img_1791PMK-118/PMK.03/2016 stdtd  PMK-141/PMK.03/2016

Dengan motivasi meningkatkan pelayanan dan lebih memberikan kepastian hukum dalam rangka pelaksanaan Pengampunan Pajak (Amnesti Pajak) maka dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Keuangan nomor 118/PMK.03/2016 tentang pelaksanaan Undang-Undang nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak yang berlaku sejak tanggal 23 September 2016. Adapun beberapa poin perubahan meliputi :

Perubahan Pasal 5

Yang sebelumnya menyatakan informasi mengenai identitas Wajib Pajak untuk Orang Pribadi menyatakan untuk nomor surat izin usaha, bagi yang diwajibkan memiliki sesuai peraturan perundang-undangan  menjadi nomor surat izin usaha, bagi yang memiliki.

Perubahan Pasal 13

ayat (5 huruf a) sebelumnya tidak dibolehkan mengalihkan harta tambahan ke luar NKRI paling singkat 3(tiga) tahun terhitung sejak diterbitkannya Surat Keterangan. Menjadi tidak dibolehkan mengalihkan dan mengi nvestasikan harta tambahan ke luar NKRI paling singkat 3(tiga) tahun terhitung sejak diterbitkannya Surat Keterangan.

ayat (10)  sebelumnya Daftar rincian harta dan rincian utang, harus disampaikan dalam bentuk salinan digital (softcopy) dan formulir kertas (hardcopy). Menjadi Daftar rincian harta dan rincian utang, harus disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hardcopy) dan bentuk salinan digital (softcopy).

ayat (11) penambahan ayat sebagai berikut : Ketentuan mengenai penyampaian salinan digital (softcopy) tidak berlaku bagi Wajib Pajak kriteria tertentu.

Penambahan Pasal 13 A

Dalam hal Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan merupakan Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap, Wajib Pajak juga harus melampirkan dokumen berupa :

  • fotokopi surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan (annual tax return) perusahaan induk untuk tahun Pajak Terakhir yang sudah disampaikan pada notaris perpajakan di negara tempat perusahaan terdaftar.
  • fotokopi laporan keuangan konsolidasi perusahaan induk untuk tahun pajak terkahir; dan
  • surat yang menyatakan bahwa harta tambahan yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan belum pernah dilaporkan dalam dokumen,

Penambahan Pasal 14 A

  1. Dalam hal terjadi keadaan yang mengakibatkan tidak dapat dilaksanakan prosedur penerimaan Surat Pernyataan, Direktur Jenderal Pajak melaksanakan  prosedur tertentu penerimaan Surat Pernyataan, keadaan tersebut dapat berupa :
    • kebakaran
    • bencana alam
    • kerusuhan
    • gangguan pada jaringan termasuk gangguan pada server atau pemadaman listrik; dan/atau
    • keadaan luar biasa yang terjadi pada akhir periode penyampaian Surat Pernyataan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak
  2. Prosedur tertentu penerimaan Surat Pernyataan  keadaan tersebut berupa:
    • prosedur penerimaan untuk kebakaran, bencana alam, kerusuhan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak; dan
    • prosedur penerimaan untuk keadaan gangguan jaringan dan keadaan luar biasa dilaksanakan dengan penerbitan tanda terima sementara Surat Pernyataan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
  3. Wajib Pajak yang menerima tanda terima sementara Surat Pernyataan  berhak atas tarif Uang Tebusan yang berlaku pada saat tanggal tanda terima sementara Surat Pernyataan dimaksud diterbitkan.

Penambahan ayat (2a) pada pasal 15

Uang Tebusan diperlakukan sebagai Pajak Penghasilan dan tidak boleh dikurangkan untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak.

Penambahan ayat (1a) pada pasal 16

Putusan (Surat Tagihan Pajak, surat ketetapan pajak, surat keputusan, atau putusan, yang diterbitkan sebelum Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan)  tidak termasuk putusan yang diterbitkan oleh:

  • selain badan peradilan pajak; dan/atau
  • Mahkamah Agung atas putusan yang sebelumnya bukan merupakan putusan badan peradilan pajak.

Perubahan Pasal 21 ayat (1)

Atas penyampaian Surat Pernyataan, Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Terdaftar menerbitkan Surat Keterangan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal:

  • tanda terima Surat Pernyataan (bagi WP yg telah menyampaikan Surat Pernyataan beserta lampirannya).
  • tanda terima sementara Surat Pernyataan (bagi prosedur tertentu termasuk tanda terima sementara).

Perubahan ayat 5 serta sisipan ayat (2a) & (2b) Pasal 24

  • ayat (2a) Pembebasan dari pengenaan Pajak Penghasilan  hanya berlaku dalam hal dokumen kepemilikan atas tanah dan/atau bangunan yang akan dilakukan pengalihan hak  masih atas nama:
    • pihak perantara (nominee) yang namanya digunakan oleh Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan selaku pemilik sebenarnya untuk memperoleh tanah dan/atau bangunan;
    • pemberi hibah
    • pewaris
    • salah satu ahli waris, dalam hal tanah dan/ayau bangunan tersebut  telah terbagi.
  • ayat (3a) Pembebasan dari pengenaan Pajak Penghasilan tidak diberikan dalam hal:
    • telah terjadi pembelian tanah dan/atau bangunan oleh Wajib Pajak dari pengembang (developer); dan
    • terhadap hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf a belum dilakukan balik nama dari pengembang (developer) kepada Wajib Pajak.
  • ayat (5) Permohonan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan diajukan oleh Wajib Pajak yang memperoleh Surat Keterangan ke KPP Tempat Wajib Pajak Terdaftar sebelum dilakukan pengalihan hak dengan melampirkan:
    1. fotokopi Surat Keterangan;
    2. fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan tahun terakhir atas Harta yang dibaliknamakan;
    3. fotokopi dokumen kepemilikan atas Harta yang masih atas nama pihak-pihak, dan akan dibaliknamakan menjadi atas nama Wajib Pajak; dan
    4. surat pernyataan kepemilikan Harta yang dibaliknamakan yang telah dilegalisasi oleh notaris.

Perubahan ayat (1), (2), (4), dan (5) Pasal 31

  • ayat (1) Direktur Jenderal Pajak atau pejabat yang ditunjuk atas nama Direktur Jenderal Pajak secara jabatan menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda yang belum dilunasi yang terdapat pada:
    1. Surat Tagihan Pajak;
    2. surat ketetapan pajak;
    3. surat keputusan, dan/atau
    4. putusan, untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak sebelum akhir Tahun Pajak Terakhir dalam rangka pelaksanaan Pengampunan Pajak.
  • ayat (2) Sanksi administrasi merupakan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
  • ayat (4) Penghapusan atas sanksi administrasi dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk yang wilayah kerjanya meliputi kantor pelayanan pajak yang mengadministrasikan penghapusan sanksi administrasi.
  • ayat (5) Pejabat yang ditunjuk  menerbitkan Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi Secara Jabatan Dalam Rangka Pengampunan Pajak.

Perubahan ayat (2) dan (3) Pasal 38

  • ayat (2)  Penyampaian laporan pengalihan dan realisasi investasi Harta tambahan  berlaku ketentuan sebagai berikut:
    • laporan disampaikan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak pengalihan Harta ;
    • laporan disampaikan paling lambat pada saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; dan
    • laporan disampaikan dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf L Peraturan Menteri Keuangan ini
  • ayat (3) Penyampaian laporan penempatan Harta tambahan yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia  berlaku ketentuan sebagai berikut:
    • laporan disampaikan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak diterbitkan Surat Keterangan;
    • laporan disampaikan paling lambat pada saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; dan
    • laporan disampaikan dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf M Peraturan Menteri ini.

Penambahan Pasal 47A

Dalam hal data dan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 juga dimiliki dan digunakan oleh otoritas yang berwenang untuk melakukan penanganan tindak pidana yang bersifat Transnational Organized Crimes (TOC) meliputi narkotika, psikotropika, dan obat terlarang, terorisme, dan/atau perdagangan manusia, otoritas yang berwenang dimaksud tetap dapat melaksanakan tugasnya sesuai peraturan perundang-undangan terkait.

Penambahan Pasal 50A

ayat (1) Ketentuan yang berisi pengaturan lebih lanjut dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, termasuk mengenai:

  1. penegasan atau rincian subjek pajak orang pribadi yang memiliki penghasilan di bawah batasan penghasilan tertentu yang dapat tidak menggunakan haknya dalam Pengampunan Pajak;
  2. kriteria harta warisan dan harta hibahan yang bukan merupakan objek Pengampunan Pajak;
  3. perlakuan terhadap Harta yang diperoleh dari penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan atau Harta yang diperoleh dari penghasilan yang bukan objek Pajak Penghasilan, dan belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan;
  4. perlakuan atas nilai wajar Harta yang disampaikan oleh Wajib Pajak;
  5. penyesuaian terhadap format dan isian dokumen yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Pengampunan Pajak, tata cara, dan jangka waktu penyampaiannya; dan
  6. penentuan Wajib Pajak tertentu yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan salinan digital (softcopy) Daftar Rincian Harta dan Utang;

diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

ayat (2)

Ketentuan yang telah diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini yang berisi pengaturan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.

Penambahan Pasal 50B

  • (ayat (1) Dalam hal Wajib Pajak:
    1. memiliki penghasilan di bawah batasan penghasilan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50A ayat (1) huruf a, dan/atau
    2. hanya memiliki Harta tambahan berupa harta warisan dan harta hibahan yang bukan merupakan objek Pengampunan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50A ayat (1)huruf b,

    dan telah menyampaikan Surat Pernyataan dapat memilih untuk tidak menggunakan haknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan menyampaikan pencabutan atas Surat Pernyataan dengan menggunakan format dokumen sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak

  • ayat (2) enyampaian pencabutan atas Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat:
    1. tanggal 30 Oktober 2016, dalam hal Surat Keterangan diterbitkan sebelum Peraturan Menteri ini berlaku; atau
    2. 30 (tiga puluh) hari sejak Surat Keterangan diterbitkan, dalam hal Surat Keterangan diterbitkan setelah Peraturan Menteri ini berlaku.
  • ayat (3) Dalam hal pencabutan atas Surat Pernyataan disampaikan sebelum Surat Keterangan diterbitkan, Surat Pernyataan dimaksud dianggap tidak disampaikan.
  • ayat (4) Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan pencabutan atas Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tanda terima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (8) atau tanda terima sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14A ayat (2) huruf b dan/atau Surat Keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 menjadi tidak berlaku.
  • ayat (5) Bagi Wajib Pajak yang menyampaikan pencabutan atas Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan sebagai berikut:
    1. Surat Keterangan yang telah diterbitkan batal demi hukum;
    2. Wajib Pajak dianggap tidak mengikuti Pengampunan Pajak; dan
    3. Wajib Pajak tidak diberikan fasilitas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pengampunan Pajak.
  • ayat (6) Ketentuan lebih lanjut dalam rangka pelaksanaan pencabutan atas Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

 

Loading…

 

Download Aturan :