Pdt. Dr. Stephen TongBAB IV :
MOMENTUM KEHIDUPAN (2)

“Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani. Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: “Orang benar akan hidup oleh iman.” (Roma 1:16-17)

“Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga. Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.” (Efesus 1:3-4)

———————————————-

Kini kita kembali kepada tema utama kita, yaitu “dari iman kepada iman”. Ketika pengertian kita dimulai dari iman, maka pengertian itu akan membawa kita kepada iman yang lebih kuat lagi, dan iman yang lebih kuat akan membawa kita kepada pengertian yang lebih banyak lagi. Putaran ini menjadi sirkulasi iman-pengetahuan yang memberikan pertumbuhan kepada kita. Ini bisa disebut sebagai lingkaran iman.

Bagaikan sebuah pohon, jika Saudara memotong melintang sebatang pohon yang besar, lalu Saudara bersihkan permukaannya, maka Saudara akan melihat lingkaran tahun di situ. Lingkaran tahun adalah lingkaran dari kecil ke besar yang menunjukkan usia pohon tersebut. Kalau keriput manusia sama sekali tidak bisa menentukan usia seseorang, tetapi dari lingkaran-lingkaran yang ada pada penampang pohon, kita akan segera mengetahui usia pohon tersebut. Lingkaran tahun pada pohon tidak bisa menipu kita. Dari jumlah lingkaran yang ada pada penampang pohon itu, kita segera tahu berapa usia pohon itu dengan tepat. Lingkaran-lingkaran ini menggambarkan bahwa kayu tersebut bertumbuh. Pertumbuhan ini bukan dari luar ke dalam, tetapi dari dalam ke luar. Tumbuhan yang tumbuhnya dari luar adalah buatan manusia, tetapi tumbuhan yang tumbuh dari dalam adalah buatan Allah. Tumbuhan ini bukan ditempel dari luar untuk membuatnya bertambah gemuk, tetapi suatu daya dari dalam yang meluas keluar.

Jadi dasar iman yang sejati itu berasal dari dalam, yang juga bertumbuh. Pertumbuhan iman yang sejati juga bukan ditempel-tempel dari luar sehingga menjadi gemuk. Iman yang seperti ini akan luntur dan mencair nantinya. Tetapi jika pertumbuhan itu berasal dari dalam, maka pertumbuhan iman itu akan sangat stabil. Makin beriman, makin bertambah pengetahuan; makin bertambah pengetahuan, makin bisa lebih beriman lagi, demikian seterusnya.

Pertumbuhan fisik manusia suatu waktu akan berhenti dan tidak bertumbuh lagi; tetapi pertumbuhan rohani tidak pernah berhenti, jikalau pertumbuhan itu berjalan secara sehat seperti yang Tuhan tentukan. Ketika saya berusia sepuluh tahun, berat saya 25 kg. Anak saya sekarang berusia dua belas tahun, beratnya 56 kg. Saat itu saya kecil dan kurus sekali. Ketika ditanya oleh ibu saya, nanti kalau sudah besar mau jadi apa, saya menjawab ingin menjadi guru. Maka kata ibu, “Kamu begitu kecil dan kurus mau menjadi guru? Nanti kalau didorong oleh muridmu, kamu akan jatuh.” Saya dianggap terlalu kecil, tidak bertumbuh, karena sampai usia dua belas tahun masih belum memiliki tubuh yang cukup besar. Tetapi pada saat saya berusia empat belas tahun, selama satu tahun saya bertambah 12,54 cm. Ketika berusia lima belas tahun saya sudah terlihat seperti orang dewasa. Lalu pada usia enam belas tahun saya sudah 60 kg beratnya. Pada usia delapan belas tahun saya sudah mengajar sampai 40 jam per minggu. Sebelumn masuk sekolah teologi, saya sudah berkhotbah lebih dari 800 kali. Saya juga sudah mengajar ribuah murid sekolah. Itulah cara Tuhan melatih saya. Banyak anak sekarang yang baru kerja sedikit sudah mengeluh merasa lelah. Ketika berusia dua puluh tahun, saat saya masuk sekolah teologi, berat saya 55 kg. Jadi sekarang ada kemunduran besar berat badan, karena ketika berusia enam belas tahun saya sudah 60 kg.

Bilakah kita berhenti tumbuh? Ingatkah waktu Saudara sudah tidak tumbuh lagi? Betapa celaka kalau kita terus bertumbuh, karena jika kita terus bertumbuh, maka pada usia lima puluh tahun, semua pintu dan langit-langit rumah harus dirubah seluruhnya. Tubuh jasmani kita suatu saat akan berhenti bertumbuh, tidak menjadi lebih besar lagi. Inilah hukum pertumbuhan fisik. Tetapi tidak demikian halnya dengan kerohanian. Alkitab tidak pernah mengatakan bahwa suatu saat kita akan berhenti bertumbuh secara rohani. Pertumbuhan kerohanian berjalan terus-menerus seumur hidup.

Pada suatu hari di Hong Kong, saya berkumpul dengan beberapa pendeta. Salah satu di antara mereka adalah seorang pendeta yang sudah berusia delapan puluh dua tahun. Saya bertanya kepada dia, ”Mengapa ada pendeta-pendeta yang pada waktu muda begitu baik, rindu untuk melayani Tuhan, tetapi ketika tua, ia menjadi merosot dan memanipulasi Tuhan? Ada pendeta yang waktu muda berseru minta Tuhan memakai dia, tetapi ketika tua mau memakai Tuhan. Ketika muda berseru: “Tuhan, Tuhan.” Dan ketika tua berseru: “Uang, uang.” Lalu pendeta tua itu menjawab: “Seharusnya orang menjadi tua bisa semakin bertumbuh kerohaniannya. Ia bisa semakin dekat dengan Tuhan. Tidak seharusnya kuasa itu dikurangi karena kemerosotan jasmaninya.” Saya bertanya lagi: “Mengapa demikian?” Dia menjawab: “Ketika muda kita berseru dan berkhotbah dengan suara keras dan tenaga yang kuat, tetapi ketika tua suara dan tenaga kita menjadi semakin lemah, karena himpunan udara di paru-paru kita menurun; tetapi karena pengalaman rohani cukup sehingga bisa semakin kuat kuasanya.” Jadi, di dalam pertumbuhan rohani, kita melihat bahwa kaitan antara iman dan pengetahuan akan terus berputar dan bersirkulasi semakin hari semakin kuat tanpa ada titik hentinya.

Jadi kembali kepada topik kita ini, kita melihat bahwa antara iman dan pengetahuan terjadi putaran yang semakin masuk ke dalam kebenaran Allah dan semakin mengokohkan iman kita. Makin mengerti kebenaran, makin tebal iman kita; dan makin tebal iman kita, makin kita mendalami kebenaran. Itulah “dari iman kepada iman”. Dan ketika kita mempelajari Alkitab, kita akan melihat bukan hanya “dari iman kepada iman” tetapi masih ada tiga hal lainnya, yaitu “dari anugerah kepada anugerah” (from grace to grace), “dari kuasa kepada kuasa” (from energy/power to energy/power), dan “dari kemuliaan kepada kemuliaan” (from glory to glory). Begitu indahnya topik-topik yang diberikan Alkitab kepada kita.

3. IMAN : KAMBIUM KENIKMATAN DALAM TUHAN

“Dari iman kepada iman” adalah suatu pertumbuhan iman di dalam mengalami kuasa dan penyertaan Tuhan. Setelah kita mendapatkan lebih banyak pengetahuan, iman kita menjadi lebih tebal; dan iman yang semakin tebal menjadikan kita semakin mengerti kebenaran. Kini kita melihat bagaimana kita mengalami penyertaan Allah secara lebih riil, mengalami pimpinan Tuhan lebih sungguh lagi, dan mengalami anugerah Tuhan dengan lebih nyata.

Aspek ini meliputi beberapa hal, yaitu: ketika kita berada di dalam kesulitan, iman kita tidak mudah dipatahkan. Iman yang lemah adalah seperti kertas yang mudah robek. Iman yang baik adalah seperti karet yang tidak mudah dipatahkan. Iman seperti ini adalah iman yang ulet dan kuat, karena penyertaan Tuhan semakin kita sadari dan kita alami secara nyata, bukan hanya sekadar argumentasi-argumentasi teologis atau perdebatan-perdebatan logika, tetapi menjadi suatu fakta. Secara fakta saya mengalami Tuhan menyertai saya. Silahkan orang ateis melawan Tuhan, saya tidak mau berdebat lagi, karena saya sudah mengalami penyertaan Tuhan dengan begitu nyata. Silahkan mereka membuat teori bahwa Allah tidak ada, tetapi saya tidak akan berkompromi, karena fakta penyertaan Tuhan bagi saya begitu riil.

Pertama kali saya mengalami pengertian ini pada usia dua puluh tahun. Saat itu saya sedang memberitakan Injil kepada seorang tukang becak di Surabaya. Pada saat itu saya sedang naik becak ke suatu jembatan yang tinggi dan gelap. Setiap kali tukang becak harus mendorong becak itu, saya ikut turun, karena hati nurani saya tidak membenarkan saya tetap duduk sementara sesama saya harus mendorong saya di atas becak. Ketika saya yurun, tukang becak itu mengatakan tidak usah, tetapi saya tetap turun dan sama-sama mendorong becak itu. Ketika sudah mulai turun, saya naik kembali ke becak dan becak meluncur turun. Tiba-tiba becak itu dihentikan oleh beberapa orang, dan mereka meminta arloji saya. Saat itu saya sedang memakai arloji yang sangat saya sayang karena bagus sekali. Bagaimana saya harus bersikap sebagai seorang Kristen? Sementara saya baru mengabarkan Injil, lalu sekarang perampok meminta arloji saya. Saya katakan kepada dia: “Sabar, saya akan berikan arloji ini kepadamu (sambil membuka arloji), tetapi saya saya perlu katakan kepadamu bahwa kamu memerlukan Tuhan Yesus, lebih daripada arloji ini.” Perampok itu membentak saya agar diam sambil mengancam dengan pisaunya. Tetapi saya katakan sekali lagi: “Engkau memerlukan Tuhan Yesus untuk mengampuni dosamu.” Perampok itu kehabisan akal. Dia mengambil arloji itu lalu lari menghilang. Ketika ia lari, sekali lagi saya berteriak: “Tuhan Yesus mencintai orang berdosa!” Setelah perampok itu pergi, saya melihat si tukang becak sedang gemetar ketakutan. Saya katakan, mengapa ia takut padahal ia tidak kehilangan apa-apa, sementara saya sendiri tidak takut. Hari itu saya betul-betul merasakan bagaimana Tuhan mencintai saya. Penyertaan-Nya begitu sungguh dan begitu nyata. Itu membuat saya semakin diyakinkan bahwa iman Kristen bukan iman yang kosong, tetapi iman yang sungguh nyata kepada Allah yang sungguh-sungguh hidup.

Pada tahun 1966, untuk kedua kalinya saya merasakan suatu perasaan yang sangat menakjubkan/ajaib. Saat itu saya memimpin sebuah kebaktian kebangunan rohani di Ujung Pandang, yang dihadiri begitu banyak orang, sampai berjubel di gereja, bahkan sampai di luar gedung. Setelah itu saya menuju ke Palopo. Jalan dari Ujung Pandang ke Palopo yang berjarak 440 km, saat itu harus dicapai dalam waktu dua hari satu malam. Jalanannya begitu rusak dengan batu-batu yang besar, sehingga hanya bisa dilewati oleh jip yang kuat. Seluruh tubuh serasa mau lepas semua. Para majelis di Ujung Pandang mencoba untuk menghalangi saya pergi ke sana, agar saya bisa mengadakan KKR dua hari lagi di Ujung Pandang. Bagi mereka, perjalanan ke Palopo, yang hanya sebuah desa atau kota kecil, sangat tidak menguntungkan. Selain kondisi jalan yang sangat buruk, juga perjalanan itu sangat berbahaya karena adanya pemberontakan yang mencoba menggulingkan pemerintah pusat. Para majelis di Ujung Pandang ketakutan kalau dalam perjalanan itu saya akan mengalami kecelakaan di jalan. Saat itu saya baru berusia dua puluh enam tahun. Ketua majelis itu seorang Letnan Kolonel. Ketika mengetahui saya bersikeras tetap mau pergi, ia mengirimkan seorang CPM (Polisi Militer) dan seorang polisi untuk menyertai saya di perjalanan. Seumur hidup hanya beberapa kali saya pergi berkhotbah dengan dikawal orang bersenjata. Maka di mobil itu ada lima orang, seorang pendeta, pengemudi, saya, dan dua petugas. Setelah tiba di Palopo, saya mengumumkan akan berkhotbah selama tujuh hari tentang Yesus Kristus Juruselamat Dunia. Setelah berkhotbnah pada hari ketujuh, seseorang datang kepada saya dan berkata: “Jangan umumkan besok engkau akan berangkat jam berapa, karena khotbahmu terlalu berani dan terlalu keras, sehingga ada kemungkinan orang mau membunuh kamu di perjalanan pulang.” Saya dianjurkan berangkat jam 04.00 pagi, agar jika ada orang yang mau mencari saya atau mencegat, kami sudah tidak ada. Di dalam perjalanan sampai di dekat Pare-Pare, di sebuah jalan pegunungan yang rusak sekali, pen pegas roda belakang jip patah, sehingga roda tidak bisa bergerak. Tempat itu tampat yang sangat berbahaya. Sesudah coba diganti dengan sekrup, jip itu dapat berjalan. Tetapi baru berjalan 2 km, roda itu bergeser kembali dan macet lagi. Pendeta yang mendampingi saya mulai ketakutan, tetapi saya menguatkan dia dan mengajak dia untuk berusaha mencari bantuan. Ada orang yang menjemur pakaian dengan jemuran dari kawat (saat itu belum ada tali plastik/rafia seperti sekarang). Kami membeli kawat tersebut sekalipun dengan harga yang cukup mahal. Lalu dicoba ban itu ditarik dengan kawat tersebut. Ketika kami sedang mencoba memperbaiki mobil itu, saya melihat kedua tentara itu mulai gemetar. Sambil sedikit bercanda dengan mereka saya mengatakan; “Pak, mengapa gemetar, saya tidak punya apa-apa tidak gemetar.” Dia menjawab: “Justru karena kamu tidak pegang apa-apa, tidak perlu takut. Para pemberontak itu menginginkan senapan yang kami pegang, itu sebabnya saya takut. Beberapa teman saya sudah mati di sini, karena mereka ingin merebut senjatanya.” Saat itu saya merasakan perasaan yang sangat luar biasa. Saya merasakan bagaimana Tuhan menyertai saya.

Peristiwa ketiga yang paling berkesan dalam hidup saya adalah ketika dokter di Filipina mengatakan: “Stephen Tong terkena kanker hati dan dalam waktu 1 tahun akan meninggal.” Ketika saya diberi tahu, hal itu bagaikan vonis pengadilan. Saat itu saya berpikir: “Mati? Mengapa selama ini saya tidak berpikir mati? Kalau memang saya harus mati tahun ini, lalu apa yang harus saya lakukan?” Saat itu saya sangat tenang. Ketika pulang ke kota Malang, istri saya menjemput saya (saat itu masih ada penerbangan langsung dari Jakarta ke Malang), dan mengatakan apakah saya tidak takut divonis seperti itu. Saya katakan tidak, karena kalau saya harus hidup sehari demi sehari, itu semua merupakan kehendak Tuhan. Istri saya berargumen bahwa kita harus berusaha agar bisa lebih sehat. Saya setuju, tetapi hidup tetap di tangan Tuhan.

Ketika Saudara tidak mengalami bahaya, Saudara tidak akan sadar bahwa Tuhan Yesus sudah menyertai Saudara. Yesus sudah menyertai, tetapi manusia yang tidak sadar disertai. Banyak orang Kristen yang belum sadar bahwa Tuhan sudah menyertai kita. Terkadang Tuhan membiarkan kita mengalami kesulitan, mengalami berbagai bahaya dan penderitaan untuk mencelikkan mata kita dan membuka telinga kita agar kita bisa melihat lebih jelas dan mendengar lebih jelas pimpinan Tuhan atas hidup kita. Jika pada suatu hari Saudara harus sakit keras dan mati, jangan takut. Jika suatu hari Saudara harus menjadi duda, atau menjadi janda, jangan takut. Dengan mata di atas kepala saya sendiri saya menyaksikan ada beberapa janda yang lebih hebat dan lebih kuat setelah ditinggal oleh suaminya. Beberapa kali saya melihat wanita-wanita yang ketika masih ada suaminya, terlihat begitu lemah dan tidak boleh ikut campur banyak hal karena dianggap tidak mampu, tetapi setelah kematian suaminya, ia bangkit dan sadar akan penyertaan Tuhan, mempunyai iman yang kuat untuk mengatasi kesulitan. Orang-orang yang sungguh-sungguh seperti ini menjadi keindahan di dalam gereja-gereja Tuhan. Jangan kita berpikir bahwa kita tidak mampu, kita tidak ada gunanya, atau kita terlalu lemah. Jangan kita mengatakan bahwa kita hanya bisa jatuh dan tidak bisa bangun. Tuhan Yesus berkata: “Jangan takut. Percayalah kepada-Ku.” Iman kepercayaan yang sejati adalah nyanyian di malam yang gelap. Orang beriman dimampukan bernyanyi di malam yang gelap dan di lembah yang kelam.

Di mana iman kepercayaan kita bernyanyi, Iblis akan ketakutan; di mana iman kepercayaan kita bernyanyi, di situ Tuhan berkenan atas kita, dan Dia bersukacita karena kita mengerti isi hati-Nya. Puji Tuhan! “Dari iman kepada iman” yang secara pengertian membuat lingkaran iman-pengetahuan yang semakin kuat, dan secara pengalaman membuat kita semakin menyadari dan mengalami penyertaan-Nya. Di dalam iman yang menuju kepada iman, kita semakin menyadari karya Allah yang setia. Allah adalah Allah yang setia dan tidak pernah berubah. Allah adalah Allah yang berjanji dan bekerja. Allah yang sudah berfirman, akan menggenapi apa yang difirmankan-Nya. Yesus tidak pernah mengecewakan kita dan tidak pernah meninggalkan kita. Di dalam Ibrani 13:5b, Ia berkata: “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.” Allah adalah Allah yang menyertai kita sampai selama-lamanya.

Pada usia tujuh belas tahun saya menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan. Sejak saat itu saya dengan rajin mulai membagi-bagikan traktat di jalan. Kepada orang yang saya temui di jalan, saya beritakan tentang Yesus Kristus. Saya naik bis dan membagi traktat di sana. Naik kereta api, bukan karena mau pergi ke suatu tempat, tetapi hanya karena di kereta api saya bisa mempunyai banyak kesempatan bertemu orang dan membagikan traktat Injil. Ketika seseorang memberitahu saya ada seorang yang sakit di sebuah rumah sakit di Surabaya yang membutuhkan pelayanan, saya segera naik sepeda pergi ke rumah sakit tersebut. Di situ saya bertemu dengan seorang yang sudah sangat tua dan sakit. Saya berdoa supaya setan keluar darinya, imannya dikuatkan, penyakitnya disembuhkan, dan agar dia bisa kembali hidup bagi Tuhan, dan mengalami kuasa Tuhan. Setelah selesai berdoa, saya pulang. Keesokan harinya, ibu saya pergi lagi melawat dan mendoakan orang tua ini. Dan saat itu istri orang tua ini mengatakan kepada ibu saya, bahwa kemarin saya sudah datang dan mendoakan dia, dan saat itu terjadi suatu hal yang sangat ajaib. Ibu saya merasa heran atas apa yang terjadi. Dia mengatakan bahwa sebelum saya masuk, kamar itu penuh setan. Saya baru mengetahui hal itu dari cerita ibu saya. Kalau saja saya tahu sebelumnya, mungkin saya juga takut masuk. Suaminya terus berkata bahwa di ruangan itu banyak setan, ramai sekali, minta istrinya mengusir setan-setan itu. Istrinya menjadi ketakutan luar biasa. Saat itu saya masuk, dan di dalam saya menyanyikan lagu: “Ada Kuasa dalam Dalam Darah Domba Allah” dan “Dalam Nama Yesus”. Saat saya berdoa dan nama Yesus disebut, setan-setan itu pergi dari situ. Ketika pulang ibu saya menceritakan hal itu kepada saya. Setelah saya mendengar saya baru menyadari betapa besar kuasa Tuhan. Saya segera masuk ke kamar, berlutut dan berdoa mengucap syukur kepada Tuhan, bahwa saya boleh mengalami penyertaan dan kuasa-Nya.

Menyembuhkan orang sakit, terkadang disebut sebagai karunia, tetapi mengusir setan di seluruh Alkitab tidak pernah disebutkan sebagai salah satu karunia. Itu adalah hak/kuasa yang diberikan Tuhan kepada setiap orang Kristen. Setiap kita punya hak/kuasa, jika kita hidup suci, kita hidup bersandar kepada Tuhan, kita percaya dan berpegang pada firman Tuhan sebagai pedang bermata dua, maka kita tidak pernah perlu takut setan. Sejak berusia tujuh belas tahun, saya sudah dikonfirmasikan bahwa firman Tuhan itu benar, bahwa Allah itu berkuasa dan berdaulat, bahwa janji Allah tidak pernah diabaikan. Saya tidak pernah takut lagi.

Kini sudah tiga puluh enam tahun berlalu, dan saya menegaskan bahwa Tuhan tetap hidup untuk selama-lamanya. Iman bisa terus bertumbuh. Iman yang membawa kita kepada Allah yang sejati, iman yang mempercayai janji Tuhan, adalah bukti bahwa Dia memang ada dan memelihara saya. Iman ini seharusnya menjadi senjata kita untuk melawan segala ketakutan, kegelisahan, dan segala kecemasan yang tidak perlu. Tetapi celakalah kita jika sebagai orang Kristen kita mempunyai kecemasan lebih besar daripada kepercayaan kita; jika kita lebih banyak kuatir daripada beriman; jika kita lebih banyak takut daripada berpegang pada Tuhan. Prinsip “dari iman kepada iman” seharusnya membawa kita kepada pengalaman iman yang semakin bertumbuh dengan tidak habis-habisnya. Sehingga kita bisa terus-menerus mencatat pengalaman iman kita sebagai bukti dan fakta bahwa hidup “dari iman kepada iman”. Orang benar akan hidup karena iman. Dengan iman itu, orang benar hidup di dalam dunia.

4. IMAN : PENYEMPURNA HIDUP

Di sepanjang perjalanan hidup kita, kita akan melihat pemeliharaan tangan Tuhan yang tidak pernah melepaskan kita sampai selama-lamanya. Perjalanan iman yang dimulai dari iman juga akan berakhir dengan iman sebagai suatu keutuhan totalitas. Seluruh perjalanan hidup kita dimulai dari iman dan akan diakhiri dengan iman yang disempurnakan. Alkitab mengajar kita bahwa Allah kita adalah Allah yang memulai pekerjaan yang baik dan yang juga akan mengakhiri dan menggenapkan pekerjaan baik-Nya (Filipi 1:6). Alkitab juga mengatakan Yesus Kristus dari dahulu, sekarang, dan selama-lamanya tidak pernah berubah (Ibrani 13:8). Dan Dia berkata: “Pandanglah kepada Yesus Kristus yang mengadakan dan menyempurnakan iman kita.” (Ibrani 12:2). [Terjemahan bahasa Indonesia kurang tepat karena ditulis “memimpin kita dalam iman” yang sebenarnya adalah “memulai” atau “mengadakan iman” dan “yang menyempurnakan.”] Di sini kita melihat tiga hal :

  • Pertama, Tuhan adalah Allah yang setiawan dan tidak berubah. Ia tidak berubah dan Ia tidak perlu menyangkal diri, karena Ia tidak pernah bisa digoncangkan oleh situasi apa pun di sepanjang sejarah, karena Dia adalah Penguasa sejarah dan Pencipta waktu. Ia petunjuk bagi hal-hal yang terjadi di masa akhir. Dia adalah Tuhan yang akan menguasai sejarah sampai titik akhir, yaitu eskatologi. Dia adalah Tuhan yang tidak berubah dan setia, dan yang menjamin bahwa Dia akan bisa menyelesaikan apa yang telah dijanjikan-Nya.
  • Kedua, Dia senantiasa memelihara serta memperhatikan kita. Bukan saja karena kesetiaan dan ketidak-berubahan-Nya kita terjamin, tetapi juga melalui pemeliharaan dan perhatian-Nya yang terus-menerus kepada kita. Mata-Nya tidak pernah lepas dari kita dan Ia tidak pernah meninggalkan kita. Pemeliharaan Tuhan, cara pemeliharaan, dan paradoks di dalam pemeliharaan Tuhan merupakan tema besar yang tidak sempat untuk diulas di sini, tetapi kita harus tetap melihat bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Terkadang kita merasa seolah-olah Tuhan meninggalkan kita, tetapi sebenarnya tidak demikian. Ketika Saudara sakit, Tuhan mengetahuinya; ketika Saudara mengalami kesulitan keuangan, Tuhan mengetahuinya; ketika Saudara difitnah, diperlakukan dengan tidak baik, mengalami umpatan dan kerugian yang besar, Tuhan juga tahu. Namun, sekalipun Tuhan mengetahuinya, bukan berarti Tuhan harus segera bertindak dan membereskan masalah Saudara menurut waktu dan kehendak kita. Terkadang Tuhan membiarkan Lazarus meninggal selama empat hari baru Dia datang. Kalau memang Tuhan mencintai keluarga Maria dan Marta, mengapa Tuhan tidak datang sebelum dia meninggal? Pemeliharaan Tuhan memiliki suatu prinsip, yaitu menurut waktu dan cara Tuhan, bukan menurut waktu dan cara manusia.

Biarlah iman kita tetap bernyanyi, biarlah iman kita tidak menyerah, dan biarlah iman kita tetap memuji Tuhan, bahkan pada saat kita merasa berada di dalam keadaan yang paling sulit dan Tuhan belum juga muncul untuk memberikan pertolongan. Kiranya Saudara boleh berkata, ”Imanku tetap teguh di dalam Dia.” Kiranya pengalaman-pengalaman demikian dapat mengakibatkan iman Saudara bertumbuh sampai mencapai suatu ketenangan yang tidak bisa direbut oleh siapa pun.

Pada akhirnya, pengalaman iman yang berulang kali ini akan membawa Saudara pada fakta dan kesimpulan bahwa Allah yang seringkali terlihat seperti terlalu lambat, ternyata tidak pernah terlalu lambat dan tidak pernah salah di dalam memimpin Saudara sampai pada akhirnya, karena Dia adalah Allah yang tidak mungkin bersalah. Bahkan, terkadang apa yang Saudara duga sebagai keterlambatan, justru merupakan persiapan Tuhan untuk melatih Saudara di dalam disiplin yang lain. Terkadang, keadaan yang seolah-olah terlambat bisa menjadi suatu latihan supaya Saudara mampu melihat fase lain yang sementara ini terlewatkan.

Pada suatu hari ada seseorang bertanya kepada saya, mengapa ketika ia akan membangun rumah, izinnya tertunda sampai satu setengah tahun lamanya. Akhirnya ia mengetahui, rupanya Tuhan memiliki rencana tertentu baginya. Jangan pernah meragukan pimpinan Allah. Ia tidak pernah meninggalkan Saudara. Puji Tuhan! Keterlambatan selalu menjadi berkat yang lebih besar. Keterlambatan melatih kesabaran kita. Keterlambatan menjadikan kita sering lebih matang dalam pengalaman iman kita.

Satu pertanyaan yang sulit dijawab oleh dunia psikologi ialah mengapa anak-anak yang pada waktu kecil sedemikian genius menjadi biasa-biasa saja ketika beranjak dewasa. Banyak orang tua ingin anaknya pandai, dari kecil sudah dipaksa sekolah dengan segala pengetahuan, dengan harapan lulus sarjana umur sembilan tahun, supaya bisa dengan bangga membicarakan kepada orang lain, bahwa anaknya genius. Cara seperti itu kelak bisa membuat anak itu menjadi depresi dan gila, karena tingkat kemampuannya dipaksa terlalu cepat dengan tidak seharusnya. Cara seperti itu sebenarnya adalah suatu penyiksaan terhadap anak. Di satu pihak kita melihat anak-anak yang begitu genius dan betul-betul hebat, setelah dewasa menjadi biasa-biasa saja. Hal ini merupakan realitas yang terjadi pada sangat banyak orang. Di pihak lain, kita juga melihat banyak orang yang waktu anak-anak terlihat biasa-biasa saja, ketika mulai dewasa menjadi semakin hebat. Kita mengetahui Thomas Alfa Edison, juga Albert Einstein, yang sempat tidak lulus SMU, dianggap bodoh oleh guru dan teman-temannya, dan sampai tua ia begitu sulit menghitung pajak. Tetapi di pihak lain, ia begitu sukses dan begitu brilian.

Terkadang Tuhan memperkenankan terjadinya keterlambatan di satu atau dua hal, tetapi di lain pihak memberikan kesuksesan yang luar biasa di bidang lain. Seolah-olah fase pertama dan kedua hidup kita tidak berarti, tetapi hendaklah kita tidak menghina diri karena kita menjadi semakin tua. Siapa yang tahu ketika kita makin tua bisa menjadi semakin hebat? Kentucky Fried Chicken yang terkenal di seluruh dunia dimulai oleh Kolonel Sanders saat ia berusia enam puluh tahun lebih, juga ada beberapa perusahaan yang sukses dimulai oleh orang yang sudah tua. Pimpinan Tuhan terhadap satu orang berbeda dari orang yang lainnya. Terkadang kita merasakan sepertinya Tuhan terlambat dan Tuhan tidak mau menolong, tetapi pimpinan Tuhan sangat berbeda dan yang pasti Ia tidak pernah salah. Yang harus kita lakukan adalah kita percaya penuh kepada-Nya.

Ketiga, sampai pada akhirnya, ketika Kristus datang kembali, iman kita akan disempurnakan. Iman kita yang masih belum genap, yang masih penuh dengan kekuatiran, yang penuh dengan luka-luka, dan yang masih kurang sempurna, akan disempurnakan pada saat Yesus Kristus datang kembali. Inilah yang di dalam teologi disebut sebagai consummation. Istilah ini bukan berasal dari kata consume yang artinya menghabiskan atau menghilangkan, tetapi dari kata consummate yang berarti melengkapi atau menyempurnakan. Tuhan pasti akan menyempurnakan iman kita yang kurang sempurna, pada waktu Ia datang kembali dan memulihkan kita ke dalam kesempurnaan-Nya.

Kini kita mempunyai tugas berat, yaitu dari sejak kita dilahirkan kembali sampai Dia datang kembali, kita harus terus-menerus taat, berpegang dan bersandar kepada-Nya, dan setia memegang janji-Nya. Dan setelah kita selesai mengerjakan tugas kita, Ia juga akan menyelesaikan tugas-Nya yaitu menyempurnakan iman yang telah Ia berikan kepada kita, sehingga kita bisa berjumpa dengan Tuhan di dalam kekekalan.

Amin.

SUMBER :
Nama Buku : FROM FAITH TO FAITH – Dari Iman Kepada Iman
Sub Judul : Bab IV : Momentum Kehidupan (2)
Penulis : Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit : Momentum, 2004
Halaman : 116 – 135