaan yang harus kita tanggung. Kalau kita tidak bisa mengoreksi diri dan tidak menemukan akar-akar yang menjadikan kita rusak, lalu kita hanya mencela orang lain, maka problema itu tidak pernah akan selesai.

Kembalilah kepada Alkitab. Manusia dicipta sedikit lebih rendah dari malaikat, dan hampir sama seperti Allah. Ini suatu kalimat yang besar. Malaikat adalah makhluk yang berkuasa, mulia, kekal, berbijak, dan berada dalam dunia rohani. Manusia dicipta sedikit lebih rendah dari malaikat. Ini berarti manusia yang diikat dan dibelenggu oleh tubuh materi, juga mempunyai kemuliaan, kehormatan dan unsur roh, yaitu manusia hampir sama seperrti Allah. Manusia begitu hormat, begitu mulia dan begitu agung. Dari sini kita melihat satu hal, yaitu “manusia” harus menjadi reflektor dari kemuliaan Allah.

Kita harus memancarkan kehormatan, kemuliaan Allah dan harus mewakili Allah untuk menguasai dunia. Segala fasilitas, uang, benda, rumah, dan sebagainya, semuanya berada di dalam golongan alam. Semua itu ada di bawah manusia, tetapi manusia berada di bawah Allah. Saya harus menguasai alam, bukannya alam menguasai saya; dan Allah harus menguasai saya, bukan saya yang menguasai Allah. Jika hal ini tidak beres, maka ia  sedang “gila rohani”. Jika konsep ini beres, maka kita betul-betul bisa berdiri tegak di tengah alam semesta ini.

Adakah semacam orang yang kelihatan berdoa sedemikian giat, seperti orang Krsiten yang berapi-api, tetapi sebenarnya sedang berada dalam posisi yang salah? Jawabnya: Ada!  Orang sedemikian sepertinya sangat giat dan sangat dekat dengan Tuhan, tetapi sebenarnya ia sedang meminta Tuhan memberikan segala sesuatu kepadanya menurut kehendaknya. Ia seolah berkata, “Kiranya Engkau menaklukkan kehendak-Mu untuk melayani kehendakku. Aku mau alam, dan aku mau agar dengan kuasa-Mu, Engkau menjadi pembantuku untuk melayani aku!”

Pada saat orang  semacam itu datang kepada Allah dengan doa yang giat sekali, ia bukannya hendak menjadikan Allah sebagai Allahnya, tetapi mau menjadikan Allah sebagai pembantunya. Allah dituntut untuk membantu dia supaya kaya, maka sebenarnya tujuannya bukanlah Allah, tetapi alam. Lalu ia memperalat Allah untuk mencapai tujuan yang lebih rendah daripada Allah dan diri, yaitu alam.

Di sini kita melihat gejala di luar yaitu kehidupan agamanya sedemikian berkobar-kobar, tetapi dengan motivasi yang melawan kehendak Allah. Saya sangat takut Kekristenan akan seperti ini. Saya takut jika manusia datang kepada Allah hanya mau memperalat Allah untuk mendapatkan alam, karena di dalam diri manusia, semua relasi dan posisi sudah tidak beres, sehingga kehidupan Kekristenannya kelihatan sedemikian muluk-muluk dan berkobar-kobar, tetapi seluruhnya melawan prinsip Allah.

Sewaktu seseorang mengatakan, ”Kalau Allah Maha Kuasa, jadikan aku kaya, atau sembuhkanlah penyakitku, baru aku mau percaya,”  maka di belakang pengakuan kemaha-kuasaan Allah itu, ada satu keinginan untuk lebih berkuasa daripada Allah yaitu Allah yang Mahakuasa berada di bawah kuasanya. Ini bukan doa. Sepertinya doa yang giat, tetapi seluruhnya adalah kegiatan agama yang melawan agama.

Jika tujuan kita adalah alam, dan alat kita adalah Allah, tidak mungkin kita mengerti kehendak Allah.  Kita merupakan orang-orang yang bergejala agama tetapi melawan agama yang sejati. Tetapi jika kita mengetahui kehendak Dia dan posisi-Nya yang lebih tinggi daripada kita, lalu jika Ia memberikan kekayaan kepada kita, kita bersyukur, dan jika Ia tidak memberikan kekayaan kepada kita, kita pun harus puas. Tetapi, jika Ia memberikan kekayaan kepada kita, maka kita harus mempergunakan kekayaan itu untuk mempermuliakan Dia.

Tidak salah untuk berkeinginan menjadi kaya, tetapi pertanyaan yang terpenting adalah: kaya untuk apa? Jika kita mau kaya untuk kepentingan diri sendiri, untuk bisa berbuat dosa, maka uang itu akan merubah posisi kita menjadi hamba di tangan setan. Tetapi jika kita mendapatkan uang lebih banyak, kita dapat menolong lebih banyak orang, bisa berbuat lebih baik untuk kemuliaan Tuhan, maka tidak salah untuk menjadi kaya.

Ada orang Kristen yang alergi terhadap kekuasaan, kedudukan, kekayaan, dll., hal ini tidak benar. Jika Saudara bisa menjadi gubernur, konglomerat, atau kaum intelektual, silahkan. Tetapi ingatlah bahwa alam ini di bawah Saudara, dan Allah di atas Saudara. Kita dicipta dengan posisi sedemikian agar seumur hidup kita, kita bisa memperalat alam untuk mempermuliakan Allah.

III. Tugas Manusia berkenaan dengan Posisi Vertikalnya.

Jika setiap orang Kristen jelas akan posisi ini, dan setiap orang Kristen jelas akan identitasnya yang telah ditetapkan sedemikian, maka banyak kekacauan yang bisa kita hindarkan dan sebenarnya tidak perlu terjadi, oleh karena kita tahu di mana kita berada. Manusia di dalam posisinya ini diberikan tiga tugas yang disempurnakan dan lengkap di dalam diri Tuhan Yesus, yaitu sebagai nabi, imam, dan raja.

a. Manusia sebagai nabi.

Manusia disebut sebagai “nabi” berarti manusia berdiri di hadapan Allah yang Mahatahu dan alam yang sama sekali tidak mempunyai inisiatif dan kemungkinan mengetahui, tetapi yang mengandung segala sesuatu yang bisa dan perlu kita ketahui. Di sini kita menjadi mediatornya Allah yang Mahatahu memberikan segala pengetahuan yang terpendam di dalam alam semesta, supaya manusia boleh tahu. Tugas manusia di dalam posisinya di tengah-tengah ini adalah sebagai nabi.

Sifat kenabian inilah yang memungkinkan terciptanya segala macam ilmu pengetahuan. Kata “science” (ilmu pengetahuan) sebenarnya berasal dari bahasa Latin “scio” yang artinya : saya tahu. Maka, penyelidikan ilmu pengetahuan tidak seharusnya menjadikan orang melawan Tuhan. Orang yang mengetahui segala sesuatu harus semakin bersyukur kepada Tuhan, karena Allah telah menciptakan segala sesuatu,  sehingga kita boleh mengetahui apa yang telah diciptakan oleh Allah.

Saya tidak habis pikir dan tidak mengerti, apakah yang menyebabkan orang yang sudah mengetahui di dalam penyelidikan ilmu, kemudian bisa berontak kepada Allah. Itu sikap yang tidak benar. Seharusnya, semakin kita mengetahui rencana dan rancangan Allah di dalam ciptaan-Nya, kita harus semakin mengucap syukur kepada Tuihan. Pada saat kita tahu dan tahu, kita menjadi orang yang berstatus nabi.

Tugas manusia sebagai nabi telah menjadikan manusia lebih tinggi dari semua binatang, karena binatang tidak mempunyai kemungkinan tahu tentang hal-hal yang lain kecuali diri mereka dan segala fungsi yang berada di dalam instink mereka. Hanya manusia yang mempunyai kemampuan menganalisa segala sesuatu. Manusia lebih tinggi dari alam dan lebih tinggi dari segala binatang. Tuhan mengatakan bahwa Ia menciptakan manusia menurut peta dan teladan-Nya, lalu mereka menguasai alam.

Sampai hari ini, hanya ada manusia yang menangkap binatang dan meletakkan di kebun binatang, tetapi belum pernah ada binatang yang menangkap manusia dan meletakkan di kebun manusia. Sampai hari ini, manusia sudah mencoba menyelidiki alam dan tahu bahwa jarak dari bumi ke bulan adalah sejauh 150 juta km, tetapi matahari belum pernah tahu berapa jarak antara dia dengan bumi. Manusia bisa tahu, bukan saja hal-hal yang konkrit tetapi juga hal-hal yang abstrak.

Sekitar tahun 1859, sepuluih tahun setelah Manifesto Komunis dideklarasikan oleh Karl Marx, seorang Belanda dan seorang Perancis menemukan bahwa cahaya itu mempunyai kecepatan. Sangat mudah untuk menghitung laju kecepatan sebuah sepeda, tetapi saya rasa sangat teliti untuk membayangkan bahwa cahaya mempunyai kecepatan. Kecepatan cahaya adalah 300.000 km per detik atau 186.000 mil per detik. Dan abad ke-20 mengkonfirmasikan bahwa perhitungan itu betul-betul tepat.

Manusia adalah nabi, bukan sekedar makhluk biasa. Tetapi sayangnya, banyak manusia yang tidak memakai sifatnya ini secara maksimal.

b. Manusia sebagai imam.

Kalau dalam kenabian kita lebih mudah mengerti karena Adam diperintahkan oleh Tuhan untuk memberikan nama kepada semua binatang, sehingga di sini manusia berperan sebagai inter-pretator (Penafsir) terhadap alam. Sedangkan manusia sebagai imam berarti manusia menjadi mediator antara alam yang kelihatan dengan alam yang tidak kelihatan. Manusia mewakili kedua pihak ini, sehingga kita mempunyai kedudukan di tengah-tengah Allah dan alam, dan kita akan membawa alam demi kemuliaan Allah.

Dari sejak permulaan manusia sudah mengerti hal ini. Maka hasil dari alam dipersembahkan kepada Tuhan. Dan dengan kuasa Tuhan mengelola bumi. Posisi sebagai penengah ini adalah sifat seorang imam. Manusia berdoa supaya turun hujan, dan manusia mengucap syukur setelah mendapatkan hasil. Ini adalah kedudukan sebagai imam.

c. Manusia sebagai raja.

Manusia juga mempunyai kedudukan di antara alam dan Allah, yaitu sebagai raja yang menguasai. Tuhan tidak mau kita dikuasai dan diikat oleh segala sesuatu karena semua itu lebih rendah daripada kita. Ketika manusia bersifat raja, maka manusia dituntut untuk mengelola secara benar. Manajemen adalah kehendak Allah. Allah menciptakan manusia dan menaruhnya di taman Eden untuk mengusahakan atau mengelola dan memelihara (Kejadian 2:15). Inilah manajemen yang pertama kali.

Allah tidak mau kita kacau-balau, tetapi kita harus mengatur denganbaik.

Di sini diperlukan sifat raja. Raja berarti memerintah dan ia berkuasa untuk mengatur seluruh negara. Tetapi semua sifat ini, ketika tercemar oleh dosa, justru menimbulkan berbagai problema di dalam masyarakat. Anak kecil, yang baru bisa berbicara sudah tidak mau diatur dan sudah mau mengatur dan menguasai orang lain, karena ia sedang memakai sifat nabi, imam, dan raja yang ada padanya. Itulah sebabnya kita harus membawa semua kembali kepada kontrol Allah, karena saya ada di bawah Allah dan alam di bawah saya. Bagaimana menjadikan semuanya menjadi harmonis, itu merupakan hal yang penting sekali.

——-

Jika seseorang sadar bahwa ia mempunyai ketiga sifat ini, ia akan mempunyai identitas diri yang jelas. Apa yang harus saya kerjakan? Saya mengetahui segala sesuatu, dan di belakang pengetahuan itu saya tahu bahwa Tuhan yang memberi kemungkinan untuk saya tahu, lebih tahu dari segala sesuatu dan saya perlu mengembalikan segala sesuatu kepada-Nya. Ketika saya mengelola. Segala sesuatu harus dikelola sesuai dengan cara kehendak Allah dalam aspek-aspek yang lain.

Seseorang bertanya tentang bagaimana memperoleh pasangan hidup yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Saya menjawab : “Pertama adalah, pria harus menikah dengan wanita.”   Ia berkata, “Kalau ini saya sudah tahu?”  Tetapi, banyak orang yang berlagak tidak tahu atau sengaja tidak mau tahu.

Hal-hal yang mendasar dari kehendak Tuhan saat ini telah dilawan dengan begitu nyata. Banyak orang telah membuat dunia ini menjadi begitu kotor, najis, polusi dan merusak lingkungan. Itu karena manusia tidak mau kembali kepada dasar Alkitab, yaitu manusia harus mengelola dengan baik. Manusia diperintahkan untuk mengelola dunia, membudi-dayakan alam yang Tuhan percayakan kepada manusia. Kebudayaan dimulai dari mandat Allah ini, yang dalam Teologi Reformed disebut Cultural Mandate (Mandat Kebudayaan).

Banyak orang Kristen Injili hanya memperhatikan satu mandat yaitu mandat penginjilan, dan mengabaikan mandat kebudayaan ini, sehingga orang-orang dunia yang tidak mengenal Tuhan, yang menggarap hal itu lalu menghina gereja yang tidak bersumbangsih apa-apa. Saya tidak menginginkan gereja yang timpang, yang ekstrim di satu pihak, atau yang tidak mengerti rencana Allah secara total. Marilah kita melihat seluruh kemuliaan Tuhan, dan kemuliaan Tuhan akan memenuhi seluruh muka bumi ini seperti air yang memenuhi lautan.

Biarlah kita mengingat kembali tentang satu kalimat yang penting ini: Kita di bawah Allah dan di atas alam. Jangan pernah mengizinkan alam, materi, uang, menjadi tuanmu dan tidak boleh menjadikan Allah hambamu.

Let God be God, let matter be matter;
I am the king, the priest, and the prophet;
I am created between God dan nature;
I am the mediator between God and the created nature.

Ketahuilah ilmu sebanyak mungkin, kelolalah alam sebanyak mungkin, dapatkanlah segala fasilitas dari hasil karya Saudara. Jangan hanya menguasainya saja, tetapi setelah mendapatkan semuanya itu, kembalikan semuanya itu bagi kemuliaan Allah.

 Amin.

Sumber : Buku Stephen Tong, Judul Mengetahui Kehendak Allah. Penerbit Momentum. (Halaman 39 s.d 45).

 

Artikel Terkait :