Dr. Stephen TongB. Manusia : Peta Teladan Allah

1. Makna “Peta Teladan Allah”

Mengapakah saya, engkau, kita yang dicipta menurut peta dan teladan Allah memiliki nilai yang begitu tinggi? Untuk ini, kita harus terlebih dahulu mengerti apa artinya “Peta dan teladan Allah.”

a. Substansi Rohani

Allah itu roh adanya. Maka pertama-tama, pengertian kualitas “peta dan teladan Allah” adalah kualitas rohani. Karena Allah adalah roh, maka kita yang dicipta menurut peta dan teladan Allah, juga adalah makhluk rohani. Kita berbeda dari binatang. Binatang tidak dicipta menurut peta dan teladan Allah, sehingga binatang tidak memiliki roh yang kekal. Binatang mempunyai jiwa yang bersifat sementara. Setelah ia mati, selesailah dia dan tidak ada lagi dia. Tetapi kita memiliki jiwa atau roh yang kekal. Setelah mati, kita tetap ada untuk selama-lamanya!

Ada pandangan bahwa binatang mempunyai jiwa dan tubuh, tetapi tidak mempunyai roh yang kekal. Manusia memiliki jiwa dan tubuh dengan roh yang kekal. Penjelasan ini kelihatannya lebih mudah dimengerti, tetapi pandangan ini tidak tepat. Karena di dalam kitab pengkhotbah 3, di situ dituliskan bahwa binatang dan manusia sama-sama mempunyai roh, yang dalam bahasa Ibrani dituliskan ru’ach (artinya : roh). Dituliskan : binatang rohnya ke bawah dan manusia rohnya ke atas (ayat 21). Artinya, jiwa binatang, setelah mati, dikuburkan dan selesai. Tetapi manusia, ketika mati, secara tubuh dikuburkan, tetapi jiwa rohnya kembali menghadap ke hadapan Allah. Manusia harus bertanggung jawab dihadapan Allah untuk selama-lamanya. Itu sebabnya, kita harus jelas bahwa bintang adalah binatang, dan manusia adalah manusia. Manusia bukan bintang dan binatang bukan manusia.

Teori evolusi berusaha menggabungkan dan mencampur-adukan manusia dan binatang. Itu tidak benar, Penemuan yang terakhir arkeologi dan dunia fosil menyatakan bahwa tulang-tulang yang pernah mereka temukan dan yang mereka anggap sebagai tulang nenek moyang manusia sebelum ber-evolusi menjadi manusia, ternyata tidak memiliki benang atau pita suara. Hanya manusia yang mengerti Firman dan hanya manusia yang bisa mendengarkan kata-kata. Manusia yang bisa menemukan dan mengembangkan makna bahasa. Dengan demikian, hanya manusia yang bisa mengerti Firman Tuhan. Binatang hanya bisa bertingkah laku dan berteriak-teriak mengeluarkan suara, tetapi binatang tidak pernah berbahasa. Bintang tidak mungkin berbahasa dan tidak mungkin mengembangkan bahasa. Itu sebabnya tidak ada tempat untuk pita suara bagi mereka.

Para evolusionis tidak percaya kepada Alkitab. Mereka melawan Alkitab, tetapi justru bukti-bukti yang mereka harapkan mendukung kebenaran teori mereka, makin lama makin habis. Dulu saya juga seorang evolusionis. Saya sudah mempelajari filsafat sebelum berusia tujuh belas tahun. Saya adalah seorang intelektual yang tidak mau kalah pada siapapun saat itu. Saat itu saya masih duduk di SMU. Tetapi, kemudian saya bertobat kepada Tuhan Yesus Kristus pada usia tujuh belas tahun, dan sejak itu saya mengikut Tuhan. Bukan karena saya ingin masuk surga, atau ingin disembuhkan. Juga bukan karena saya mau karunia tertentu atau mau kaya. Saya bertobat karena saya mau tahu kebenaran.

Pada waktu itu, saya mempelajari Komunisme, menerima Dialektika-materialisme, menerima teori-teori Darwin, Karl Marx, dan lain-lain; semua pemikiran filsafat yang dianggap paling tinggi pada abad ke-19. Dan pada usia tujuh belas tahun, saya berkata menantang Tuhan: ”Jikalau Engkau memang Allah yang sejati, jawablah semua pertanyaan saya yang paling sulit. Jika saya mendapat jawaban yang benar, saya akan pergi keseluruh dunia untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang paling menyulitkan manusia.” Saya berperang di dalam rohani saya, saya bergumul dihadapan Tuhan saya menantang takhta Tuhan Allah. Akhirnya, dengan begitu banyak fakta, dan pengkhotbah-pengkhotbah yang setia kepada Firman, saya mendapat jawaban. Saya mengetahui bahwa Firman Tuhan adalah benar. Itu sebabnya, saya menyerahkan diri kepada Tuhan dan menjadi hamba Tuhan. Pada usia tujuh belas tahun, saya berdiri di depan sebuah kebaktian, berjanji kepada Tuhan: “Mulai hari ini sampai mati, saya akan menjadi hamba-Mu.” Saya terus menangis, karena mengingat Kristus yang telah mati bagi saya. Baju bagian depan saya basah karena air mata yang begitu banyak keluar. Seumur hidup saya sampai hari ini, belum pernah saya mengalirkan air mata lebih banyak dari pada saat itu, kecuali pada suatu peristiwa yang hampir mirip saat itu, yaitu pada saat mahasiswa-mahasiswa digilas dengan tank dilapangan Tian An Men, Beijing, tanggal 4 Juni 1989. Saat itu saya di New York. Ketika saya membaca surat khabar, langsung air mata saya membanjir turun. Saya tahu, bahwa dulu saya seorang ateis, seorang yang melawan Tuhan, seorang yang membenci Alkitab dan meragukan Allah. Saya membenci pendeta, membenci gereja. Saya pembenci dan pengkritik Kitab Suci. Tetapi akhirnya Tuhan Yesus menyelamatkan saya.

Mengapa Tuhan menyelamatkan kita? Karena kita mempunyai peta teladan Allah, sehingga kita berharga, hormat dan mulia, khususnya karena kita adalah makhluk rohani. Kita bukan hanya mempunyai tubuh yang bisa bertahan beberapa tahun lamanya, tetapi kita juga mempunyai roh yang bersifat kekal. Setelah mati tidaklah habis. Jangan Anda beranggapan jika Anda bunuh diri, selesai hidup. Tidak demikian. Itu pikiran orang bodoh, karena setelah bunuh diri, Anda akan berdiri di hadapan Allah, menanggung dosa selama-lamanya. Jangan Saudara bodoh! Jangan menipu diri! Jangan mengikuti tipuan setan! Mati bukan selesai, mati hanyalah berhenti hidup secara jasmani. Setelah mati, roh kita akan berdiri dihadapan Tuhan dan kita tetap berada selama-lamanya. Entah di sorga atau di neraka. Ini sesuatu yang sangat serius! Kita tidak bisa bermain-main dengan kekekalan. Apa yang sedang Saudara pelajari saat ini, jauh lebih penting dari segala macam kuliah yang bisa Saudara dapatkan di semua universitas, di mana pun juga, entah di Jerman atau Amerika, Jepang, Inggris atau Prancis. Apa yang kita pelajari bukan ilmu manusia, tetapi Firman dari Tuhan, Allah Pencipta, Sang Pemilik alam semesta ini.

b. Substansi Kekekalan

Mengapa hidup kita begitu tinggi? Mengapa roh kita begitu berharga? Karena Allah adalah Allah yang kekal, sehingga manusia yang dicipta menurut peta teladan Allah, juga memiliki roh yang kekal adanya. Roh manusia bersifat abadi. Itu berarti manusia berbeda dari bintang. Ketika binatang terakhir kali menghembus nafasnya, maka dia tidak ada lagi. Kulitnya bisa dijadikan sepatu, dagingnya bisa dimakan, tulangnya bisa menjadi perabot, tetapi keberadaannya sudah tidak ada lagi. Kita tidak perlu mengingat-ingat dia lagi. Tidak perlu kita melihat semua jasanya, apa yang pernah dilakukannya sebagai sesuatu yang bernilai kekekalan.

Manusia tidak seperti binatang. Mengapa orang Tionghoa menyembah nenek moyang? Karena mereka percaya nenek moyang masih ada. Mengapa sampai sekarang di Tian An Men dipampang foto Mao Ze Dong? Karena mereka tidak mau Mao Ze Dong tidak ada. Mengapa jenazah Mao Ze Dong dipelihara di Musoleum? Karena mereka menganggap dia harus terus mempengaruhi orang. Inikah Ateisme? Ateisme pembohong! Ateisme tidak mempercayai bahwa jiwa bersifat kekekalan, tetapi apa yang mereka lakukan tepat berlawanan dengan apa yang mereka teorikan dalam teori filsafat mereka. Semua ini menyadarkan kita untuk kembali kepada Alkitab. Hanya di dalam Kitab Suci dinyatakan tegas bahwa Allah menciptakan manusia dan membubuhkan di dalam diri manusia roh yang berkekekalan. Itu sebabnya, Saudara bernilai, saya bernilai, karena kita mempunyai jiwa yang bersifat rohaniah dan mempunyai hidup yang bersifat kekal.

Karena jiwa kita kekal, maka kita bisa mengatakan pada kekasih kita: “Aku mencintai engkau sampai selama-lamanya.” Jika anak berusia enam belas tahun mengatakan kalimat di atas, bagaimana dia bisa mengetahui “sampai selama-lamanya”? Bukankah ia baru berusia enam belas tahun? Ini disebabkan di dalam jiwanya ada unsur kekekalan. Konsep sedemikian bisa dipandang benar dari konsep ide. Tetapi kalimat tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan, karena orang yang mengatakan demikian, bisa bercerai dua tahun kemudian. Bukankah pada zaman ini perceraian begitu banyak, begitu umum dan begitu terbiasa? Ini semua membuktikan bahwa kita mengaku adanya kegagalan. Kita tidak bisa memastikan apa yang sudah kita janjikan. Hanya Tuhan yang bisa janji dan menepati janji kekal. Puji Tuhan!

c. Substansi Moral

Allah itu kekal, maka kita kekal. Allah itu roh, maka kita bersifat rohani. Dan Allah itu suci adanya, maka kita mempunyai hati nurani. Manusia berbeda dari semua binatang, karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengerti apa itu moral. Satu-satunya makhluk yang bisa menegur diri sedalam-dalam hatinya kalau dia berbuat salah.

Jika Saudara berbuat sesuatu yang baik, sekalipun tidak ada satupun orang lain mengetahuinya, maka saudara sendiri cukup untuk mengerti bahwa Saudara telah berbuat baik. Dengan demikian, Saudara dapat menghibur diri sendiri. Tetapi jika Saudara berbuat hal yang jahat, hal yang rusak, hal yang najis, hal yang melanggar hukum, meskipun tidak ada orang tahu, tetap dirimu akan sedih dan akan menegur diri sendiri tidak habis-habisnya. Mengapa demikian? Karena Saudara adalah manusia, yang dicipta menurut peta teladan Allah. Allah itu suci adanya, maka Ia memberikan hati nurani di dalam lubuk hati Saudara, supaya Saudara mempunyai cahaya rohani, cahaya di dalam jiwa, yang terus menerangi dan terus melakukan penyelidikan pada dirimu sendiri. Itu sebabnya, kita adalah makhluk yang berbeda dari semua binatang, karena kita adalah makhluk yang mempunyai hati nurani.

Istilah “hati nurani” dalam bahasa Indonesia, terdiri dari kata hati + Nur. “Nur” dalam bahasa Ibrani dan Arab berarti cahaya. Dalam bahasa Indonesia menjadi “nurani.” Satu-satunya ayat dalam Perjanjian Lama yang paling berbicara tentang “hati nurani” adalah di Amsal 20 : 27. Di sana dikatakan: “Roh manusia adalah pelita Tuhan, yang menyelidiki seluruh lubuk hatinya” (atau dengan terjemahan lain : “Roh manusia adalah pelita TUHAN yang menyoroti dan menerangi seluruh lubuk hati manusia”). Di dalam bahasa Ibrani di Perjanjian Lama istilah “cahaya” atau “nur” itu muncul, tetapi istilah “hati nurani” dalam pengertian moral yang bersifat mewakili Tuhan Allah, tidak pernah muncul satu kalipun dalam Perjanjian Lama. Namun istilah dan pengertian “hati nurani” (Yun.: sunedeisis) muncul sekita 27 kali di Perjanjian Baru. Artinya: Yang bersama-sama mengetahui denganku (Ingg,: my co-knower). Di dalam Perjanjian Lama hanya Kitab Amsal yang memunculkan pengertian kata ini. Artinya, Tuhan Allah mengirimkan “agen”Nya untuk menyelidiki kita yang bercahaya menerangi gudang hidup kita yang paling dalam dan paling gelap, untuk melihat di mana ada kecoa atau tikus atau binatang-binatang lain atau kotoran. Pada saat gelap, mereka merasa aman, tetapi ketika cahaya tiba, mereka ketakutan dan lari. Ini bagaikan gudang yang penuh dengan dosa dan kegelapan, memerlukan cahaya untuk memberi tahu di mana keadaan yang tidak beres. Cahaya itu bagaikan sebuah lampu sorot, yang menyoroti kehidupan kita. Itulah hati nurani.

Saudara dan saya adalah manusia, itu sebabnya kalau kita berbuat salah, kita sedih. Kalau kita berbuat dosa, kita menyesal dan tidak bisa tidur. Kita marah pada diri kita sendiri dan menegur diri kita sendiri. Kita menyesali mengapa tadi kita mengatakan kalimat itu, atau melakukan tindakan itu. Kita menyesal mengapa kita membunuh.

Pada suatu ketika, saya memberitakan Injil di penjara dan bertemu dengan seorang pembunuh yang sedang dipenjara di situ. Saya menanyakan, mengapa ia membunuh sampai dihukum berpuluh tahun di penjara itu. Ia menjawab: “Pak Stephen Tong, saya mau jujur kepadamu. Dulu sebelum membunuh, saya hanya memikirkan bahwa orang itu begitu jahat dan saya perlu membalas kepadanya, agar ia tahu bahwa ia jahat. Tetapi setelah saya bunuh dia, saya baru tahu bahwa saya sudah melakukan tindakan yang jahat, bahkan lebih jahat dari orang yang saya anggap jahat tadi. Sehingga akhirnya saya harus masuk ke dalam penjara ini.” Saya tanya, apakah saat itu ia sadar bahwa ia telah berbuat salah. Ia mengatakan tidak. Ia hanya merasa perlu menghajar orang itu karena ia merasa orang itu jahat sekali.

Banyak orang yang pada saat berbuat dosa, ia tidak sadar. Ia baru sadar setelah selesai berbuat dosa. Banyak anak perempuan yang tidak sadar dia sedang berzinah. Ia pikir dia sedang bermain-main seks dan boleh mendapat sukacita. Dia baru sadar setelah dia tidak perawan lagi dan berdosa dihadapan Tuhan Allah. Ketika dia bangun, dia menyesal, tetapi sudah terlambat. Demikian Alkitab berkata kepada kita, Tuhan mencipta manusia dengan memberikan hati nurani, maka manusia mempunyai roh yang berpeta dan teladan Allah. Kita berbeda dari binatang. Kalau manusia berbuat salah, manusia menyesal. Tetapi tidak ada binatang yang menyesal jika ia berbuat salah, karena memang ia tidak memiliki hati nurani yang membuat ia bisa menyadari kesalahannya.

Engkau tidak akan pernah menermukan seekor macan yang sedang menggeleng-gelengkan kepala. Lalu ketika Anda bertanya kepadanya, dia mengatakan menyesal karena telah makan orang. Kalaupun ia menyesal, pasti menyesal kenapa makannya kurang banyak. Manusia adalah peta dan teladan Allah. Itu sebab, Saudara adalah makhluk rohani, makhluk yang berkekekalan, dan makhluk yang berhati nurani.

d. Substansi Kasih

Manusia dicipta menurut peta dan teladan Allah, sehingga manusia dicipta dengan daya dasar yang bisa mencintai dan perlu dicintai. Manusia berbeda dari binatang. Binatang hanya mempunyai daya dasar yang sangat dangkal, yaitu naluri (instinct). Mereka perlu makan, mereka perlu seks, tetapi mereka tidak pernah mengerti apa artinya cinta yang berkorban dan cinta yang menyangkal diri, cinta yang berkesucian. Seorang ibu yang begitu mencintai anaknya, tidak mau mengerti siang, tidak mengerti malam, yang ida tahu hanya bagaimana membahagiakan bayinya. Seorang gadis yang tadinya begitu sabar, ketika menjadi seorang ibu, bisa rela tidak tidur semalaman untuk merawat bayinya. Dia rela karena itu adalah anaknya, dan ia begitu mencintai anaknya. Seorang ibu yang sebelumnya suka marah-marah, ketika anaknya sakit dan dalam kesusahan, ia bukan saja tidak marah-marah, tetapi rela mengalirkan air mata, sabar, rela menderita, demi kesembuhan anak-anaknya. Ini adalah suatu daya atau kekuatan cinta kasih yang begitu hebat dan begitu agung yang dikaruniakan oleh Tuhan Allah. Manusia adalah peta dan teladan Allah, sehingga manusia memiliki cinta yang agung. Yang menjadikan manusia agung bukan karena mendapatkan uang bermiliar-miliar, tetapi yang membuat manusia agung adalah jika ia memiliki cinta kasih dengan hati yang sangat besar dan luas, yang mau berkorban untuk orang lain.

Saya ingin mengajak Anda semua untuk berubah pikiran, berubah konsep, berubah dalam nilai-nilai hidup. Jika tadinya Anda sangat egois, mementingkan diri, kini mau menjadi serupa dengan Kristus, mirip seperti Tuhan Yesus, yang sedemikian agung, yang memiliki cinta kasih yang begitu besar dan rela berkorban demi orang lain.

2. Model Peta Teladan Allah dalam Sejarah

Jika demikian, siapakah peta dan teladan Allah yang asli, yang sempurna, yang menjadi dasar teladan bagi kita? Ketika Adam sudah jatuh ke dalam dosa, bukankah itu berarti ia sudah kehilangan peta dan teladan Allah yang asli? Tidak. Adam tidak kehilangan peta dan teladan Allah dalam dirinya. Ia masih memiliki peta dan teladan Allah tersebut, namun peta dan teladan itu telah rusak karena dosa. Saya bisa memakai baju putih seperti ketika baru saya beli. Jadi, dalam arti tertentu, baju ini tidak bisa lagi dikatakan putih, tetapi kalau dilihat masih tetap putih. Ketika dibeli, baju itu putih bersih. Namun setelah dipakai, dicuci, beberapa kali terkena makanan, terkena debu, sekalipun dicuci sudah tidak bisa pulih putih seperti semula. Demikian juga, kita dicipta menurut peta dan teladan Allah. Tetapi setelah kita berbuat dosa, peta Allah, teladan Allah yang ada di dalam diri kita sudah tidak murni seperti aslinya. Lalu, siapakah yang mempunyai peta dan teladan yang asli?

Siapakah yang bisa menjadi peta dan teladan asli, yang sungguh-sungguh dan yang mutlak, yang bisa menjadi teladan bagi kita? Tidak ada siapapun di dunia ini. Abraham-kah? Bukan! Musa? Juga bukan. Kong Hu Cu-kah? Bukan! Sakyamuni? Bukan! Nabi-nabi atau pendiri-pendiri agama? Bukan! Mereka sendiri mengakui bahwa mereka mempunyai salah, mereka tidak sempurna. Kita bisa menemukan kesalahan-kesalahan dari para tokoh-tokoh dan pendiri-pendiri agama di dunia. Kita bisa menemukan kesalahan-kesalahan Abraham, Musa, Sokrates, Plato, Aristoteles, Buddha, Kong Hu Cu, Mencius, termasuk Mohammad, Elia, atau nabi-nabi lain. Mereka mengaku tidak sempurna ada cacat dalam kehidupan mereka. Tidak seorangpun yang bisa menjadi peta dan teladan asli bagi manusia untuk meneladaninya.

Benarkah tidak seorang pun? Kecuali satu orang, dan hanya satu-satunya yang sempurna. Dialah peta dan teladan Allah yang asli, yang murni, yang sejati, yang tidak memiliki cacat sedikitpun, yang sempurna, yaitu Yesus Kristus! Puji Tuhan! Satu-satunya manusia yang tidak berdosa dan tidak bersalah adalah Yesus Kristus. Itu sebabnya, Dialah peta dan teladan Allah yang sejati. Marilah kita mendengarkan kalimat-kalimat yang pernah Ia ucapkan dan tidak pernah diucapkan oleh orang lain: “Mari, ikutlah Aku!” (Matius 4:19; 11:28). Sokrates tidak berani mengatakan kalimat sedemikian, nabi-nabi tidak berani mengatakan kalimat sedemikian. Kong Hu Cu, Sidharta, Mencius, dan nabi-nabi lainnya lainnya tidak berani mengatakan kalimat sedemikian. Hanya Anak Allah yang berinkarnasi, Allah yang menjadi manusia, Yesus Kristus, satu-satunya Juruselamat Dunia. Dia mengatakan : “Ikutlah Aku!” Ia mengatakan : Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah kepada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan (Matius 11:28-30).

Siapakah yang berani, siapakah yang layak, siapa yang mampu berkata demikian? Hanya Yesus Kristus. Itu sebabnya, saya menegaskan, bahwa karena Saudara mempunyai nilai hidup yang begitu tinggi, karena peta dan teladan yang Allah berikan kepada Saudara begitu mulia dan hormat, maka Tuhan berkata: “Ikutlah Aku” Karena Saudara begitu bernilai dan berharga, Tuhan Yesus datang ke dunia ini untuk menyelamatkan Saudara. Apakah Saudara akan membiarkan peta dan teladan yang ada pada dirimu dirusak oleh setan? Atau dihancurkan oleh dosa? Atau dirobek-robek oleh kuasa Iblis? Sehingga akhirnya Saudara hancur, meninggalkan Tuhan untuk selama-lamanya? Atau Saudara akan berkata: “Saat ini saya akan kembali kepada Tuhan. Saya mau belajar teladan Tuhan Yesus. Saya tidak mau membiarkan peta dan teladan Tuhan Yesus. Saya tidak mau membiarkan peta dan teladan Allah yang ada pada saya dirusak. Saya mau mengikuti peta dan teladan yang murni dan asli yaitu Tuhan Yesus.”

Yesus berkata: “Marilah, ikutlah Aku!” Kiranya saat ini, hari ini, boleh menjadi momen di mana kita kembali kepada Tuhan Yesus sebagai peta teladan asli, kita dibangunkan kembali untuk hidup mengikut Yesus.

Amin.

 …
SUMBER :
Nama buku : Yesus Kristus Juruselamat Dunia
Sub Judul : Prakata – Pendahuluan
Bab I : Obyek Keselamatan: Manuaia
Penulis : Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit : Momentum, 2004
Halaman : 1 – 24