Pdt. Dr. Stephen TongBAB III :
MUTASI KARYA KRISTUS (2)

b. Mutasi Pembenaran

“Ia bangkit untuk pembenaran kita”. Di sini kita melihat satu topik yang sangat penting, yaitu mutasi keadilan Kristus kepada kita. Tepat seperti yang dikatakan oleh Martin Luther: I pit my sin and the burden of sins on the cross and from the cross God gives me righteousness.” (Aku meletakkan dosaku dan semua beban dosaku ke atas salib, dan dari salib Allah memberikan pembenaran kepadaku). Di sini mutasi pembenaran dari Kristus kepada kita, telah menjadi fakta.

Jikalau Adam berdosa, maka semua yang berada di bawah perwakilannya juga akan berdosa sebagai akibat dia memiliki status sebagai wakil (representasi) seluruh umat manusia. Demikian juga ketika Kristus taat, semua orang yang berada di dalam Kristus juga memiliki status yang taat, karena Kristus juga memiliki status sebagai wakil (representasi) seluruh umat-Nya. Puji Tuhan.

Inilah yang diberitakan oleh Alkitab. Inilah rahasia yang bisa kita mengerti dan terima hanya dari Alkitab, yaitu sebagaimana Adam tidak taat, maka semua yang berada di dalam Adam diperhitungkan sebagai anak durhaka yang murtad. Demikian juga, karena Kristus taat mutlak, maka semua yang berada di dalam Kristus disebut anak ketaatan di hadapan Tuhan Allah.

Tidak ada konsep di dalam agama atau etika manusia, atau bahkan budaya apa pun yang mampu menggenapkan hal ini. Ini juga tidak mungkin digenapkan oleh filsafat, oleh politik, bahkan oleh pendidikan, atau oleh apa pun yang ada di dalam kebudayaan manusia. Yesus Kristus satu-satunya representasi, karena kebangkitan-Nya membuktikan bahwa Dia sudah memenuhi seluruh tuntutan hukum Allah dengan sempurna. Dia satu-satunya penangggung dosa manusia. Dia sudah selesai berperang dengan dosa. Dia sudah selesai melunaskan hutang dosa. Dia juga sudah selesai mematahkan kuasa kegelapan, dan menjauhkan serta menghentikan murka Tuhan Allah kepada umat-Nya. Inilah Pendamaian. Inilah rekonsiliasi. Dan di dalam teologi, ini disebut sebagai propisiasi.

Apakah propisiasi itu? Propisiasi paling sedikit memiliki dua arti, yaitu: (1) menghentikan murka Allah; dan dengan sendirinya (2) meng-hentikan kita dari jalan kebinasaan. Dengan menghentikan kita dari murka Allah, manusia tidak perlu terus menuju kepada kebinasaan, tidak menuju ke neraka. Kekuatan propisiasi hanya berada di dalam Yesus Kristus. Karena Dia telah menanggung dosa, maka Ia telah menerima hukuman yang sepatutnya diterima oleh Saudara dan saya, menggantikan status Saudara dan saya. Dan kini Ia menghentikan kemarahan Tuhan, dan membawa kita kembali kepada Tuhan. Jika kita bisa mengerti dengan baik, topik ini harus kita pegang menjadi landasan iman kita yang kokoh. Injil yang sejati seringkali diselewengkan. Banyak orang membangun iman dengan segala hal yang duniawi, seperti kemakmuran, kesuksesan, kenikmatan, dan lain-lain. Iman kita justru dibangun di atas karya Kristus, yang di dalamnya terkandung rencana Allah yang sedemikian limpah.

Karena kebangkitan Kristus kita diberi kebenaran. Pembenaran itu hanya dilakukan melalui kebangkitan. Di sini kita melihat satu kebenaran, yaitu Kristus bukan hanya menjadi teladan kjita yang terbesar melalui pengorbanan-Nya. Kristus juga bukan sekadar menjadi teladan kita yang terbaik dibandingkan dengan semua tokoh filsafat dan pendiri agama. Tetapi Dia juga betul-betul menang atas kuasa dosa. Tidak mungkin ada ajaran yang seagung ini. Tidak mungkin kita menjatuhkan prinsip Alkitab ini untuk berkompromi dengan semua pikiran dan agama dunia. Ada keunikan dan ada finalitas yang tertinggi pada diri-Nya, yang tak mungkin tertandingi oleh siapa pun yang pernah dan yang akan lahir di dunia ini. Tidak ada agama yang pernah mengajarkan kemenangan atas kematian. Agama tidak mengajarkan adanya kebangkitan bagi semua orang yang terhisap di dalam kuasa kematian., dan yang melaluinya mereka boleh dibenarkan. Semua itu hanya ada di dalam Yesus Kristus.

c. Mutasi Kehidupan

Yesus mati karena pelanggaran kita dan Yesus bangkit karena pembenaran kita. Untuk mendalami topik ini kita perlu melihat Roma 3:22, “Karena iman kepada Kristus, maka keadilan Allah telah dikaruniakan kepada mereka yang percaya (beriman).” Di dalam satu ayat ini, kata “iman” dipergunakan dua kali (satu kali diterjemahkan sebagai “iman” dan satu kali diterjemahkan sebagai ”percaya”). Seolah-olah terlalu berlebihan. Allah memberikan kebenaran kepada mereka yang beriman kepada Kristus, dan pengertian ini sepertinya diulang dua kali. Pengertian dari ayat ini sebenarnya merupakan pendalaman dan perluasan dari Roma 1:17, “dari iman kepada iman”.

Iman yang kita arahkan kepada iman Kristus, yang telah membenarkan kita, mengakibatkan timbulnya iman kepercayaan yang sejati di dalam diri kita masing-masing. Jikalau ketaatan Kristus menjadi sumber ketaatan dan merupakan peresmian ketaatan semua orang yang ada di dalam Kristus, maka iman Kristus juga menjadi dasar dan sumber iman bagi semua yang ada di dalam Kristus.

Perhatikanlah kalimat ini: “Saya percaya bahwa jikalau saya percaya kepada Yesus Kristus, saya akan diselamatkan.” Di dalam kalimat ini kata “percaya” keluar dua kali. Ini artinya, jikalau saya percaya, kepercayaan ini diarahkan pada iman kita dalam Kristus, maka kita akan diselamatklan. Kepercayaan kepada sistem kepercayaan ini, merupakan tanggung jawab kita masing-masing. Ketika kita taat kepada Kristus, kita taat kepada Roh Kudus, maka kita di selamatkan.

[Konsep ”dari iman kepada iman” (from faith to faith), yaitu kita beriman kepada suatu kepercayaan yang benar di dalam Kristus, harus dibedakan dari konsep “beriman ke dalam iman” (faith in faith), yaitu kita mempercayai apa yang kita sendiri yakini, seperti “saya beriman bahwa saya akan kaya”. “Saya akan kaya” adalah suatu keyakinan diri dan bukan keyakinan pada ketaatan Kristus. Ini yang dikenal sebagai Faith Movement (Gerakan Iman), di mana kita diajar untuk beriman kepada keyakinan diri kita sendiri. Iman Kristen yang sejati mengajar kita untuk taat kepada kehendak Kristus, dengan menyangkal diri kita sendiri.]

Ketika Roh Kudus menyodorkan keselamatan kepada kita, janganlah kita menolak. Jikalau Roh Kudus bekerja menggerakkan hati kita, biarlah kita melembutkan hati kita, bagaikan tanah yang sudah dibajak, yang siap menerima benih yang ditanam di dalamnya. Ketika Roh Kudus berkata-kata di dalam hati kita, hendaknya kita tidak mengeraskan hati dan mengatakan “tidak” kepada-Nya. Inilah artinya kita beriman kepada iman yang muncul di dalam Kristus. Seluruh Alkitab secara konsisten memberikan kebenaran iman ini kepada kita.

Walaupun orang Israel disebut sebagai orang beriman, namun kita melihat mereka justru mengeraskan hati dan tidak mau beriman kepada sistem iman yang telah Tuhan tanamkan di dalam hati mereka. Di dalam Roma 2 dikatakan, bahwa orang Israel mempunyai kelebihan yang khusus, yaitu kepada mereka diberikan sistem iman yang kudus. Sistem iman sudah diberikan kepada orang Israel dan sistem kepercayaan sudah dikaruniakan ke dalam diri mereka. Tetapi mereka tidak mau percaya dan tidak mau taat pada sistem kepercayaan ini. Inilah yang disebut sebagai mengeraskan hati dan tidak mau taat kepada gerakan Roh Kudus. Di dalam Surat Ibrani dikatakan, “Pada hari ini, jika kamu mendengar suara Tuhan, janganlah mengeraskan hati.” Berarti kepercayaan kepada sistem kepercayaan ini, dan iman kepada sistem iman ini, adalah “iman kepada iman” yang dibicarakan di dalam Roma 4 ini. Puji Tuhan!

“Dari iman kepada iman” bukan sekadar perjalanan kepercayaan atau kehidupan saja, melainkan juga mutasi dosa dan keadilan. Dari iman kepada iman Kristus, menjadikan iman kita sedemikian kokoh, karena bersumber pada induk iman yang kokoh. Ketaatan kita pun boleh disandarkan pada ketaatan Kristus kepada Bapa. Iman di dalam Kristus merupakan sistem iman yang saya percaya, dan inilah iman yang sesungguhnya di mana manusia boleh diselamatkan.

Dalam ungkapan Martin Luther, pengertian “iman di dalam iman” ini disebut sebagai “penerimaan terhadap penerimaan” (the acceptance of the acceptance). Ini merupakan suatu konsep yang begitu dalam dari iman Kristen, di mana kita menerima penerimaan Allah. Kita percaya dan kita mau menerima apa yang Allah telah lakukan terlebih dahulu bagi kita, yaitu Ia mau menerima kita. Pertama kali membaca buku Martin Luther, saya sangat mengagumi pikirannya yang luar biasa ini. Begitu banyak aspek agung dan mendalam yang diungkapkannya. Ia juga mengungkapkan konsep The Hiddenness of God” (Ketersembunyian Allah), yang tidak banyak dikupas oleh para teolog Kristen. Sistem pemikiran Martin Luther begitu jelas. Ia mengungkapkan “penerimaan terhadap penerimaan” suatu konsep ganda di dalam penerimaan, juga “iman terhadap iman” yang merupakan konsep ganda di dalam mengerti iman Kristen, dan termasuk juga “ketaatan terhadap ketaatan”.

Apa pengertian “penerimaan terhadap penerimaan” yang sesunguhnya? Martin Luther berkata bahwa orang-orang yang percaya dan menerima Yesus Kristus, adalah orang-orang yang terlebih dahulu menerima sesuatu, yaitu “menerima bahwa kita sudah diterima oleh Allah”. Saya sebenarnya adalah orang yang sudah melarikan diri dari Allah, tetapi Allah mau menerima saya. Saya sebenarnya adalah orang yang sudah sedemikian rusak, tetapi Tuhan tetap mau menerima saya. Saya sebenarnya orang yang sedemikian remeh dan hina, tetapi Tuhan masih mau menerima dan menghargai saya. Saya begitu najis, saya begitu murtad, Ia masih mau mencari dan menyelamatkan saya. Saya begitu jahat dan saya begitu memberontak, tetapi Tuhan bahkan rela mengorbankan Anak-Nya yang tunggal untuk disalib menebus dosa saya. Saya sulit sekali menerima sistem kepercayaan seperti ini. Saya sulit mengerti ada penerimaan yang sedemikian luar biasa. Salah satu alasan mengapa orang-orang tidak menerima Tuhan ialah karena mereka sulit menerima sitem yang diterapkan oleh Tuhan ini. Sistem iman yang Tuhan tetapkan adalah sistem iman yang tidak lagi memakai sistem jasa manusia, tetapi memakai iman. Inilah sistem dari Tuhan Allah. Inilah sistem iman yang harus kita percayai. Semua yang dikerjakan oleh Tuhan Allah, seringkali dianggap tidak masuk akal oleh manusia. Semua yang dikerjakan oleh Tuhan Allah juga seringkali dianggap anti-intelektual.

Sulit bagi kita untuk bisa percaya bahwa ada seorang yang sudah tua renta masih bisa mempunyai anak. Kita juga sulit percaya kalau ada seorang gadis yang masih perawan bisa melahirkan anak. Kita tidak bisa percaya ada orang yang sudah mati tiga hari bisa bangkit. Ini semua sistem yang dikerjakan oleh Tuhan Allah, yang supra-rasional dan supra-empirikal (melampaui akal dan melampaui semua pengalaman). Ini merupakan pekerjaan yang supra-eksperimental dan supra-intelektual. Pada saat kita mengatakan: “Tuhan, saya percaya kepada sistem yang Engkau berikan kepadaku”, kepercayaan ini dimengerti sebagai “dari iman kepada iman”

Saya sangat berharap Saudara bisa mengerti rahasia besar dari kebenaran firman Tuhan ini, dan Saudara berada di dalam prinsip-prinsip yang paling dasar dari Alkitab, sehingga Saudara bisa mengembalikan Kekristenan kepada Alkitab. Selama berpuluh-puluh tahun saya melayani, seringkali saya merasa kecewa melihat begitu banyak orang yang dikacaukan oleh berbagai ajaran. Tetapi saya berharap di usia tua saya, saya masih boleh melihat ada sekelompok orang yang mau belajar, mau setia, dan mau bersungguh-sungguh mengembalikan Kekristenan kepada kebenaran Firman Tuhan. Saya boleh melihat orang-orang yang mau berjuang keras dengan segenap hati untuk hidup “dari iman kepada iman”. Saya sendiri telah memakai waktu lebih dari sepuluh tahun untuk memikirkan ayat yang sangat penting ini.

Sistem kepercayaan yang diberikan oleh Allah melampaui semua dalil dan sistem iman yang ada di dalam dunia. Sistem kepercayaan ini dianggap melawan pikiran manusia, tetapi sebenarnya merupakan sistem kepercayaan yang melampaui dan berada di luar kapasitas pikiran manusia. Sekitar 350 tahun yang lalu di Inggris, John Locke (1632-1704), mengatakan bahwa kita harus membedakan antara tiga kategori pemikiran, yaitu : (1) hal-hal yang rasional; (2) kontra-rasional (irrasional); dan (3) yang supra-rasional. Ada hal-hal yang supra-rasional, yang melampaui rasio manusia. Dan pada saat berhadapan dengan hal-hal demikian, manusia seringkali beranggapan bahwa dirinya begitu hebat, bahkan paling hebat, sehingga mencampur-adukkan antara yang supra-rasional dan yang irrasional. Saya tidak berani berbuat demikian. Saya hanya bisa mengatakan: “Tuhan, jikalau otak dan kemampuan rasio saya sangat terbatas, saya mau dengan iman menjangkau hal-hal yang melampaui rasio saya. Saya mau menyetujui sistem iman-Mu yang melampaui rasioku.”

Saya percaya penuh, Yesus Kristus betul-betul mati untuk menebus dosa kita, dan Yesus Kristus betul-betul bangkit untuk pembenaran kita. Yesus Kristus memberikan kepada kita kemungkinan yang dianggap tidak mungkin oleh manusia, yaitu melalui kebangkitan-Nya, Ia mengalahkan kematian. Jika di atas kita telah membahas bahwa di atas kayu salib, dosa – yang menggerakkan kematian di dalam diri kita – telah dialihkan kepada Kristus, maka itu adalah pekerjaan Roh Kudus. Dan kini Roh Kudus, yang telah membangkitkan Kristus, boleh mengalihkan kebenaran – yang hanya berada di dalam Allah dan di dalam Kristus tersebut – kepada Saudara dan saya. Oleh karena iman, kini kita dibenarkan. Oleh karena iman inilah, saya dan Saudara telah diterima oleh Allah. Itu bukan karena kebaikan kita, karena kalau hal itu dituntut dari kita, maka kita semua akan masuk ke neraka, karena tidak ada seorang pun dari kita yang cukup syarat untuk memenuhi tuntutan keadilan dan kebaikan Allah. Tuntutan keadilan Allah diberikan kepada kita, melalui Yesus yang mati. Dan di dalam Dia kita diberikan kebenaran, yang dimutasikan kepada kita. Dengan demikian Kristus telah mewakili diri kita, dengan ketaatan-Nya yang mutlak kita boleh menerima ketaatan yang demikian.

Pada suatu ketika, saya pernah mendengarkan suatu khotbah. Penginjil atau pengkhotbah itu melontarkan satu pertanyaan kepada jemaat, dan kini pertanyaan itu akan saya lontarkan kembali kepada Saudara: “Seseorang ada di ladang, dan tiba-tiba ia melihat angin yang keras meniup ke arah dirinya, dan ternyata ladang itu telah terbakar di bagian belakangnya. Jika tidak ada sesuatu yang terjadi, maka dalam waktu yang singkat ia akan terbakar karena terkepung oleh api di ladang tersebut. Bagaimanapun cepatnya ia berusaha berlari, tidak mungkin ia bisa lari lebih cepat dari tiupan angin tersebut. Apa yang harus dilakukannya?” Saat itu saya cukup terkesan dengan cerita atau pertanyaan itu. Setelah beberapa menit, tidak ada jemaat yang menjawab, ia memberitahukan jawabannya: orang itu harus cepat-cepat membakar ladang di depannya. Karena tiupan angin yang keras, maka api didepannya itu akan cepat berjalan ke depan, dan dengan demikian, ia bisa berlari menginjak ladang yang telah hangus terbakar, mengikuti api yang berjalan cepat ke depan, sampai ia lolos dari kepungan api tersebut. Saya kagum pada penginjil yang pandai ini. Kalau api itu sudah membakar habis bagian di depan orang itu, maka tidak ada yang bisa terbakar lagi, sehingga orang itu bisa selamat berdiri di bekas tempat yang terbakar tadi. Dan juga api yang dibelakangnya akan berhenti sampai di tempat yang sudah terbakar itu, karena memang tidak ada lagi yang bisa terbakar.

Demikianlah cara Tuhan menyelamatkan Saudara dan saya. Jika kita berada di wilayah ladang yang subur yang sedang terbakar itu, di wilayah dosa, di wilayah Adam, maka akhirnya Saudara akan mati. Tetapi jika Saudara masuk ke dalam wilayah Kristus yang sudah diadili, sudah dihukum, dan sudah dimatikan; jika Saudara menginjakkan kaki Saudara di sana, maka Saudara akan selamat. Kita bisa selamat, karena Kristus sudah pernah mati bagi kita. Kristus sudah diadili menurut penghakiman Allah yang paling keras, sehingga Ia sah menanggung dosa kita. Oleh karena itu, tenanglah kita yang ada di dalam Kristus. Pada waktu api itu tiba, kita bisa tetap tenang, karena Kristus sudah pernah diadili. Puji Tuhan!

Saya sangat bersyukur kepada Tuhan, karena sejak kecil saya sudah mengikuti kebaktian-kebaktian yang penting. Sekalipun saya belum bisa mengerti sepenuhnya, saya tidak berjalan-jalan atau ribut di dalam kebaktian. Saya berusaha duduk dengan tenang dan mendengarkan firman. Itu menyebabkan saya boleh mendapatkan pelajaran dan api dari para pengkhotbah dan penginjil, seperti John Sung, Andrew Gih, dan pengklhotbah-pengkhotbah lain, yang pernah saya dengar khotbahnya. Saat ini banyak pemuda-pemudi yang pandai, mempunyai pengetahuan teologi yang banyak, mempunyai gelar yang tinggi, tetapi tidak memiliki api Roh Kudus yang boleh memimpin zaman. Kita harus mengerti bahwa ada mutasi, pengalihan kebenaran dari Kristus, yang diberikan kepada Saudara dan saya, ketika kita beriman di dalam Kristus (Roma 3:22).

3. IMAN KEKAL DI DALAM KRISTUS

Kini kita akan masuk ke dalam pergumulan yang seringkali dipertanyakan kepada orang percaya. Dalam hal ini, sebagai seorang Reformed, kita harus memposisikan diri bukan sebagai seorang rasionalis, tetapi kita harus tetap bersikap rasional.

Jika Kristus sudah menanggung dosa kita dan dihukum di kayu salib, bagaimana Ia bisa kemudian menjadi suci kembali dan diselamatkan? Pertanyaan ini pernah dilontarkan kepada saya pada tanun 1965 oleh seorang anak berusia sebelas tahun. Anak ini melihat bahwa Yesus sudah menanggung semua dosa kita, sehingga dosa setiap orang dipindahkan kepada Yesus. Setiap tahun, setiap waktu, dosa orang-orang percaya ditimpakan kepada Yesus, Itu berarti sekian lama, semakin banyak dosa yang ditanggung oleh Yesus. Lalu, kapan dan bagaimana Yesus bisa suci kembali? Saya pikir, anak ini sangat luar biasa. Mungkin banyak orang yang sudah berpuluh-puluh tahun menjadi majelis gereja, tidak bisa menjawab pertanyaan seperti ini, bahkan tidak pernah bisa berpikir demikian. Itu sebabnya, banyak orang menghina Kekristenan, dan menganggap Kekristenan sedemikian dangkal, sehingga kalau diberikan pertanyaan-pertanyaan yang sedikit sulit kekristenan akan terbungkam.

Saya sangat bersyukur untuk adanya anak-anak seperti ini, dan saya tahu kalau Alkitab terkadang tidak memberikan kepada kita cukup jawaban, sementara ada anak-anak kecil yang begitu tajam memikirkan pertanyaan teologis dengan motivasi yang murni. Saya menjawab dia dengan menanyakan apakah ia tahu “angka tak terhingga” (∞). Dia menjawab bahwa dia kurang mendalami, tetapi dia tahu adanya angka itu dari kakaknya. Lalu saya bertanya: “Kalau 1+1+1+1+….hasilnya berapa?” Dia menjawab: “Banyak satu.” “Dan kalau seribu ditambah seribu ditambah seribu…..jadi berapa?” Dia menjawab: “Banyak ribu”. Saya bertanya lagi: “Kalau yang terbatas ini ditambah terus, bisakah menjadi tidak terbatas?” Dia menjawab: “Tidak bisa, kecuali yang terbatas itu ditambah yang tidak terbatas, baru bisa menjadi tak terbatas.” Kalau terbatas ditambah terbatas ditambah terbatas, hasilnya akan tetap terbatas. Kalau terbatas ditambah terus sampai tak terbatas, baru bisa tak terbatas. Tetapi apakah terbatas bisa terus ditambah tak terbatas? Dia menjawab bahwa dia tidak tahu. Lalu saya tanya, apakah yang tidak terbatas itu ada? Dia juga jawab tidak tahu. Namun, dia mengatakan, tanda angkanya itu ada, yaitu seperti angka delapan yang diputar itu (∞). Jika berpuluh-puluh juta ditambah berpuluh-puluh juta dan ditambah terus apakah bisa menjadi tidak terbatas? Jawabnya: “Tidakl mungkin”. Yang terbatas, bagaimanapun juga tetap terbatas, yang tidak terbatas tetap tidak terbatas.

Pada saat berusia delapan tahun, saya pernah berpikir, sebenarnya seberapa besarkah alam semsta ini? Kalau diukur pakai meteran, berapa panjangnya? Lalu saya berpikir, kalau pakai pesawat, saya membawa meteran, maka apakah suatu saat saya akan sampai di pojok atau di titik akhir? Kalau memang suatu saat saya terbentur di ujung, berapa jaraknya? Apakah alam semesta ini ada ujungnya? Kalau ada ujungnya, lalu kalau pesawat itu menerobos, menerobos ke mana? Dan batas itu dibuat dari apa? Apakah dari karton, atau kertas, atau dari semen atau besi. Dari sejak kecil saya sangat ingin mengetahui semua itu.

Kalau kita mengatakan bahwa alam semesta ini tidak ada batasnya, mengapa bisa diukur. Kalau bisa diukur, berarti ada batasnya. Tetapi kalau ada batasnya, di mana batas itu? Kalau menerobos batas, batas itu apa dan di luar batas itu ada apa? Dulu saya kira, kalau saya besar dan pandai nanti, maka saya akan mengerti. Tetapi ternyata sampai sekarang, saya tetap tidak bisa mengerti. Dan kini, saya mendapat pertanyaan dari anak kecil berusia sebelas tahun, yang juga sedemikian tajam. Jikalau Yesus menanggung dosa begitu banyak orang, bagaimana Yesus bisa selamat? Kapan dan bagaimana bisa Dia disucikan?

Jawaban seperti ini harus kita temukan kembali di dalam Alkitab. Mungkin kita akan bertanya, di mana ada ayat yang bisa menjawab pertanyaan demikian? Masalahnya, ketika kita membaca Alkitab, seringkali kita tidak berdoa dan minta hikmat Tuhan. Kita baru membaca Alkitab sedikit, namun bukannya mempelajarinya dengan lebih teliti dan sungguh-sungguh, kita justru berhenti membaca lalu banyak mendengarkan cerita-berita dari kaset yang berisi kesaksian-kesaksian yang tidak keruan, yang membuat iman kita kacau. Justru kaset-kaset seperti itu yang diulang-ulang, sehingga pikiran kita dipenuhi dongeng-dongeng manusia.

Kiranya kita mulai mengerti dua hal ini: (1) Yang tidak terbatas, dibagi berapa pun besarnya angka yang terbatas, hasilnya tetap tidak terbatas. (2) Yang tidak terbatas, dikurangi berapa pun besarnya angka yang terbatas, hasilnya tetap tidak terbatas. Jadi, kekekalan ketika dikurangi berjuta-juta, tetap adalah kekekalan, tidak pernah terjadi perubahan apa pun dalam dirinya. Dan kekekalan dibagi berjuta-juta-juta-juta berapa pun juga, tetap adalah kekekalan. Inilah ketidak-terbatasan (infinity).

Maka kini, ketika kita membicarakan tentang Yesus Kristus, yang harus kita bicarakan bukan sekadar berapa banyak sengsara-Nya, berapa banyak luka-Nya, berapa banyak dosa yang harus ditanggung-Nya. Tetapi yang perlu diketahui adalah “siapakah Yesus Kristus,” sehingga Ia bisa menanggung dosa manusia. Untuk ini, kita akan melihat dua bagian ayat Alkitab yang penting.

Yang pertama, ialah 2 Timotius 1:9-10. “Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman dan yang sekarang dinyatakan oleh kedatangan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang oleh Injil telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan (menyatakan) hidup yang tidak dapat binasa.”

Yesus bukan mendatangkan, tetapi menyatakan hidup yang tidak dapat binasa, hidup yang tidak dapat rusak. Inilah arti kalimat tersebut. Hidup yang kekal adalah hidup yang tak terhingga, hidup yang tidak dapat rusak. Inilah kualitas hidup Kristus yang dinyatakan melalui kebangkitan-Nya. Kertas yang utuh bisa digunting dan dipisahkan menjadi dua bagian. Tetapi air tidak bisa dipisahklan dengan pisau atau gunting. Ketika kita iris, dia akan tetap utuh kembali. Ketika kita gunting, ia akan kembali lagi. Ini dikarenakan sifat air berbeda dari sifat kertas yang bisa sobek. Jika kita kembali melihat kehidupan, kita juga melihat dua wilayah. Wilayah hidup yang bisa patah, yang bisa berhenti, yang bisa rusak, yang bisa binasa; dan yang kedua, wilayah hidup yang tidak bisa habis, yang tidak bisa binasa, yang tidak bisa dipatahkan dan tidak bisa rusak. Inilah wilayah hidup yang kekal dan immortal (tidak bisa rusak atau binasa).

Inilah bedanya Allah dengan semua ciptaan. Ini juga perbedaan hakiki antara Yesus dan semua pemimpin agama, karena semua pemimpin agama adalah ciptaan yang akhirnya harus binasa dan tubuhnya bisa rusak dan habis. Kristus adalah Oknum Kedua dari Allah Tritunggal yang tidak berdosa dan mempunyai sifat hidup yang tidak mungkin rusak, yang datang ke dalam dunia. Itulah sebabnya, ayat ini mempunyai makna yang begitu dalam, yaitu setelah mematahkan kuasa maut, Yesus menyatakan suatu hidup yang tidak dapat rusak, yang tidak dapat binasa.

Bagian kedua dari ayat yang berkenaan dengan hal ini adalah Ibrani 7:15-16. “Dan hal itu jauh lebih nyata lagi, jikalau ditetapkan seorang imam lain menurut cara Melkisedek, yang menjadi imam bukan berdasarkan peraturan-peraturan manusia, tetapi berdasarkan hidup yang tidak dapat binasa.”

Frasa “berdasarkan hidup yang tidak dapat binasa” juga dapat diartikan “dengan kuasa hidup yang tidak terbatas.” Kuasa hidup yang tak terbatas ini menjadi pembeda antara status keimaman Yesus dan status semua keimaman yang lain. Semua imam keturunan Harun adalah imam-imam yang jabatannya harus dilanjutkan dari yang satu kepada yang lain, karena jabatan itu diputuskan oleh kematian. Seorang imam tidak bisa menjabat terus-menerus, karena ia akan mati, sehingga harus ada orang lain yang melanjutkan jabatan keimaman tersebut. Tetapi keimaman Yesus Kristus berbeda dengan keimaman Harun, karena berdasarkan peraturan Melkisedek, Ia memiliki status keimaman yang tidak berhenti, yang tidak bisa diputuskan oleh maut. Ini merupakan status keimaman berdasarkan hidup yang tidak dapat binasa, dan yang tak terhingga. Tidak terhingga, dikurangi apa pun dan berapa besar pun yang terbatas, hasilnya tetap tak terhingga.

Pada waktu dosa Saudara dan dosa saya ada di dalam Kristus, maka Kristus harus menanggung kuasa dosa yang mematikan jiwa-Nya, karena upah dosa adalah maut. Maka kuasa kematian itu akan menggerogoti hidup Kristus dan mematikan Dia. Maut datang kepada saya karena hidup saya adalah hidup yang terbatas. Pada saat saya digerogoti oleh dosa, maka maut yang adalah upah dosa berlaku atas diri dan hidup saya. Tetapi pada saat upah dosa itu mau menggerogoti hidup Kristus, ia sedang berhadapan dengan hidup yang tidak bisa dikalahkan oleh kebinasaan. Ketika Iblis melihat Yesus rela menanggung dosa semua orang, di mana dosa itu akan mengakibatkan kematian Kristus, Iblis sangat bersuka-cita. Namun, apa yang terjadi? Justru melalui semua itu, Yesus Kristus membuktikan bahwa Ia adalah satu-satunya yang tidak bisa mati, karena Ia telah mengalahkan kuasa kematian melalui kebangkitan-Nya. Kristus malah rela menantang dan menerima kuasa kematian, sehingga Ia bisa membuktikan bahwa hidup-Nya mampu mengalahkan kuasa kematian. Itulah Injil.

Injil yang sejati bukanlah Injil yang mengatakan jika orang mau percaya kepada Yesus, nanti ia sembuh dari penyakitnya; atau kalau orang mau percaya Yesus, nanti ia kan manang undian; atau kalau percaya Yesus nanti ia akan bisa menjadi kaya. Injil yang sejati berbicara tentang pengharapan manusia berdosa untuk mendapatkan pembaruan hidup di dalam Kristus. Ketika kita menyerahkan dosa kita kepada Kristus, maka Ia yang menanggung hukuman dosa, yaitu maut di dalam diri-Nya akan memberikan kepada kita hidup yang diperbarui. Dan pembaruan yang Ia berikan kepada kita ini, di dalamnya terkandung juga keadilan dan kebenaran Allah. Itulah sebabnya, seluruh konspirasi yang berusaha untuk mematikan Yesus telah gagal total. Yang tak terbatas tetap tak terbatas, dan yang kekal tetap kekal. Ia adalah Sang Pencipta, dan Ia kekal. Ia pernah betul-betul menanggung sengsara. Ia juga pernah betul-betul tanpa hak istimewa Allah Bapa, harus menanggung penderitaan dan kematian karena dosa manusia, dan Ia pernah betul-betul dibuang oleh Allah di atas kayu salib. Namun akhirnya, di dalam status yang memiliki hidup yang tak berkebinasaan, Ia telah mengalahkan kuasa maut, kuasa dosa, kuasa kegelapan, dan kuasa Iblis. Dia bangkit kembali. Saudara tidak bisa berkata kepada matahari: “Jangan terbit!” Sebab jika Saudara berkata demikian kepadanya, matahari akan balik bertanya kepada Saudara: “Siapa engkau, dan seberapa besar kuasamu, sehingga engkau bisa mengatur aku agar tidak terbit?” Matahari pasti terbit! Demikian pula kuasa maut, kuasa militer, kuasa dosa, tidak berhak menghentikan Klristus untuk bangkit dari kematian. Dia bangkit untuk memberikan kehidupan. Dia bangkit untuk memberikan kepada manusia pengharapan akan hidup. Sudahkah Saudara menikmati pengharapan yang diberikan kepada Saudara?

Amin.

SUMBER :
Nama Buku : FROM FAITH TO FAITH – Dari Iman Kepada Iman
Sub Judul : Bab III : Mutasi Karya Kristus (2)
Penulis : Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit : Momentum, 2004
Halaman : 75 – 95