Lanjutan….

Tax AmnestyPasal 11 berisikan ayat-ayat hal sebagai berikut:

  1. Wajib Pajak yang telah menyampaikan Surat Pernyataan diberi tanda terima sebagai bukti penerimaan Surat Pernyataan.
  2. Wajib Pajak yang telah memperoleh tanda terima tidak dilakukan :
    • Pemeriksaan;
    • Pemeriksaan bukti permulaan; dan/atau
    • Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan,
  3. Wajib Pajak yang telah memperoleh tanda terima sedang dilakukan :
    • Pemeriksaan;
    • Pemeriksaan bukti permulaan; dan/atau
    • Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan. Ditangguhkan sampai dengan diterbitkannya Surat Keterangan.
  4. Pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan, dan/atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dihentikan dalam hal Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri menerbitkan Surat Keterangan.
  5. WP yang telah diterbitkan Surat Keterangan memperoleh fasilitas Pengampunan Pajak berupa :
    • penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan ketetapan pajak, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan, dan tidak dikenai sanksi pidana di bidang perpajakan
    • penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga, atau denda, untuk kewajiban perpajakan sampai dengan akhir tahun pajak terakhir.
    • tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang perpajakan sampai dengan akhir tahun pajak terakhir.
    • penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan, dalam hal WP sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan dan penyidikan tindak pidana di Bidang perpajakan atas kewajiban perpajakan, sampai dengan akhir tahun pajak terakhir.
  6. Penghentian penyidikan dilakukan oleh pejabat di lingkungan  Direktorat Jenderal Pajak yang melaksanakan tugas dan fungsi penyidikan sesuai dengan ketentuan UU Pajak.

BAB VI : KEWAJIBAN INVESTASI ATAS HARTA YANG DIUNGKAPKAN DAN PELAPORAN

Pasal 12 berisikan ayat-ayat hal sebagai berikut:

  1. Wajib Pajak yang menyatakan mengalihkan dan menginvestasikan Harta harus mengalihkan harta melalui Bank Persepsi yang ditunjuk secara khusus untuk itu (tunggu PMK-nya) paling lambat :
    • tanggal 31 Desember 2016 bagi WP yang menyatakan mengalihkan dan menginvestasikan Harta (repatriasi dengan tarif 2% dan 3%)
    • tanggal 31 Maret 2017 bagi WP yang menyatakan mengalihkan dan menginvestasikan Harta ( repatriasi dengan tarif 5%),
  2. Jangka waktu investasi paling singkat 3 tahun terhitung sejak tanggal dialihkannya harta ke dalam NKRI.
  3. Investasi dilakukan dalam bentuk :
    • Surat berharga Negera Republik Indonesia;
    • Obligasi Badan Usaha Milik Negara;
    • Obligasi lembaga pembiayaan yang dimiliki oleh Pemerintah;
    • Investasi keuangan pada Bank Persepsi;
    • Obligasi perusahaan swasta yang perdagangannya diawasi oleh Otoritas Jasa keuangan;
    • Investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah; da/atau
    • Bentuk investasi lainya yang sah sesuai dengan peraturan UU.

Pasal 13 berisikan ayat-ayat hal sebagai berikut:

  1. Wajib Pajak atau kuasa yang ditunjuk harus menyampaikan laporan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri mengenai :
    • realisasi pengalihan dan investasi atas harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan untuk Harta tambahan yang dialihkan ke dalam wilayah NKRI atau
    • Penempatan atas Harta tambahan yang diungkapkan dalam surat pernyataan untuk harta tambahan yang berada di dalam wilayah NKRI, bagi Wajib Pajak yang tidak mengalihkan harta ke luar wilayah NKRI.
  2. Berdasarkan laporan, Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri dapat menerbitkan dan mengirimkan surat peringatan setelah batas akhir periode penyampaian Surat Pernyataan dalam hal :
    • WP yg menyatakan mengalihkan dan menginvestasikan ke dalam NKRI tetapi tidak memenuhi ketentuan
    • WP yang menyatakan  tidak mengalihkan harta ke luar NKRI tetapi tidak memenuhi ketentuan.
  3. WP harus menyampaikan tanggapan atas Surat Peringatan dalam jangka waktu paling lama 14 hari terhitung sejak tanggal kirim.
  4. Dalam hal berdasarkan tanggapan Wajib Pajak diketahui bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan, berlaku ketentuan :
    • terhadap Harta bersih tambahan yang tercantum dalam Surat Keterangan diperlakukan sebagai penghasilan pada tahun pajak 2016 dan atas penghasilan dikenai sanksi sesuai ketentuan perpajakan.
    • Uang tebusan yang telah dibayar oleh Wajib Pajak diperhitungkan sebagai pengurang pajak.
  5. Terhadap Wajib Pajak (pada poin 4) tetap berlaku ketentuan mengenai perlakukan khusus dalam rangka Pengampunan Pajak.

BAB VII : PERLAKUAN PERPAJAKAN

Pasal 14 berisikan ayat-ayat hal sebagai berikut:

  1. Bagi WP yang diwajibkan menyelenggarakan pembukuan harus membukukan selisih antara nilai Harta bersih yang disampaikan dalam Surat Pernyataan dikurangi dengan nilai Harta bersih yang dilaporkan oleh WP dalam SPT PPh Terakhir.
  2. Harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan yang berupa aktiva tidak berwujud, tidak dapat diamortisasikan untuk tujuan perpajakan,
  3. Harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan yang berupa aktiva berwujud, tidak dapat disusutkan untuk tujuan perpajakan.

Pasal 15 berisikan ayat-ayat hal sebagai berikut:

  1. WP yang telah memperoleh Surat Keterangan dan membayar Uang Tebusan atas :
    • Harta tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan; dan/atau
    • Harta berupa saham, yang dibaliknamakan atas nama Wajib Pajak harus melakukan pengalihan hak menjadi atas nama Wajib Pajak.
  2. Pengalihan hak dibebaskan dari pengenaan PPh, dalam hal :
    • permohonan pengalihan hak; atau
    • penandatanganan surat pernyataan oleh kedua belah pihak dihadapan notaris yang menyatakan bahwa harta adalah benar milik Wajib Pajak yang menyampaikan Surat pernyataan, dalam hal harta dimaksud belum dapat diajukan permohonan pengalihan hak, dilakukan dalam jangka waktu paling lambat, tanggal 31 Desember 2017.
  3. pengalihan hak dibebaskan dari pengenaan PPh dalam hal terdapat perjanjian pengalihan hak dalam jangka waktu paling lambat tanggal 31 Desember 2017.
  4. Apabila sampai dengan tanggal 31 Desember 2017, WP tidak mengalihkan hak, atas pengalihan hak yang dilakukan dikenai pajak sesuai dengan ketentuan UU mengenai PPh.

Pasal 16 berisikan ayat-ayat hal sebagai berikut:

  1. Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan, tidak berhak :
    • mengkompensasikan kerugian fiskal
    • Mengkompensasikan kelebihan pembayaran
    • Mengajukan restitusi
    • Melakukan pembetulan SPT setelah UU ini diundangkan
  2. Setelah Undang-undang ini diundangkan, pembetulan SPT yang disampaikan  oleh WP yang menyampaikan Surat Pernyataan dianggap tidak disampaikan.

Pasal 17 berisikan ayat-ayat hal sebagai berikut:

  1. SKP, SKPPKP, SK Pembetulan, SK Pengurangan Ketetapan pajak, SK Pembatalan Ketetapan Pajak, SK Keberatan, Putusan banding, Putusan Gugatan, Putusan Peninjauan Kembali, sebelum akhir tahun pajak terakhir, yang terbit sebelum Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan, tetap dijadikan dasar bagi :
    • Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan penagihan pajak dan/atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
    • WP untuk mengkompensasikan kerugian fiskal;
    • WP untuk mengkompensasikan kelebihan pembayaran pajak. Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  2. SKP, SKPPKP, SK Pembetulan, SK Pengurangan Ketetapan pajak, SK Pembatalan Ketetapan Pajak, SK Keberatan, Putusan banding, Putusan Gugatan, Putusan Peninjauan Kembali, sebelum akhir tahun pajak terakhir, yang terbit setelah WP menyampaikan Surat Pernyataan, tidak dapat dijadikan dasar bagi :
    • DJP untuk melakukan penagihan pajak dan/atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
    • WP untuk mengkompensasikan kerugian fiskal; dan
    • WP untuk mengkompensasikan kelebihan pembayaran pajak.
  3. Dalam hal SKP, SKPPKP, SK Pembetulan, SK Pengurangan Ketetapan pajak, SK Pembatalan Ketetapan Pajak, SK Keberatan, Putusan banding, Putusan Gugatan, Putusan Peninjauan Kembali, sebelum akhir tahun pajak terakhir, yang terbit sebelum WP menyampaikan Surat Pernyataan yang mengakibatkan timbulnya kewajiban pembayaran imbalan bunga DJP, atas kewajiban dimaksud menjadi hapus.

BAB VIII: PERLAKUAN ATAS HARTA YANG BELUM ATAU KURANG DIUNGKAP

Pasal 18 berisikan ayat-ayat hal sebagai berikut:

  1. Setelah memperoleh Surat Keterangan, ditemukan data dan/atau informasi mengenai harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/informasi mengenai Harta dimaksud.
  2. Dalam hal :
    • WP tidak menyampaikan Surat Pernyataan sampai dengan periode Pengampunan Pajak berakhir; dan
    • DJP menemukan data dan/atau informasi mengenai Harta WP yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam SPT PPh. Atas harta tersebut dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh WP pada saat ditemukannya paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak UU ini berlaku.
  3. Atas tambahan (poin 1) penghasilan dikenai PPh sesuai dengan ketentuan UU PPh dan ditambah dengan sanksi administrasi perpajakan berupa kenaikan 200% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar.
  4. Atas tambahan (poin 2) PPh dikenai sanksi sesuai ketentuan UU.

BAB IX: UPAYA HUKUM

Pasal 19 berisikan ayat-ayat hal sebagai berikut:

  1. Sengketa yang timbul terkait pelaksanaan UU ini hanya dapat diselesaikan melalui pengajuan gugatan.
  2. Gugatan hanya dapat diajukan pada badan peradilan pajak.

BAB X : MANAJEMEN DATA DAN INFORMASI

Pasal 20 berisikan : Data dan Informasi yang bersumber dari Surat Pernyataan dan lampirannya yang diadministrasikan oleh Kementerian keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan UU ini tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap Wajib Pajak.

Pasal 21 berisikan ayat-ayat hal sebagai berikut:

  1. Menteri menyelenggarakan Manajemen Data dan Informasi dalam rangka pelaksanaan UU ini,
  2. Menteri, Wakil menteri, pegawai Kementerian Keuangan dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, dilarang membocorkan, menyebarluaskan, dan/atau memberitahukan data dan informasi yang diketahui atau diberitahukan oleh Wajib Pajak kepada pihak lain.
  3. Data dan informasi yang disampaikan WP dalam rangka Pengampunan Pajak tidak dapat diminta oleh siapapun atau diberikan kepada pihak manapun berdasarkan peraturan perundang-undangan lain, kecuali atas persetujuan WP sendiri.
  4. Data dan informasi yang disampaikan WP digunakan sebagai basis data perpajakan DJP.

Pasal 22 berisikan : Menteri, Wakil menteri, pegawai Kemenkeu, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengampunan Pajak, tidak dapat dilaporkan, digugat, dilakukan penyelidikan, dilakukan penyidikan, atau dituntut, baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XI : KETENTUAN PIDANA

Pasal 23 berisikan ayat-ayat hal sebagai berikut:

  1. Setiap orang yang melanggar ketentuan (membocorkan, menyebarluaskan,) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
  2. Penuntutan terhadap tindak pidana hanya dilakukan atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar.

BAB XII : KETENTUAN PIDANA

Pasal 24  Ketentuan lebih lanjut mengenai :

  • pelaksanaan Pengampunan Pajak;
  • penunjukan Bank Persepsi yang menerima pengalihan harta;
  • prosedur dan tata cara investasi;
  • penyampaian laporan;
  • penunjukan pejabat yang berwenang

diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB XIII : KETENTUAN PIDANA

Pasal 24 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan (1 Juli 2016).

 

Keterangan Terkait :