TarifPenghitungan Pajak Penghasilan (PPh) dibuat sederhana merupakan hal yang wajib dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, hal ini merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam pendukung kepatuhan Wajib Pajak.

Pada dasarnya penghitungan PPh sangat sederhana, yaitu dengan penerapan tarif terhadap laba fiskal dari suatu badan hukum dan untuk peredaran usaha tidak melebihi Rp. 4.8 Milyar sejak Juli 2013 penerapan tarif berdasarkan peredaran usaha dari suatu badan hukum.

Seperti kita ketahui bahwa sejak tahun 1984 s.d 2008, UU PPh menggunakan tarif PPh untuk Wajib Pajak badan berdasarkan tarif yang berlapis (tarif Progresif) terhadap penghasilan kena pajak. Namun,  dalam UU Nomor 36 Tahun 2008, tarif tersebut berubah menjadi tarif tunggal (single rate). Sampai dengan saat ini, Wajib Pajak Badan dikenakan tarif pajak berdasarkan jumlah peredaran usaha menjadi sebagai berikut :

1. Tari PPh Badan sesuai dengan PP Nomor 46 Tahun 2013

Jika saja niatan awal dari timbulnya PP nomor 46 ini hanya berlaku bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang omsetnya tidak melebihi Rp. 4.800.000.000,- (empat milyar delapan ratus juta rupiah), niscaya tidak akan saya tuliskan di sini.

Sebagaimana kita ketahui (bisa dibaca di “PPh Final UMK 1%“) bahwa Wajib Pajak Badan yang memiliki peredaran usaha tidak melabihi Rp. 4.8 Milyar dikenakan dengan tarif tunggal 1% dan bersifat final. Dalam kondisi ini tidak lagi mempermasalahkan apakah Wajib Pajak Badan tersebut rugi atau untung, karena penerapan tarif 1% dikalikan dengan omset (peredaran usaha).

Rumus PPh Terutang =    1%  x  Peredaran Bruto 1 bulan

Contoh :

PT. Nusa Pratama Selaras adalah Wajib Pajak UKM (omset dalam setahun sebelumnya tidak melebihi Rp. 4,8 Milyar) bulan Maret 2016 membukukan omset sebesar Rp. 230 Juta. Maka PT. Nusa Pratama Selaras  menyetorkan PPh Final sebesar Rp. 2.300.000,- (1% x Rp. 230.000.000,-) paling lambat  tanggal 15 bulan April 2016 dengan menggunakan Surat Setoran Pajak dengan Kode Akun Pajak : 411128 dan Kode Jenis Setoran : 420 (mulai 1 Juli 2016 setiap pembayaran menggunakan e-billing dapat di baca dalam tulisan “Cara Bayar Pajak Dengan E-Billing”).

2. Tarif PPh Pasal 31E

Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000,- (lima puluh milyar) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000,- (empat milyar delapan ratus juta rupiah). Besarnya bagian peredaran bruto tersebut dapat dinaikan dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Contoh :

Peredaran bruto PT. Nusagames dalam tahun pajak 2015 sebesar Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah) dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:

Jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP I) dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas: (Rp. 4.800.000.000,00 : Rp. 30.000.000.000,00) x Rp. 3.000.000.000,00 = Rp. 480.000.000,00).

Jumlah Penghasilan Kena Pajak (PKP II) dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas: (Rp. 3.000.000.000,00 – Rp. 480.000.000,00 = Rp. 2.520.000.000,00).

Pajak Penghasilan yang terutang:

PKP I  (50% x 25%) x Rp. 480.000.000,00    = Rp.    60.000.000,00

PKP II  25% x Rp. 2.520.000.000,00             = Rp.  630.000.000,00 (+)

Jumlah PPh Terutang                                    = Rp.  690.000.000,00,-

Sekedar mengingatkan, sering kali Wajib Pajak badan yang omsetnya di atas Rp. 4,8 Milyar dan dibawah Rp. 50 milyar salah dalam menghitung PPh Terutang. Mereka lupa atas fasilitas ini, terkait hal ini dapat di baca dalam tulisan “sekilas tentang fasilitas pengurangan tarif PPh“.

3. Tarif PPh Pasal 17

Sesuai dengan Pasal 17 ayat 1 huruf b dan ayat 2a UU Nomor 36 tahun 2008, Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen) Tarif tersebut dapat diturunkan menjadi paling rendah 25% (dua puluh lima persen) mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.

Rumus PPh Terutang = 25% x Penghasilan Kena Pajak

Contoh :

PT. Nusa Informatika tahun 2015 membukukan Peredaran Usaha sebesar Rp. 120 Milyar dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp. 8.000.000.000,- Maka Pajak Penghasilan terutang PT. Nusa Informatika adalah sebesar Rp. 2.000.000.000,- yaitu Rp. 8.000.000.000,- x 25%.

4. Penurunan Tarif Untuk Perusahaan Masuk Bursa

 Wajib Pajak badan dalam negeri berbentuk perseroan terbatas yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah dari tarif sebesar 25%  yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan pemerintah.

Adapun syarat Perseroan Terbuka yang masuk bursa mendapat diskon 5% dari tarif normal sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 77 tahun 2013 sttdd PP Nomor  56 Tahun 2015 adalah sebagai berikut :

  1. paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor dicatat untuk diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
  2. saham sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus dimiliki oleh paling sedikit 300 (tiga ratus) Pihak;
  3. masing-masing Pihak sebagaimana dimaksud dalam angka 2 hanya boleh memiliki saham kurang dari 5% (lima persen) dari keseluruhan saham yang ditempatkan dan disetor penuh; dan
  4. ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, angka 2, dan angka 3 harus dipenuhi dalam waktu paling singkat 183 (seratus delapan puluh tiga) hari kalender dalam jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.

 

Artikel Terkait :

  1. Pengaruh Hubungan Istimewa dalam PPh Badan
  2. Pengaruh MEA dalam Bisnis & Pajak
  3. Bila Biaya Royalti Tidak Diketahui?
  4. Sekilas Tentang Pelaksanaan Persetujuan Bersama
  5. Catatan Terkait  PPh Badan Lainnya