Pak TongBAB VII :
KEBUDAYAAN : JIWA DAN PROBLEMA MASYARAKAT

Apakah yang Tuhan katakan di sini? ”Jalan-Ku lebih tinggi daripada jalanmu, rancangan-Ku lebih tinggi daripada rancanganmu.” Di dalam sejarah, Kebudayaan pernah mengontrol dan menguasai bagian-bagian terpenting dari sifat manusia. Bagi saya, kebudayaan adalah jiwa masyarakat (the soul of the society).

Jika jiwa telah mengontrol seluruh aktivitas tubuh, maka aktivitas seluruh masyarakat pun akan dikontrol olehnya. Maka baik aktivitas politik, moral, psikologi, ekonomi, seni, sastra, drama, tradisi, maupun etika sosial, semua aktivitas masyarakat dikontrol oleh satu jiwa yang berada di belakangnya. Jiwa itu adalah kebudayaan.

Tatkala kita mengunjungi suatu masyarakat kita akan mengenali “jiwa” di balik kebudayaannya dari kegiatan masyarakat itu. Satu saat saya berbincang-bincang dengan seorang dari Italia. Kami terlibat dalam diskusi mengenai opera, kesenian Italia, Renaisans, dan kemudian mengenai masyarakat Italia sekarang ini. Ia membuat perbandingan antara masyarakat Italia dan masyarakat Jerman. Ia menggambarkan masyarakat Italia itu hangat namun agak santai (kata lain untuk malas), sedangkan masyarakat Jerman lebih serius (kata lain untuk kejam dan dingin) dan akurat. Lalu ia meminta saya untuk memberi kesan yang lain. “Waktu saya ke Jerman, saya menemukan orang Jerman itu tepat waktu, bersih dan rapi, sedangkan orang Italia agak kotor namun memiliki jiwa seni dan lebih manusiawi.” Teman saya ini menambahkan bahwa orang Italia lahiriahnya kotor, namun rumah mereka bersih dan rapi. Pembicaraan kami berkembang ke masyarakat Timur, Apakah Anda memperhatikan mengapa kota-kota di Timur begitu banyak debu? Oleh karena masyarakat di Timur menghilangkan debu dengan menyapu. Hari ini saya menyapu ke arah tetangga, mungkin esok giliran tetangga yang menyapu ke arah rumah saya. Mungkin ini disebabkan karena masyarakat Timur suka bergaul dan membalas kebaikan. Atau mungkin kita tidak terlalu peduli akan orang lain, yang penting rumah sendiri bersih. Di Barat, orang-orang membersihkan debu dengan cara menyedotnya, lalu dibuang di pembuangan. Mereka menggunakan penghisap debu (vacuum cleaner) dengan latar belakang pemikiran bahwa kotoran harus dibersihkan dengan tuntas. Dalam hal ini, pemikiran barat dipengaruhi Kekristenan. Mengapa demikian? Oleh karena Tuhan Yesus datang bukan untuk memindahkan dosa dari suatu tempat ke tempat lain. Ia datang untuk menanggung dosa kita dan menyelesaikannya dengan penderitaan dan kematian-Nya.

Bagaimana cara kehidupan luar kita merupakan pantulan “jiwa yang ada di dalam diri kita”? Tuhan berkata, ”JalanKu lebih tinggi daripada jalanmu.” Jalan yang berbeda menghasilkan kehidupan yang berbeda. Orang Tionghoa melahirkan anak dengan kesadaran bahwa ia adalah sumber anak-anaknya. Orang Barat beranggapan bahwa anak-anak ini dilahirkan dalam keluargaku. Ketika seseorang menjabat di pemerintahan, itu berarti ia memiliki kuasa untuk berbuat yang diinginkan. Orang Inggris berpendapat bahwa saat seseorang menjadi pejabat, ia berada dalam kuasa bukan menguasai kekuasaan. Kita tidak boleh mengabaikan konsep ini, oleh karena semua ini memengaruhi cara hidup kita.

Bila kebudayaan menguasai posisi yang sedemikian penting, mandat kebudayaan orang Kristen adalah menerangi kebudayaan dengan Firman Tuhan. Kalau Saudara berkecimpung di dunia politik, Saudara harus memakai firman Tuhan untuk mempengaruhi kehidupan politik. Kalau Saudara berkecimpung di dunia pendidikan, Saudara harus memakai kebenaran Allah Pencipta Jiwa manusia untuk menghibur, menerangi, mengoreksi ideologi yang ada di dalam diri manusia. Karena terang alam masih kurang memadai, sebab itu terang Allah dibutuhkan oleh dunia ini.

Itulah sebabnya Yesus Kristus berkata. “Kamulah terang dunia.” Terang alam ini masih kurang, maka kamu perlu memakai terang Tuhan untuk menerangi dunia. Jika pemimpin Kristen tidak menyadari bahwa firman Tuhan lebih tinggi daripada kebudayaan manusia; jika pemikir Kristen tidak berdaya menerangi terang rasio dengan terang yang lebih tinggi, maka kita belum pernah bersaksi bagi Tuhan.

Disebuah rumah makan di Surabaya, saya menemukan sebuah patung ukiran Yunani. Sebuah patung seorang yang sedang memegang sebuah lentera sambil mengernyitkan dahinya. Patung itu adalah Diogenes. Dia sedang mencari Summum Bonum tidak menemukannya. Ini mempunyai kemiripan dengan pemikiran Tionghoa. Di dunia ini ada dua orang baik, yang satu baru saja meninggal dunia dan satu lagi belum lahir. Diogenes berusaha mencari orang bijak. Meskipun sinar mata hari begitu terang, ditambah dengan cahaya lenteranya, ia tetap tidak menjumpai orang bijak di seluruh kota Atena. Ketika ditanyakan, ”Untuk apa membawa lentera di bawah terik matahari?” Ia menjawab, “Terik matahari belum cukup, itulah sebabnya saya membawa lentera namun saya tetap tidak menemukan Terang.” Tuhan Yesus berkata, “Kamulah terang dunia.” Terang alami masih belum memadai, maka terangilah dunia ini dengan terang yang berasal dari Kristus.

Jika pemimpin Kristen tidak memiliki terang Allah yang besar dari kebudayaan manusia, jika pemikir Kristen tidak mampu menerangi rasio manusia, maka kita belum bersaksi bagi Tuhan. Bersaksi bukanlah sekedar memuji Tuhan oleh karena kita diluputkan dari bahaya. Westminster Confession of Faith menegaskan bahwa terang alami tidak memadai, oleh karenanya dunia ini memerlukan terang wahyu khusus Allah. Sekarang kita akan melihat apa kekurangan dari kebudayaan.

1. Bagaimanapun majunya suatu kebudayaan, bagaimanapun megahnya kesuksesan suatu kebudayaan, tetap tidak pernah menjelaskan masalah yang sesungguhnya tentang sumber dan arah manusia.

Alvin Toffer, Naisbitt, dan Herman Kahn adalah para futurolog terkenal. Buku tulisan mereka menjadi buku bestseller, di mana pun dijual. Namun, apakah arah dunia yang mereka tunjukkan sama seperti yang diberikan para nabi? Ditinjau dari segi tujuan fungsinya, mereka berharap bisa mencapai hal itu. Tapi ditinjau dari esensi praktis, mereka hanya menduga apa yang akan terjadi dari fenomena-fenomena yang ada. Tidak ada esensi wahyu Allah di dalam sistem mereka, tidak memakai janji Allah di dalam sejarah untuk mengontrol dan mengkonfirmasikan kata-kata mereka. Sebab itu, perkataan mereka yang berfungsi sebagai nabi itu tidak dapat sungguh-sungguh menunjukkan arah bagi kebudayaan dunia.

Apa yang tidak dapat kita jangkau di dalam kebudayaan? Sumber manusia dan masalah arah manusia tidak dapat diselesaikan oleh kebudayaan. Kebudayaan yang berada di dalam limitasi Kejatuhan dalam dosa. Maka kebudayaan sama sekali tidak mungkin mengakui dengan sungguh bahwa ia juga berada di dalam Kejatuhan. Jika fakta Kejatuhan ini menjadi kabur di kalangan kaum injili, maka kuasa kita pun hilang.

Mengapa hari ini banyak orang, pada saat menyampaikan berita Injil tidak berkuasa meyakinkan orang lain? Karena di dalam dirinya sama sekali tidak mempunyai kuasa untuk menyembuhkan dunia, karena dia telah terlebih dahulu merasa bahwa dunia mungkin tidak tersesat dan tidak membutuhkan pengobatannya, sehingga secara otomatis mereka kehilangan kuasa. Karena Anda tidak mengetahui di mana mereka jatuh. Seseorang yang tidak merasa hilang, kepadanya tidak perlu ditunjukkan arah yang baru. Para penghotbah agung dari zaman ke zaman, para penginjil besar dari zaman ke zaman, para misionaris agung dari zaman ke zaman, mengetahui bahwa umat manusia sudah terhilang. Mereka juga tahu bahwa Allah berjanji menunjukkan arah kepada kita. Berpijak dari kesadaran inilah mereka menemukan jalan dan cara penginjilan, agar manusia bertobat dan kembali kepada Allah.

2. Kebudayaan juga tidak mampu memperlihatkan standar yang mutlak. Bagaimanakah standar yang mutlak dibangun di antara iman kepercayaan dan kehidupan, kebudayaan tidak mampu memberikan jawaban kepada kita.

Bila anda meneliti filsafat Yunani dengan cermat, Anda akan menemukan perdebatan sengit antara dua kutub yang ekstrem yang kemudian berkembang menjadi topik perdebatan yang tidak kunjung habis dari zaman ke zaman. Mereka mengajukan pertanyaan dan selama ribuan tahun tidak mendapatkan jawaban. Masalah relatif dari dua kutub yang ekstrem itu mencakup apakah dunia ini terus menerus berubah atau tetap tidak berubah, apakah dunia ini terus berubah atau abadi. Konsep tentang “berubah” dan “tidak berubah” ini sedang berubah menjadi arah dari dua pemikiran. Selama ribuan tahun keduanya terus diperdebatkan. Semua pemikir yang agak condong ke kiri menekankan hal-hal yang berubah, sedangkan pemikiran yang agak condong ke kanan lebih menekankan hal-hal yang tidak berubah. Baik kita sadar atau tidak sadar, kita selalu hidup di dalam kontradiksi antara kedua kutub ini. Misalnya, Partai Konservatif di Inggris mewakili pemikiran yang tidak berubah, sedangkan Partai pekerja mewakili pemikiran yang terus berubah.

Dua konsep ini telah muncul. Apakah bersifat universal atau pribadi, yang umum atau yang khusus? Is it common or personal, is it general or particular, is it universal or special? Inilah yang menjadi topik perdebatan. Apakah yang diperjuangkan oleh filsuf Socrates dan Plato? Kebenaran adalah bersifat universal, kebenaran itu kekal adanya, kebenaran itu tidak berubah. Maka filsafat yang klasik, tradisional, dan tidak berubah ini percaya akan adanya eksistensi kebenaran yang mutlak, eksistensi kebenaran yang universal.

Tetapi kebudayaan sulit memberikan jawaban terhadap problema ini. Di dalam kebudayaan yang paling tinggi, hal-hal ini yang diakui oleh satu kebudayaan dikutuk oleh kebudayaan lain, hal yang dijunjung tinggi oleh satu kebudayaan dihina oleh kebudayaan lain. Sebab itu, bagaimanapun agungnya satu kebudayaan, tetap tidak mampu menelusuri asal-usul ataupun menunjukkan arah, tidak mampu menemukan standar yang mutlak, tidak mampu membuat kita memberikan tanggapan yang sama.

3. Kebudayaan tidak mampu melepaskan kita dari kekacauan pengetahuan.Kontradiksi pengetahuan ini ditinjau dari mana? Ditinjau dari level pengetahuan yang berbeda-beda, pengetahuan yang satu lebih tinggi daripada pengetahuan yang lain, pengetahuan yang satu lebih rendah daripada pengetahuan lain, ini yang disebut level dari epistemologi.

Sering kali kita mempunyai kelemahan yang sama, kita mempunyai penetapan nilai yang salah, yang bersifat sangat subjektif dan penuh percaya diri. Kita mempunyai konsep yang sangat selektif dalam memilih mana yang kita suka dan mana yang kita tidak suka. Di masa kekacauan level pengetahuan seperti ini, kita tahu bahwa kekacauan pengetahuan pun dimulai setelah kejatuhan.

Pada 300 tahun terakhir ini kita menyaksikan pemutarbalikan yang besar: pengetahuan ilmiah yang sebenarnya berada pada level terendah telah diangkat pada level yang tertinggi sedangkan pengenalan terhadap Tuhan, yang seharusnya berada pada level tertinggi, telah dipindahkan pada level terendah. Inilah kekacauan epistemologi. Mengapa disebutkan tadi bahwa pengetahuan sebenarnya berada pada level terendah? Mengapa pengenalan yang sungguh terhadap Tuhan adalah level yang tertinggi? Mengapa manusia zaman modern telah memutarbalikkan yang rendah menjadi yang tinggi dan yang tinggi menjadi yang rendah? Apakah penyebab kekacauan masa kini? Karena hal yang dibuktikan secara ilmiah hampir tidak dapat disangkal, maka manusia menganggap karya ilmiah sebagai pengetahuan yang pasti, yang terpercaya. Sebaliknya, banyak perkataan gereja yang tidak dapat dipercaya, tidak dapat dibuktikan melalui eksperimen, maka ditarik pada level yang terendah.

Beberapa waktu yang lalu, pusat gereja Katolik memutuskan untuk mengakui hukuman yang dijatuhkan oleh gereja Katolik kepada Galileo adalah salah. Sudah terlambat berapa lama? Kurang lebih 300 tahun kemudian, gereja baru mengakui salah. Dahulu gereja memfitnah ilmuwan, mengadili ilmuwan, menjatuhkan hukuman kepada ilmuwan. Akhirnya setelah lewat ratusan tahun, baru mengakui bahwa pada saat itu mereka telah melakukan kesalahan. Sudah terlambat. Selama ratusan tahun ini, banyak kaum intelektual menganggap gereja adalah organisasi yang menganiaya kebenaran. Dan orang-orang yang menganiaya para ilmuwan itu adalah mereka yang setiap hari berdoa dengan saleh, yang kelihatannya sangat dekat dengan Tuhan. Yang membuat para ilmuwan sejati tidak mau percaya Tuhan mungkin adalah orang-orang yang paling pandai berdoa ini. Karena perkataan gereja sudah tidak lagi dapat dipercaya, kebenaran gereja tidak dapat dieksperimenkan, maka pengetahuan gereja tentang kebenaran Allah dianggap sebagai suatu yang rendah, sedangkan pengetahuan terhadap alam dan ilmu dianggap sebagai sesuatu yang tinggi.

Tetapi mari kita perhatikan, apakah posisi pengetahuan ilmiah sudah pada tempatnya? Tidak! Disatu pihak saya ingin memutarbalikkan posisi ini, dilain pihak saya tidak menginginkan para ilmuwan memuliakan diri mereka sendiri. Karena pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang mempelajari alam yang lebih rendah posisinya dari pada manusia. Pengetahuan yang mempelajari manusia sendiri lebih tinggi daripada pengetahuan yang mempelajari alam, tetapi manusia justru menganggap pengetahuan yang mempelajari manusia lebih rendah daripada pengetahuan yang mempelajari materi. Ini adalah kekacauan konsep nilai.

4. Kebudayaan tidak mampu membawa kita menemukan posisi kita yang sebenarnya di dalam alam semesta. Dimanakah posisiku di dalam alam semesta ini? Kebudayaan tidak mampu meletakkan kita pada posisi kita yang sebenarnya di dalam alam semesta ini. Inilah letak permasalahan manusia modern di dalam kebudayaan.

Manusia memiliki kesuksesan di bidang ilmiah, matematika, filsafat, dan lain-lain, namun akhirnya manusia tidak tahu di mana mereka harus meletakkan dirinya. Butir keempat ini merupakan satu kelemahan yang sangat besar. Alkitab jelas mengatakan Allah lebih tinggi daripada materi. Segala kenikmatan materi adalah untuk manusia, dan manusia adalah untuk Allah. Kalau segala materi berada di bawahmu dan setelah engkau menemukan kesuksesan darinya lalu memuliakan Allah, berarti engkau mengenal posisimu dengan jelas. Kalau engkau pergi ke gereja, berdoa, dan berbakti, hanya ingin memperalat Tuhan untuk memperoleh materi, urutanmu sudah menjadi kacau. Inilah yang tidak dapat dilakukan kebudayaan bagimu.

Anda menyaksikan di berbagai tempat di mana kebudayaan telah berkembang dengan tinggi justru banyak terjadi kasus bunuh diri. Tempat yang paling maju secara materi dan paling makmur secara ekonomi justru adalah tempat di mana manusia merasa tidak begitu berarti. Justru di kota yang paling padat penduduknya, manusianya sering merasa kosong dan kesepian. Di desa hanya ada beberapa keluarga, di sini teriak di sana ada yang menyahut. Tetapi di kota, yang tingkat kepadatannya sangat tinggi, di mana satu rumah didiami oleh puluhan orang. Anda bahkan tidak mengetahui siapa nama tetanggamu. Sudahkah Anda menyadari akibat dari perkembangan kebudayaan yang begitu tinggi? Manusia tetap tidak terlepas dari hal-hal yang kontradiktif, yang kacau, yang tidak jelas posisinya, tidak terlepas dari pemutarbalikan level pengetahuan.

5. Kebudayaan tidak berdaya memberitahukan pusat dan makna hidup kepada kita. Setiap kebudayaan memikirkan tentang sistem nilai. Setiap agama, setiap kebudayaan berharap menemukan pusatnya, di manakah pusat itu? Kebudayaan tidak dapat memberikan jawaban kepada kita.

Bolehkah kita mengatakan bahwa selain hidup, waktu adalah pusaka yang penting dan yang berharga. Hidup kita sama panjangnya dengan waktu klita. Saya pernah memberikan tiga definisi untuk waktu :

Waktu adalah hidup – Time is life. Definisi orang Barat adalah Time is money. Is that all? I say, “No!” Time is life. Waktumu sama panjangnya dengan hidupmu. No more no less, time is your life.

Waktu adalah catatan kehidupan – Time is your record. Di dalam seluruh proses waktu. Engkau telah mencatat hidup yang kau miliki itu hidup yang bagimana, engkau tidak akan dapat menghapusnya kecuali engkau menerima pengampunan dari Yesus Kristus.

Waktu adalah kesempatan – Time includes all of the opportunity in your life. Di dalam seluruh proses hidup kita, kita berharap dapat menemukan pusat dari makna hidup yang sesungguhnya. Dapatkah kebudayaan memberikan ini kepada kita? Tidak!

Abad kedua puluh adalah saat di mana manusia paling maju karena kesuksesan kebudayaan itu begitu besar. Pada awal abad kedua puluh mungkin tidak sampai seper-sepuluh ribu orang menikmati penerangan listrik, karena saat itu Edison belum menemukannya. Tetapi pada akhir abad ini, tidak sampai sepersepuluh ribu manusia yang tidak tahu apa itu listrik. Di awal abad kedua puluh banyak orang belum memiliki kendaraan bermotor, hanya para miliuner yang dapat menikmati mobil. Tetapi di akhir abad ini, orang yang paling miskin pun naik mobil, meskipun tidak naik mobil pribadi, tetapi toh bisa naik kendaraan umum. Pada awal abad kedua puluh manusia masih merangkak di tanah, tetapi akhir abad ini pesawat ruang angkasa pun tanpa perlu dikemudikan oleh manusia dapat terbang ke ruang angkasa yang begitu jauh. Inilah hasil yang dicapai abad ini.

Tetapi abad kedua puluh ini adalah abad yang bagaimana? Abad kedua puluh adalah abad yang menjual dirinya sendiri. Kebudayaan abad kedua puluh telah menjual dirinya sendiri karena abad kedua puluh rela menyerahkan diri kepada abad kesembilan belas untuk menjadi hambanya. Apakah maksud dari perkataan ini? Abad kesembilan belas menghasilkan evolusi, lalu disebarluaskan pada abad kedua puluh. Abad kesembilan belas menghasilkan eksistensialisme, lalu di abad inilah kita mengadakan eksperimen untuk hal itu. Abad kesembilan belas memproduksi positivisme logis, abad keduapuluh mempromosikannya di kalangan intelektual. Kita menghidupi jalan evolusi, jalan eksitensialisme, jalan komunisme, jalan positivisme ilmiah. Sampai hampir berlalunya abad ini, manusia akhirnya baru menemukan terlalu banyak spekulasi di dalam evolusi, ancaman eksitensialisme terhadap eksistensiku terlalu besar, komunisme telah membunuh paling sedikit 80 juta orang tidak bersalah di Tiongkok dan Uni Soviet. Setelah selesai menjalani satu abad baru sadar. “Celaka, kita sudah salah jalan, -isme ini telah mencelakakan RRC.” Sesudah satu abad manusia baru menemukan terlalu banyak kesalahan di dalam Scientific Positivism. Pada saat manusia terbangun di akhir abad kedua puluh, manusia baru menemukan abad ini sudah habis.

Kita justru hidup di dalam zaman seperti ini, sebab dasarnya adalah kita terlalu membanggakan kebudayaan manusia, tetapi tidak mau firman Tuhan. Di dalam lubuk hati kita ada suara yang berkata, “Jalanku lebih tinggi daripada jalan-Mu, rancanganku lebih tinggi daripada rancangan-Mu.”

Kita yang berdiri di batas akhir abad kedua puluh mengharapkan hidup yang bagaimana yang akan ditempuh oleh mereka yang hidup di abad kedua puluh satu? Sebagai orang Kristen, apakah yang kau harapkan dari pengaruh Kekristenan di abad kedua puluh satu? Apakah masih seperti kita saat ini? Mungkin kita tidak memberikan sumbangsih apa-apa terhadap dunia. Kebangunan yang kita butuhkan bukan kebangunan tradisional yang hanya bersifat emosional, dan perubahan secara moralitas saja. Penginjilan yang kita butuhkan bukan hanya penyampaian firman secara lahiriah saja, lalu kita mengakhirinya.

Sumbangsih orang Kristen hari ini terhadap dunia adalah jauh melampaui hal-hal yang telah kita perbuat. Oswald Spangler, Sir Arnold Toynbee, atau Sorokin yang terkenal di Rusia, atau Solzhenitsyn, seorang tokoh penting dari kebudayaan, mereka semua memberi petunjuk bahwa dunia ini adalah dunia yang pesimistis. Pada saat kita memikirkan tentang kemungkinan yang optimistis, ada jiwa yang agung sedang mengetuk hati kita. “Hai manusia, jangan terlalu cepat tertawa, jangan terlalu cepat optimis.” Spangler menulis sebuah buku yang berjudul The Decline of the west. Hanya dia seorang diri yang melihat gedung-gedung pencakar langit, seni yang sudah dicapai, namun kemudian mengatakan, “Barat sudah hampir habis.” Orang lain memandangnya sebagai orang gila, namun saya beritahukan bahwa apa yang dikatakannya itu benar.

Toynbee juga mengatakan, “Kebudayaan juga mempunyai empat musim, ada hari di mana dia bisa mati.” Ini adalah perkataan seorang pengkhotbah besar yang dipengaruhi oleh pemikiran Spangler. Dia berpendapat bahwa Kekristenan dapat mewakili dunia. Sorokin memberi tahu kita, sekarang gereja pun berada di dalam krisis. Pada abad kedua belas dan ketiga belas, 65 persen orang jenius berada di dalam gereja, tetapi ketika abad kedua puluh sudah hampir berakhir, hanya kurang dari 6 persen orang jenius yang berada di dalam gereja, bahkan dari antara jumlah itu, banyak yang tidak jelas imannya.

Sekarang, kalau ada satu orang jenius di gereja kita sudah merasa hebat, puji Tuhan yang sudah membangunkan seorang jenius. Banyak orang merasa dapat menyanyi, tetapi terlalu sedikit orang yang mendengar. Maka mereka pun lari dan menyanyi di luar gereja. Hari ini kalau orang ingin melihat yang bagus, ingin mendengar yang bagus, ingin membaca yang bagus, ingin memahami yang bagus, tidak di gereja.

Adakah engkau melihat Amerika sangat sukses, sangat maju, sangat bebas, sangat kaya? Kali pertama saya ke Amerika, saya masih merasa sedikit berminat, tetapi semakin melihat semakin merasa ada yang tidak beres. Sepuluh tahun lagi. Amerika akan menjadi negara modern yang biadab, suatu negara ekonomi besar yang sangat miskin, suatu negara yang mempunyai kekuatan senjata tetapi tidak mempunyai kekuatan batiniah. Dia adalah negara kaya yang paling banyak utangnya. Sudahkah Anda melihat hal ini?

Kemajuan zaman ini akan menjadi sangat mengerikan di masa mendatang. Ketika dunia Barat mulai guncang kita menyaksikan beberapa hal :

  • Ancaman kekuatan nuklir,
  • Ancaman penyakit AIDS,
  • Ancaman pencemaran lingkungan,
  • Ancaman ekonomi yang kuat secara eksternal namun lemah secara internal,
  • Ancaman etika relatif,
  • Ancaman segala kekacauan sistem.

Di dalam kekacauan ini manusia tidak tahu lagi mau ke mana. Manusia zaman ini adalah binatang yang mengenakan busana yang cantik, manusia biadab yang menyandang kebudayaan tinggi, perampok yang sah. Banyak pejabat pemerintah adalah legalized robbers.

Ketika semua ancaman ini datang, orang Timur masih belum menyadarinya. Mereka masih sangat menyanjung negara Barat. Kalau saja kita dapat mengirim anak bersekolah si Amerika, atau di Inggris, kita sangat bersyukur kepada Tuhan. Akhirnya mereka membawa pulang ilmu pengetahuan tetapi juga mungkin membawa penyakit AIDS untuk ditularkan kepada orangtuanya yang mengirimnya sekolah. Dunia ini mengerikan sampai pada satu tahap, tetapi kita belum menemukan tulang punggung dan pusatnya.

Amin.

SUMBER :
Nama buku : Dosa dan Kebudayaan
Sub Judul : Bab VII Kebudayaan : Jiwa dan Problema Masyarakat
Penulis : Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit : Institut Reformed STEMI, 1997
Halaman : 55 – 70