MaryKayAshAwalnya, saya mengenal nama Mary Kay Ash di beberapa terbitan jurnal Personal Excellence. Tulisannya sederhana, mudah dicerna dan menyentuh.

Namun, setelah tahu dari majalah Fortune, bahwa perusahaan yang ia dirikan dan besarkan — Mary Kay Cosmetics — adalah salah satu di antara 500 perusahaan besar dunia, perhatian saya ke wanita tua ini mulai lebih serius. Setiap artikelnya saya baca. Bukunya saya cermati. Dan, kendatipun sering ia tampil terlalu wanita sentris, tetap tidak mengurangi minat saya terhadap ide-idenya.

Prinsip dia membesarkan perusahaan amatlah sederhana. Mulailah dengan perhatian, tenggang rasa, dan keperdulian pada orang lain. Laba adalah hasil ikutan dari keseriusan kita melaksanakan prinsip-prinsip itu.

Bagi Anda yang rajin belajar, prinsip terakhir bukanlah barang baru.Namun, yang unik dari Mary Kay, adalah komitmennya dalam melaksanakan prinsip tadi dengan penuh keseriusan.

Sebagai penjabaran dari prinsip manajemen dan hukum utama terakhir, Mary Kay Ash pernah menulis bahwa setiap orang membawa ke mana-mana tulisan psikologis di dahinya. Tulisan tersebut berbunyi : make me feel important (disingkat MMFI).

Sepintas tampak, prinsip-prinsip manajemen yang menjadi tiang penyangga Mary Kay Cosmetics, mirip dengan pendekatan Dale Carnegie dan Stephen Covey. Benang merahnya, terletak pada modal yang bernama sentuhan kemanusiaan.

Terus terang, saya bersentuhan dengan pendekatan-pendekatan humanistik seperti ini dari umur yang amat muda. Seorang kakak saya memberi buku Dale Carnegie, yang berjudul How to win friends and convince the others, ketika saya masih di kelas satu SMU. Butuh waktu lama memang untuk bisa mengaplikasikannya. Tetapi, langkah karir saya amatlah ditopang oleh prinsip-prinsip terakhir.

Di satu kesempatan pelatihan pada Gulf Resources Ltd., seorang pemimpin di perusahaan minyak Kanada ini bertanya ke saya : ‘apa yang Anda pakai untuk membuat orang yang di hari pertama galak tidak ketulungan menjadi hormat di hari ke lima?’. Di Bank Dagang Negara, seorang pimpinan cabang yang merasa kasihan ke saya – karena menurut dia saya dikerjain habis-habisan oleh seorang peserta – juga bertanya hal yang sama ke saya, di akhir sesi. Penghujat di kelas ini, disamping merangkul saya di hari perpisahan, juga mau bersusah-susah membeli hadiah buat saya. Saya mengalami pengalaman yang sama berulang-ulang.

Seorang kawan dekat pernah bergurau, jangan-jangan saya membawa ‘jimat’ dari Bali. Secara jujur harus saya akui, saya memang memiliki ‘jimat’. Dan jimat ini memang tidak hanya monopoli orang Bali. Ia dimiliki oleh siapa saja yang peka akan bahasa-bahasa kemanusiaan.

Bila ada yang menghujat, saya belajar untuk tidak menghujat balik. Justru dalam keadaan demikian, saya ingat lagi prinsip Mary Kay Ash tentang MMFI.

Pertanyaan awal saya setiap menghadapi hujatan, aspek mana dari orang ini yang perlu diperlakukan penting? Kepintaran, pengalaman, gengsinya di depan orang lain, atau hal lain?

Bila kepintarannya yang penting, saya mencoba mencari interaksi antara ide saya dengan ide dia. Jika pengalamannya yang penting, saya akan menggunakan pengalaman tadi sebagai basis teori saya. Mana kala gengsi yang penting, saya akan beri dia kesempatan presentasi ke depan.

Berhadapan dengan orang seperti ini, saya akan coba mencari satu hal yang spesial untuk kemudian saya angkat sebagai topik pembicaraan. Ia bisa berupa dasinya yang bagus, sepatunya yang unik, rambutnya yang rapi atau apa saja yang saya yakin ia banggakan.

Lebih-lebih, bila saya bisa memberinya tambahan informasi dan pengetahuan, yang membuat dia lebih bangga lagi dengan apa yang tadinya sudah ia banggakan.

Seorang manajer wanita yang cerdas dan cantik pernah demikian ketus dengan ide-ide saya. Ketika idenya memang brilian saya akui di depan orang – kendati ada resiko saya sebagai konsultan dan pelatih tampak lebih bego. Tatkala data-data dia lebih akurat, saya tidak ragu-ragu untuk mengakuinya. Begitu break, saya ingat kalau parfum yang ia pakai berharga amat mahal. Saya mencoba menebak merknya, dan ternyata tepat. Wanita tersebut tampak demikian surprise, karena saya sudah membongkar sebuah rahasia yang sebenarnya ia banggakan ke orang lain. Di rapat berikutnya, entah darimana datangnya rasa hormat, ia menjadi pendukung saya yang amat membantu.

Di sebuah acara yang cukup besar di Hongkong, seorang rekan berbisik agar saya hati-hati dengan orang yang jadi moderator saya. Katanya, orang ini sok pintar, menggurui dan tak segan menghina di depan umum.

Ketika berkenalan, saya amati raut mukanya memang lebih tua dibandingkan saya. Saya tanya pengalamannya – dan ini biasanya yang menjadi kebanggaan orang tua – maka berceritalah ia tidak habis-habis tentang masa lalunya. Terakhir, ketika ia menjadi moderator saya, eh dia malah banyak menyanjung dan memuji presentasi saya di depan umum.

Rekan saya memang benar. Saya memang memiliki jimat menundukkan manusia lain. Dan, mantra jimat itu – dalam bahasa Mary Kay Ash – berbunyi : make him/her feel important!

 

Sumber : https://lenterahati.wordpress.com/2000/06/14/mantra-jimat-penakluk-manusia/