Pak TongBAB III :
WAHYU UMUM

Apakah dasar penetapan nilai dari sifat agama dan sifat budaya itu? Kedaulatan dan wahyu Allah yang mutlak dan bijaksana. Kedaulatan Allah yang mutlak dan wahyu-Nya yang penuh hikmat bukan saja menetapkan, tapi juga memberikan inspirasi dan menggerakkan manusia untuk berbudaya. Dengan inisiatif-Nya sendiri Allah memberikan inspirasi yang berdasarkan kedaulatan-Nya untuk menyatakan hikmat-Nya, yang adalah sumber dari kebudayaan. Agama dan budaya adalah respon manusia terhadap wahyu Allah, yaitu wahyu umum (yang berlainan dengan wahyu khusus). Wahyu umum lebih berkaitan dengan alam, sementara wahyu khusus berkaitan dengan keselamatan. Yang kita bahas sekarang adalah wahyu umum. Pada saat wahyu umum diberikan, manusia memberikan respon karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang dapat memberikan respon kepada Allah.

Pernahkah Saudara mengunjungi pameran lukisan, pameran barang-barang seni, pameran sutra, atau pameran barang-barang antik? Ada sebagian orang yang melihat-lihat lalu pergi, sama sekali tidak memberikan respons. Tetapi ada yang sambil melihat menyatakan kekagumannya dan mulai berbicara dan berkomentar. Ini memperlihatkan dia mulai memberikan respon. Pernahkah kita melihat seekor kucing yang dapat berdialog dengan barang-barang seni? Sekalipun kita membawa seekor anjing yang sangat pandai ke museum seni, dia juga tidak akan memberikan respons karena kemampuan untuk memberi respons hanya ada pada manusia.

Tatkala orang lain sedang membahas sebuah topik yang penting, sudahkah Anda menyimak apa yang dibahasnya atau Anda hanya memperlihatkan kesalahan tata bahasanya atau penampilannya? Manusia yang dapat berespon terhadap wahyu umum Allah adalah orang yang menggunakan sifat manusia yang Allah ciptakan dengan baik.

Mengapa ada orang yang sambil membaca Alkitab sambil mengumpat Kekristenan? Karena dia tidak dapat menerima kebenaran yang ada di dalamnya, hanya mencari kesalahan saja. Maka, orang yang sama sekali tidak tergerak pada saat dia mendengarkan kebenaran yang penting, masalahnya bukan terdapat pada kebenaran itu, tetapi pada dirinya sendiri.

Wahyu umum yang diberikan Allah sudah selayaknya mendapat respons, dan manusia adalah satu-satunya makhluk yang dapat memberikan respons terhadap wahyu Allah. Pada saat manusia tidak memanfaatkan fungsi respons ini, hidupnya pasti sangat mekanis, superfisial, dan membosankan, sekalipun mungkin dia masih dapat menikmati kebahagiaan dari hal-hal bersifat materi, jasmani, yang sementara, dan yang bersifat sensasi, tetapi dia tetap mendapati bahwa hidupnya hampa.

Respons manusia terhadap Allah akan timbul dari dua segi, yaitu :

  1. Respons eksternal (lahiriah) terhadap wahyu umum Allah, mengakibatkan timbulnya tindakan budaya atau aktivitas budaya.
  2. Respons internal (batiniah) terhadap wahyu umum Allah, mengakibatkan timbulnya aktivitas agama.

Secara ketat dapat dikatakan bahwa kultur dan agama adalah respon dasar manusia terhadap wahyu Allah. Jika kita tidak menemukan hubungan dari asal-usulnya, kita cenderung menganggap agama adalah suatu hal yang biasa, padahal tidaklah demikian. Renungan yang paling mendalam bagi seorang ahli agama adalah hubungan antara Allah dan manusia, dan bagi seorang ahli budaya adalah bagaimana memanifestasikan Allah. Dengan demikian agama merupakan satu perasaan yang agak bersifat internal, perasaan yang menerima wahyu, sedangkan budaya merupakan semacam ekspresi eksternal. Sebab itu sebuah karya sastra yang teragung akan mengungkapkan hubungan manusia dengan Allah yang melampaui sejarah dan transenden. Demikian juga karya seni yang teragung bukan hanya sekedar mengekspresikan perasaan rohani yang terdapat di dalam sifat manusia, tetapi juga mengekspresikan hubungan antara perasaan tersebut dan Allah. Jelas bahwa semua hal yang melampaui alam ini bukan merupakan produk alam, melainkan berasal dari Allah yang transenden. Itulah sebabnya manusia harus berespon terhadap Allah. Inilah yang disebut berasal dari Dia, bergantung pada Dia dan bagi Dia, karena Alkitab mengatakan, “Manusia dicipta Allah, melalui Allah, bersandar pada Allah dan bagi Allah” (Roma 11:36).

Pusat dari kebudayaan dan agama adalah hikmat Allah sendiri. Tatkala manusia dapat menyatakan dan mengenal hikmat Allah, barulah kebudayaan dan agama mencapai nilai dan makna sesungguhnya. Agama dan budaya mencapai puncak yang sesungguhnya pada kesadaran akan nilai. Manusia beragama adalah manusia yang mempunyai hikmat. Mereka yang memiliki bakat melukis, mengarang lagu yang agung, juga merupakan orang yang memiliki hikmat. Tetapi sampai di manakah manusia menuntut hikmat? Lalu siapakah pusat hikmat yang dicarinya? Alkitab langsung memberi tahu kita bahwa pusat hikmat adalah Yesus Kristus. (Ini memerlukan penjelasan, yaitu Krisitologi yang berkaitan dengan wahyu umum, yaitu kebudayaan dan agama berbeda penekanan dengan Krsitologi yang berkaitan dengan wahyu khusus, khususnya soteriologi.)

Respons terhadap wahyu umum Allah membuat manusia menemukan tiga jenis kewajiban yang harus dipenuhi :

  1. Kewajiban karena keberadaanku, keberadaan transcending nature, yaitu keberadaan untuk menopang alam. Jadi, bukan sekedar mengontrol dan mengatur alam, tetapi juga memperbaiki alam. Alkitab mengajukan tiga macam prinsip : mengelola, mengatur, dan memperbaiki. Kita mengatur alam berarti kita harus menjadi tuan atas alam. Kita mengelola alam berarti kita berkewajiban mengurus dan mengatur alam. Kita memperbaiki alam berarti kita berkewajiban memperbaiki, memelihara, dan melindungi alam. Memasuki akhir abad kedua puluh ini, kita menemukan bahwa krisis karena perusakan alam sudah berada di depan kita, berarti kita tidak melaksanakan prinsip penciptaan Allah yang terdapat dalam Kejadian 1 dan 2. Saat kita mencapai puncak dari kemajuan teknologi, kita juga menemukan bahwa manusia tidak berdaya melindungi alam yang indah ini. Jika kebudayaan tidak mengaku telah dikuasai oleh Kejatuhan, berarti kebudayaan telah menipu diri sendiri, juga menipu orang lain.
  2. Respons yang kedua terhadap wahyu umum Allah adalah bagaimana mengurus diri kita sendiri. Bagaimana kita mampu membatasi diri sehingga kita bisa menjadi manusia yang bertanggung jawab, baik terhadap alam, diri sendiri, orang lain, maupun Allah. Mengatur diri sendiri berada di atas mengatur alam.
  3. Karena kuasa mengatur alam dan diri sendiri inilah maka timbullah respons beribadah dan takut akan Allah. “Aku bersyukur kepada-Mu karena alam. Aku mau bertanggung jawab atas alam karena Engkau telah memercayakan soal pengaturan alam ini kepadaku. Aku memuliakan-Mu karena rahasia yang kudapatkan pada saat meneliti alam. Aku merasa kagum terhadap rahasia, hikmat, dan rancangan penciptaan yang tersembunyi dalam alam.

Akibat dari penemuan terhadap rahasia ciptaan adalah rasa takut akan Allah, Pencipta alam semesta. Dan, hasil yang nyata dari takut akan Allah adalah rasa tanggung jawab terhadap alam. Ini adalah kelakuan yang harus dimiliki oleh seorang ilmuwan, karena ilmuwan mewakili seluruh umat manusia untuk menemukan fungsi yang Tuhan berikan pada manusia dalam hal mengatur, memahami, dan memperbaiki alam. Sedangkan ahli agama mewakili seluruh umat manusia untuk mengembalikan kemuliaan kepada Allah. Dengan demikian, agama dan kebudayaan telah melakukan fungsi yang sebenarnya.

Amin.

SUMBER :
Nama buku : Dosa dan Kebudayaan
Sub Judul : Bab III : Wahyu Umum
Penulis : Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit : Institut Reformed STEMI, 1997
Halaman : 17 – 22