Tanggung Jawab RentengMungkin beberapa kita yang sering berkecimpung dalam dunia perpajakan, masih belum pernah melihat/menangani kasus terkait tanggung jawab renteng atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau bahkan belum begitu paham terkait tanggung jawab renteng PPN. Untuk itu penulis mencoba mengupas dengan judul tulisan “Bila Tanggung Jawab Renteng PPN Terjadi?.” tulisan ini hanya opini penulis semata oleh karena itu kiranya tulisan ini memberikan informasi pembanding yang bermanfaat bagi pembaca setia Nusahati yaitu suatu blog pajak cikal bakal dari Nusa Tax Consulting yang sedang dibangun konstruksi Website-nya 😛

Sejarah & Dasar Hukum Tanggung Jawab Renteng

UU KUP Nomor 16 Tahun 2000

Berawal dari pasal 33 UU KUP No. 16 Tahun 2000 menyebutkan “Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya bertanggungjawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa pajak telah dibayar.” dengan penjelasan “Sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa. Oleh karena itu sudah seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa.”

UU KUP Nomor 28 Tahun 2007

Kemungkinan, karena substansi dalam pasal ini sudah masuk ke hal material (bukan formal) maka ketentuan tentang tanggung jawab renteng yang sebelumnya diatur dalam pasal 33 dihapus dalam UU KUP perubahan ketiga yaitu UU nomor 28 Tahun 2007 yang berlaku sejak 17 Juli 2007.

UU PPN Nomor 42 Tahun 2009

Kenyataannya, ada jedah sekitar 3 (tiga) tahun sampai munculnya penambahan pasal dalam UU PPN No. 42 tahun 2009 perubahan ketiga yang berlaku sejak 1 April 2010 yaitu pasal 16F yang menyebutkan “Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa Pajak telah dibayar.” dengan penjelasan “Sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa. Oleh karena itu sudah seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabilan ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa.”

Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012

Dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang pelaksanaan UU PPN yang berlaku sejak 4 Januari 2012 dibahas tentang tanggung jawab renteng yang menyebutkan sebagai berikut :

  1. Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan PajakPenjualan atas Barang Mewah.
  2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberlakukan dalam hal:
    1. pajak yang terutang tersebut dapat ditagih kepada penjual barang atau pemberi jasa; atau
    2. pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual barang atau pemberi jasa.
  3. Tanggung jawab renteng sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditagih melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan mekanisme pelaksanaan tanggung jawab secara renteng atas pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Peristiwa & Anomali Tanggung Jawab Renteng

PKP Penjual

Pengusaha Kena Pajak (PKP) PT. Nusacyber Teknologi pada tahun 2015 dilakukan pemeriksaan Jenis Pajak PPN untuk masa Januari s.d. Desember 2014. Ditemukan bahwa PKP PT. Nusacyber Teknologi melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak kepada PT. Nusa Tax Consulting dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sebesar Rp. 250.000.000,- namun tidak membuat faktur pajak. Maka PT. Nusacyber ditetapkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPN dan Surat Tagihan Pajak atas sanksi tidak membuat faktur pajak (2% dikalikan DPP).

PKP Pembeli

Pada tahun 2016, PKP PT. Nusa Tax Consulting diperiksa oleh DJP untuk masa Januari s.d. Desember 2014, ditemukan fakta bahwa PT. Nusa Tax Consulting menggunakan Jasa PT. Nusacyber Teknologi. Karena PT. Nusa Tax Consulting tidak dapat menunjukkan Faktur Pajak telah membayar PPN maka pemeriksa sesuai dengan amanat UU tanggung jawab renteng dengan menerbitkan SKPKB .

Walaupun dalam PP 1 Tahun 2012 di atas disebutkan bahwa tanggung jawab renteng “tidak diberlakukan dalam hal pajak yang terutang tersebut dapat ditagih kepada penjual barang atau pemberi jasa”, hal ini kemungkinan akan sulit dideteksi oleh pembeli.

Karena ketentuan tanggung jawab renteng berlaku bagi pihak pembeli maupun penjual (sebagaimana contoh di atas) menimbulkan ketidak adilan pajak karena bertentangan dengan karakteristik PPN itu sendiri yang mengatakan bahwa “PPN tidak menimbulkan dampak pengenaan pajak berganda” sementara dalam kasus ini “berdasarkan contoh” akhirnya baik penjual maupun pembeli dikenakan PPN atas objek yang sama.

Penutup

Dalam pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang pelaksanaan UU PPN yang berlaku sejak 4 Januari 2012 disebutkan bahwa tata cara dan mekanisme pelaksanaan tanggung jawab secara renteng atas pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Apakah nanti anomali sebagaimana diuraikan di atas akan dituntaskan dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan maka mari sama-sama kita nantikan, bila itupun tidak terjadi ada baiknya setiap Pengusaha Kena Pajak untuk melakukan pengawasan secara intensif agar setiap transaksi untuk membuat faktur pajak (commercial invoice) dan memungut Pajak Pertambahan Nilai.

Artikel Terkait :