Dr. Stephen TongBAB III :
BEBERAPA PANDANGAN MENGENAI AGAMA (2)

“Aku telah melihat pekerjaan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan dirinya. Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.” (Pengkhotbah 3:10-11)

———————————–

A. PANDANGAN TOKOH-TOKOH KEBUDAYAAN MODERN

5. Sigmund Freud (1856-1930)

Ancaman lainnya lagi tidak datang dari dunia filsafat atau politik, tetapi dari psikologi. Psikologi pada permulaan abad ke-20 telah menjadi suatu ancaman yang besar; minimal ini dirasakan oleh kalangan Kristen. Kalau pada abad ke-17 dan ke-18 orang-orang Kristen merasakan sangat terancam oleh Rasionalisme, pada abad ke-19 oleh Materialisme dan oleh berbagai aliran ideologi serta filsafat, maka pada permulaan abad ke-20 serangan baru terhadap Kekristenan datang dari psikologi. Tetapi sekarang kita melihat ada perubahan yang sangat besar; sejak pertengahan abad ke-20 banyak dijumpai konselor dan psikolog Kristen. Sekarang bukan saja kita tidak menganggap psikologi melawan Kekristenan, melainkan di dalam dunia Kristen sudah banyak ahli psikologi yang sangat membantu dunia untuk maju.

Saya percaya satu hal: jika seseorang bukan seorang Kristen yang benar-benar bermutu baik, dan mengerti kebenaran, dia tidak mungkin menjadi seorang psikolog yang baik. Fakta hari ini menunjukkan, banyak keluarga psikiater dan psikolog tidak harmonis. Mereka dapat membimbing dan menolong banyak orang lain, tetapi tidak berhasil membimbing keluarganya sendiri. Sekalipun mereka mempunyai teori yang begitu handal, rumit, dan kompleks untuk menolong orang-orang lain, tetapi jika diri mereka tidak diletakkan di dalam kebenaran, semuanya tidak menolong diri mereka sendiri.

Para psikolog berusaha menjelaskan segala masalah dengan kunci seks, yakni mereka berpendapat bahwa segala masalah datang dari seks, atau seks yang menjadi masalah dasar bagi segala masalah yang lain, dan kalau tidak ada masalah dalam hal seks, maka segalanya tidak ada masalah. Teori ini dipelopori oleh Sigmund Freud, seorang psikolog terkenal bangsa Austria dan penemu teori Psiko-analisa. Apakah teorinya itu benar? Biarlah sejarah yang mengujinya. Meskipun saya tidak setuju dengan pandangan teologi dari banyak teolog, tetapi saya bisa mengutip kalimat-kalimat yang baik yang pernah diucapkan oleh mereka.

Salah seorang teolog Katolik yang bernama Hans Kung pernah berkata: “Waktunya sudah tiba dan kita harus melihat semua kelemahan ideologi-ideologi yang melawan Kekristenan.” Kelemahan mereka sudah terpapar dengan jelas semuanya. Kalau kita lihat dan memperhatikan baik-baik, lalu kita analisa, maka kita akan menemukan kelemahan-kelemahan dari semua teori dan filsafat yang melawan Tuhan itu. Saya percaya dan dengan iman mengatakan bahwa Alkitab yang diserang dari zaman ke zaman akan tetap teguh untuk selama-lamanya, karena Tuhan adalah Tuhan Kebenaran.

6. Friedrich Daniel Ernst Schleiermacher (1768-1834)

Di sini saya juga akan memaparkan beberapa pemikir-pemikir besar lainnya di dalam sejarah. Pertama, Friedrich Daniel Ernst Schleiermacher, seorang pemikir dari Jerman. Schleiermacher mengatakan bahwa agama adalah suatu kesadaran perasaan bersandar yang mutlak (the sense of the absolute dependence). Jadi, menurut dia, agama tidak terjadi di dalam lingkaran rasio, kelakuan, etika, melainkan di dalam perasaan, yakni perasaan yang bersandar mutlak. Orang-orang yang percaya kepada dewa-dewa bersandar mutlak kepada dewa-dewanya. Perasaan bersandar mutlak dan kemutlakan perasaan bersandar itulah yang disebut agama. Menurut dia, kalau kita ke gereja tetapi belum menyandarkan diri secara mutlak kepada Tuhan, kita belum mengenal agama.

Pikiran Schleiermacher ini cukup mempunyai kekuatan untuk menaklukkan atau mempengaruhi banyak kaum intelektual pada zamannya, karena pada waktu itu sebagaimana Immanuel Kant berusaha melepaskan Kekristenen keluar dan lepas dari penganiayaan Rasionalisme, demikian juga Schleiermacher berusaha melepaskan Kekristenan keluar dari serangan Rasionalisme hanya saja caranya berbeda. Jikalau Kant memakai jalan kelakuan (etika), maka menurut Schleiermacher jika seseorang mempunyai perasaan bersandar yang mutlak, meskipun orang itu tidak beragama secara lahiriah, dia sudah beragama di dalam hatinya, karena agama tidak terjadi di dalam dunia rasio, etika atau moral, melainkan di dalam perasaan hati.

7. Albrecht Ritschl (1822-1889)

Pemikir kedua yang ingin saya kemukakan di sini adalah Albrecht Ritschl. Menurut Albrecht Ritschl, ilmu hanya memaparkan fakta, sedangkan agamalah yang menentukan nilainya. Fungsi agama adalah menentukan semua nilai. Agama bukan pengetahuan, agama bukan perasaan, bukan kelakuan, melainkan semacam penilaian. Bagaimana menilai sesuatu lebih bernilai dibandingkan yang lain, itulah tugas agama. Dan agama merupakan sumber di mana manusia menciptakan nilai dan sumber menciptakan nilai berasal dari Kristus. Itulah sebabnya menurut Ritschl, di sinilah letak keilahian Kristus.

9. Rudolf Otto (1869-1937)

Pemikir lainnya yang juga berasal dari Jerman pada abad ke-20 bernama Rudolf Otto. Mengenai timbulnya agama, Otto berpendapat bahwa agama timbul karena beberapa konsep yang penting. Pertama, karena manusia mempunyai konsep kesadaran bahwa ada sesuatu oknum yang sangat menakutkan (the sense of the awfulness). Kalau seseorang pada suatu saat masuk atau berada di dalam suatu wilayah (keadaan) atau mengalami sesuatu yang begitu menakutkan dan mengerikan sehingga semua bulu kuduknya berdiri, maka perasaan yang timbul kemudian menyebabkan dia meninggalkan perasaan dan konsep yang lama. Perasaan itu meyakinkan dia ada sesuatu; jika tidak ada apa-apa mengapa bulu kuduk bisa berdiri waktu mengalami hal itu?

Itulah yang dimaksud dengan the awfulness, perasaan yang menakutkan. Itulah sebabnya pada saat kita melihat patung-patung dari agama-agama kafir dengan raut muka begitu kejam, begitu kita melihatnya kita langsung merasa ketakutan. Sebenarnya dalam kasus ini mempergunakan sifat the awfulness ini. Bagi sebagian orang hal ini dirasakan perlu sekali. Kalau misalnya, keberangan penjahat masih bisa dilawan dengan senjata, maka keberangan di dalam patung-patung itu tidak bisa dilawan dengan senjata; mau tidak mau harus takut. Menurut Otto, sesuatu ekspresi yang menakutkan itu menimbulkan perasaan agama.

Kedua, karena manusia mempunyai konsep kesadaran bahwa ada satu oknum yang begitu agung (the sense of the greatness). Kesadaran akan suatu oknum yang begitu agung dan besar ini juga menimbulkan unsur-unsur yang sama yang berada di dalam agama-agama yang berbeda. Sementara banyak filsuf dan teolog lainnya berada dan duduk diperpustakaan mereka hanya untuk membaca buku-buku pemikir lain, Rudolf keluar dari ruang kuliahnya dan pergi ke negara-negara Timur untuk melihat dan menghayati sendiri serta untuk memasukkan jiwanya ke dalam zat-zat atau substansi dasar agama-agama, untuk menemukan hal-hal yang paling penting yang sama-sama terdapat di dalam agama-agama.

Dan Otto menemukan unsur yang ke-tiga, yakni perasan akan hal-hal yang misterius, ajaib dan tidak dimengerti (the sense of mystery). Kalau mengerti semua, berarti ilmiah; semakin dimengerti, berarti semakin bersifat ilmiah; semakin tidak dimengerti, berarti semakin misterius dan semakin bersifat agama. Kalau dalam bidang agama diberi pengertian sampai semua hal dimengerti, justru sudah tidak menjadi agama lagi. Jadi, agama justru bersifat misterius.

Ada ahli-ahli dan pemimpin-pemimpin agama yang tidak perlu khotbah, memberikan ceramah atau penjelasan-penjelasan, namun bisa menarik banyak orang (jemaat). Kalau ada orang bertanya kepada mereka, maka mereka tidak mau menjawab; dan semakin tidak mau menjawab, semakin orang lain tertarik kepada mereka. Gereja pun ada yang bersifat misterius dalam sekali dan ada yang dangkal. Kalau kita masuk ke Katredral-Katedral seakan-akan begitu agung dan mistis, begitu serius dan khidmat, tenang dan khusuk kesannya. Begitu masuk ke sana, orang-orang langsung diam. Tetapi kalau masuk ke gereja Kristen, banyak orang yang ramai bicara. Ini sebenarnya ada pengaruh dari arsitektur dan psikologi yang bergabung menjadi satu. Cara membangun gedung tempat beribadah yang dapat mempengaruhi perasaan agama.

Di sini saya tidak mengkritik atau memuji suatu agama atau pun gereja, saya pun tidak ingin mengatakan bahwa saya merasa memang ada gejala atau kecenderungan demikian. Namun, saya harus mengatakan bahwa itu bukan agama, hanya perasaan agama. Perasaan agama bukan agama, seperti panas lampu bukan lampu. Dukun-dukun mengetahui bagaimana mempergunakan sifat misterius agama ini, sehingga menciptakan semacam “iman” dengan menutup mata. Apa artinya kalau mereka menutup mata? Tutup mata berarti manusia harus menghayati hidup yang berada di luar hidup yang kelihatan. Manusia harus mengkaitkan diri dengan dunia yang tidak kelihatan dan di sini terdapat sifat agamanya. Hal yang misterius, yang agung dan menakutkan, semuanya ini bergabung menjadi sifat agama. Itulah teori Rodolf Otto mengenai agama dan timbulnya agama, tetapi pandangannya tidak konservatif.

Saya berusaha untuk menjelajahi semua kategori yang paling penting, lalu kembali menyajikan ajaran dan pandangan yang benar. Saya pernah berkata bahwa saya tidak setuju kalau kita menyelidiki agama dengan sikap seolah-olah kita bukan orang yang bersifat agama. Saya tidak berani mengemukakan teori mengenai asal-usul agama, karena saya tidak pernah berada pada zaman itu. Satu-satunya jawaban adalah kita harus kembali kepada Alkitab, kepada apa yang dikatakan Alkitab mengenai mengapa manusia beragama. Kita akan meninjau hal ini dari 5 (lima) sudut.

B. KONSEP-KONSEP DASAR AGAMA

1. Konsep Penguasa Tertinggi dalam Alam Semesta

Manusia bersifat agama karena manusia diciptakan dengan suatu konsep tentang Penguasa yang Tertinggi di dalam alam semesta. Ini merupakan suatu konsep dasar yang tidak mungkin hilang. Kalau konsep bahwa di dalam alam semesta ada satu Penguasa yang Tertinggi dicemarkan, didistorsikan dan ditekan oleh filsafat dan pikiran serta hati nurani manusia sendiri, ini hanya membuktikan bahwa dosa sudah berada di dalam diri manusia dan bukan berarti Allah tidak ada.

Di dalam Roma 1:18-20 dikatakan bahwa di dalam hati setiap orang sudah dinyatakan bahwa ada Allah yang tidak kelihatan yang menjadi sumber dunia yang kelihatan. Melalui dunia yang kelihatan kita mengetahui bahwa ada Allah yang tidak kelihatan. Justru karena Allah tidak kelihatan, maka saya percaya Allah. Kalau kita menyelidiki di dalam pelajaran agama dan kebudayaan, kita dapat mengetahui, bahwa di dalam abad permulaan Perjanjian Baru bahkan jauh sebelum itu, di dalam zaman Plato, Herodotus, Sokrates dan Konfusius, sudah ada orang-orang yang menemukan suatu kebenaran umum bahwa tidak ada bangsa yang tidak mempunyai konsep allah.

Teori orang-orang liberal pada abad ke-19 tentang evolusi agama (bahwa monoteisme berasal dari politeisme yang lama kelamaan berkembang menjadi monoteisme) terbukti salah sama sekali. Sebenarnya justru politeisme merupakan kemerosotan monoteisme yang jauh lebih dahulu ada di dalam masyarakat kuno. Hal ini dibuktikan oleh banyak penemuan arkeolog abad ke-20. Banyak orang masih terkurung di dalam interpretasi yang salah dan teologi liberal ini.

Sejak permulaan sejarah, kita melihat bahwa semua bangsa percaya ada satu Allah, bukan banyak allah. Misalnya, Taoisme, yang berasal dari Lao-Tse, sudah memikirkan dan mengajarkan mengenai suatu kalam yang kekal dan hanya satu. Tetapi Taoisme di Tiongkok sudah merosot menjadi semacam takhyul di tengah-tengah rakyat jelata, yang dimulai oleh Chang Tao Ling. Chang Tao Ling sudah mengubah Taoisme menjadi suatu sistem takhyul kepada dewa-dewa, jin-jin atau setan-setan yang banyak. Ini sangat berlainan dengan filsafat Taoisme yang asli.

Di sebuah gereja di Rochester, New York, di antara pengunjung persekutuan mereka ada seorang yang berasal dari daratan Tiongkok, anak seorang pemimpin besar RRC. Seorang yang merasa kosong hati sehingga mendorongnya datang ke gereja. Pada waktu di kampusnya ketika mengikuti kuliah bahasa Inggris, teman di sisinya mengalami pergumulan hebat, bagaikan ada yang mau meletus dari dalam dirinya. Temannya ini, yang berasal dari Eropa Timur yang berpaham Komunis berseru, “Tuhan, betapa malangnya hidupku ini!”

Anak pembesar ini bertanya, “Mengapa Anda sedemikian saleh?” Temannya berusaha menyangkal, ”Tidak, sama sekali tidak!” “Apakah Anda percaya akan Allah?” “Tidak percaya!” “Jika tidak percaya, mengapa berseru kepada Allah?” “Saya sendiri tidak tahu mengapa saya berteriak demikian.” Kasus ini menunjukkan bagaimana konsep mengenai adanya Penguasa alam yang Tertinggi sudah tertanam begitu kuat di dalam diri manusia. Tidak seorang pun dapat memungkiri hal ini.

2. Konsep Kekekalan Jiwa

Pada waktu kita membeli suatu barang, rasanya senang sekali. Ketika barang itu rusak, kita merasa kesal. Mengapa? Karena ada sifat kekekalan dalam diri kita. Kita menjadi kesal pada waktu barang yang baik menjadi rusak. Isteri yang cantik menjadi tua dan kurang menarik lagi secara lahiriah mungkin membuat suami menjadi kesal, bukan karena mambenci isterinya, melainkan membenci kulit yang mulai kisut dan lisut. Ini merupakan ekspresi tuntutan sifat kekekalan dalam diri manusia, karena tidak mau kekekalannya digeser oleh waktu yang sementara.

Di dalam bagian permulaan pembahasan ini saya telah mengutip, ”Allah menciptakan segala sesuatu di dalam waktu yang tepat, lalu memberikan kekekalan yang melampaui waktu dalam hidup manusia.” Pada waktu kita menjadi tua dan memperhatikan wajah sendiri di cermin, timbuillah perasan tidak senang, karena kita tidak mau digeser oleh waktu. Pada waktu muda banyak orang mengira dirinya kekal, karena manusia memang mempunyai kekekalan, tetapi dengan kekekalan itu mereka hanya mencintai, mencari dan memegang segala sesuatu dalam dunia materi dengan sifat kekekalan kita.

Sampai masa tua tiba, kita baru sadar bahwa hal yang kita pegang adalah hal sementara dan tidak kekal. Sewaktu kita melihat diri menjadi tua melalui cermin, datang kesadaran bahwa bagian diri yang bersifat materi harus digeser oleh waktu. Sedangkan untuk menghadapi kekekalan, kita belum mempunyai pegangan apapun. Bukankah hal demikian berulangkali terjadi pada setiap generasi? Bukankah kita berada dalam kontra antara kekekalan dan kesementaraan? Bukankah ini merupakan pengalaman setiap manusia?

Di sinilah kesulitan keberadaan manusia, semakin tua konflik itu semakin besar, sehingga akhirnya manusia mau tidak mau harus mengalah dan menerima fakta keterbatasan jasmani yang mengikat sifat kekekalan itu. Apakah manusia memang sementara? Tidak! Kekakalan itu tetap ada. Yang sementara adalah badan, yang kekal adalah jiwa. Yang sementara adalah realita hidup dunia ini, yang kekal adalah iman kepercayaan yang tidak pernah berhenti.

Mengapa sebelum meninggal biasanya seseorang memberikan pesan-pesan yang penting sebagai kristalisasi pengalaman seluruh hidupnya? Bukankah ini membuktikan bahwa dengan kebenaran-kebenaran yang dialaminya dan dengan perkataan-perkataan yang dianggapnya kekal, dia berusaha menggeser waktu yang sedang menggeser dia? Mengapa ada orang-orang yang berusaha memulihkan nama baik orang yang sudah mati, misalnya Presiden RRC, Liu Shao Qi? Apakah orang komunis yang sudah diganyang dan dijatuhkan kedudukannya itu perlu dikembalikan nama baiknya meskipun ia sudah mati? Bukankah tindakan seperti itu membuktikan bahwa orang-orang atheis pun tidak lepas dari konsep bahwa manusia mempunyai kekekalan? Mati tidak berarti akhir dari segala sesuatu. Tidak peduli apakah kita Kristen atau bukan, materialis atau kapitalis, bangsa apa pun, setiap kita mempunyai konsep kekekalan, sesuai dengan ajaran Alkitab.

3. Konsep Kewajiban Moral

Siapakah yang tidak mempunyai perasaan tanggung jawab atas perkataan dan tingkah lakunya yang bersangkut-paut dengan yang baik dan jahat? Siapakah yang bisa hidup di dalam kejahatan terus-menerus tanpa teguran hati nurani? Bukankah setiap manusia mempunyai dorongan dari hatinya yang terdalam untuk menjalankan kewajiban moral? Sebagai manusia, kita tidak bisa tidak ingin berbuat baik. Konsep ini tidak bisa dihancurkan oleh kebudayaan apa pun di dalam dunia modern, tidak bisa dihanyutkan oleh teori apa pun. Justru di atas dasar itulah Kant menemukan kemungkinan bagi manusia untuk percaya bahwa Allah itu ada. Manusia adalah manusia, karena ia diciptakan sebagai makhluk yang bermoral. Manusia pada abad ke-20 mempunyai kecenderungan yang sangat kurang ajar, berusaha melegalisir hubungan seksual yang tidak sah.

Pada tahun 1984, ketika saya berada di San Fransisco, secara kebetulan lima kota di sana mengadakan pawai yang dilakukan oleh ratusan ribu orang yang menuntut “Legalisirkan homoseksual dan lesbian sebagai cara hidup yang wajar!” Apa yang terjadi sekarang? Allah membiarkan merajalelanya penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) di mana-mana. AIDS yang menimpa 70% dari orang yang mempraktekkan homoseksualisme bukan saja membahayakan kaum homo, tetapi juga mereka yang tidak pernah mempraktekkannya. Kita jangan main-main.

Sekalipun manusia berusaha dengan teori-teori yang paling modern mengubah konsep moral, tetapi apa yang ditentukan dan diberikan oleh Tuhan tidak dapat diubah, yakni konsep moral yang tidak mungkin dilawan. Kita harus baik-baik memelihara prinsip moral yang telah ditentukan oleh Tuhan, misalnya hanya boleh berhubungan dengan suami atau isteri sendiri. Kita adalah manusia yang dicipta menurut peta dan teladan Allah. Kalau kita bermain-main dengan diri sendiri, berarti kita bermain-main dengan ciptaan Allah yang sedemikian mulia. Moral tidak hanya menyangkut hubungan seks. Saya berpesan, biarlah dalam segala bidang moral kita menjalankan perintah Tuhan, maka kita akan diberkati oleh Tuhan. Berapa banyak orang yang dengan kepandaian dan teori-teorinya yang hebat serta kata-kata yang indah berusaha melicinkan jalan supaya boleh dan bisa berbuat dosa tanpa dihukum. Mungkin di antara mereka terdapat ahli-ahli hukum yang hebat. Sekalipun mereka berusaha supaya tidak dihukum, tetapi saya berkata, “Orang seperti demikian, yakni orang yang mengetahui apa yang baik dan yang jahat, tetapi tidak menjalankan sebagaimana mestinya, engkau akan dihukum lebih berat.” Saya simpati dan menaruh hormat kepada orang-orang yang berusaha menegakkan etika, tetapi agama bukan sekedar etika.

4. Konsep Kriteria Kebenaran

Manusia diciptakan Allah sebagai makhluk beragama, karena Allah telah memberikan konsep kriteria kebenaran di dalam diri manusia. Itulah sebabnya manusia percaya bahwa ada kebenaran dan standar kebenaran, dan kesadaran bahwa manusia harus hidup berdasarkan standar kebenaran yang dipercayainya. Tetapi standar kebenaran dengan standar kebenaran yang dipercaya oleh seseorang tetap ada jarak atau perbedaannya. Kebenaran adalah kebenaran. Pengertian kita terhadap kebenaran tetap bisa berbeda dengan kebenaran itu sendiri. Orang Kristen harus bijaksana, jangan sampai ditipu oleh orang-orang yang mengaku mengajar kebenaran, padahal sebenarnya hanya mengajarkan konsep mereka mengenai kebenaran. Di manakah standar kebenaran? Hanya perkataan Allah yang menjadi dasar iman kita, tanpa itu kita tidak mungkin menemukan kriteria dan standar kebenaran yang sejati untuk iman kita.

5. Konsep Beribadah

Manusia diciptakan karena konsep bersembah-sujud dan menghargai nilai yang sejati. Apa sebabnya pada saat seorang anak kecil melihat seorang yang pandai timbul rasa kagum dalam hatinya dan ia ingin sekali menjadi seperti orang pandai itu? Apa sebabnya seorang mahasiswa sangat menghargai dosennya yang sangat pandai dan penuh pengabdian? Apa sebabnya banyak orang begitu menghargai pemimpin politik mereka yang tidak mempermainkan poilitik tetapi benar-benar mengabdikan diri untuk kepentingan nusa dan bangsa? Semua ini adalah semacam penggunaan konsep untuk menyembah dan menghargai atau menaruh hormat terhadap nilai yang sejati. Dan nilai yang sejati bersumber pada Allah.

Dari ke-lima konsep itu timbullah agama dan sistem-sistem agama. Di dalam agama-agama yang agung, semuanya mengajarkan kepada manusia bahwa ada satu Penguasa yang Tertinggi, bahwa hidup kita bukanlah milik kita sendiri, melainkan miliknya. Semua sistem agama mengajarjkan kepada manusia bahwa hidup manusia tidak sementara; setelah mati masih berada (kekal). Semua sistem agama mengajarkan, bahwa hidup kita harus bernilai moral, harus berbuat baik. Di dalam semua agama diajarkan bahwa manusia harus memegang semacam kriteria kebenaran yang menjadi dasar iman kepercayaan, supaya manusia berjalan di dalam kebenaran. Dan semua agama mengajarkan, bahwa kita harus menghormnati dan berbakti kepada “Yang Tertinggi”. Inilah dasar agama yang sesungguhnya, yang tidak dimengerti oleh kaum cendekiawan yang tidak rela takluk ke bawah Firman Tuhan (Alkitab).

Alkitab mengatakan, bahwa Allah telah membubuhi sifat-sifat agama ini di dalam diri manusia. Allah menaruh kekekalan di dalam hati manusia. Dia memberikan mahkota kehormatan dan kemuliaan kepada manusia. Allah memberikan sesuatu seperti papan Taurat di dalam hati manusia, agar dapat membedakan antara baik dan jahat. Alkitab mengajarkan, supaya manusia berbakti kepada Dia dan hanya kepada Dia saja. Semua konsep ini sudah ada di dalam Alkitab. Inilah sebabnya timbul agama. Mengapa manusia beragama? Karena Allah telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang mempunyai sifat agama di dalamnya, sehingga mau tidak mau manusia mencetuskan perasaan dari dalam dirinya dan mendirikan sistem agama. Apakah sebabnya di dalam masyarakat dan kebudayaan manusia timbul agama? Satu-satunya sebab ialah karena manusia diciptakan Allah dengan sifat agama.

Amin.

SUMBER :
Nama buku : Iman dan Agama
Sub Judul : Bab III : Beberapa Pandangan Mengenai Agama (2)
Penulis : Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit : Momentum, 2011
Halaman : 46 – 58
https://www.facebook.com/notes/sola-scriptura/iman-dan-agama-bagian-4-artikel-pdt-dr-stephen-tong/1044066508975135