Norma PajakDengan diundangkannya Peraturan Menteri Keuangan nomor 34/PMK.010/2017 tanggal 1 Maret 2017 tentang pemungutan pajak penghasilan pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain, maka peraturan ini mencabut ketentuan sebelumnya yaitu Peraturan Menteri keuangan nomor 154/KMK.03/2010 tentang pemungutan PPh pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain yang telah beberapa kali diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan :

  • PMK nomor 224/PMK.011/2012
  • PMK nomor 146/PMK.011/2012
  • PMK nomor 175/PMK.011/2013
  • PMK nomor 107/PMK.011/2015
  • PMK nomor 16/PMK.010/2016

Peraturan Menteri Keuangan nomor 34/PMK.010/2017 tentang pemungutan pajak penghasilan pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain ini berlaku sejak tanggal 1 Maret 2017.

Apa Dasar Pertimbangan?

Menjaga ketersediaan pangan dan stabilitas harga pangan, menjaga ketersediaan bahan baku untuk kilang dalam negeri, memperlancar pelayanan ekspor mineral dan batubara, serta menyelaraskan ketentuan tarif pemungutan PPh Pasal 22 atas barang kiriman dengan tarif bea masuk untuk barang kiriman, sehingga perlu mengganti ketentuan mengenai penunjukan badan-badan tertentu sebagai pemungut PPh Pasal 22.

Siapa Pemungut Pajak?

Pemungut pajak adalah sesuai dengan Pasal 22 UU PPh yaitu :

  • Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas impor barang dan ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam yang diakukan oleh eksortir, kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang terikat dalam perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan dan Kontrak Karya;
  • Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya;
  • Bendahara Pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme Uang Persediaan (UP);
  • Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
  • Badan Usaha Tertentu meliputi :
    • BUMN
    • Badan Usaha dan BUMN yang merupakan hasil dari restrukturisasi yang dilakukan pemerintah, dan restrukturisasi tersebut dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada BUMN lainnya;
  • Badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN, meliputi PT Pupuk Sriwidjaya Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkit Jawa – Bali, PT Semen Padang, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia Farma Apotek, PT Kimia Farma Trading & Distribution, PT Badak Natural Gas Liquefaction, PT Tambang Timah, PT Terminal Petikemas Surabaya, PT Indonesia Comnets Plus, PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank BRISyariah, dan PT Bank BNI Syariah, berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan usahanya;
  • Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri;
  • Agen Tunggal Pemegang merek (ATPM), Agen pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri;
  • Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
  • Badan usaha industri atau eksportir yang melakukan pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur, untuk keperluan industrinya atau ekspornya;
  • Badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan; atau
  • Badan usaha yang melakukan penjualan emas batangan di dalam negeri.

Berapa Besarnya Pungutan PPh Pasal 22?

a). Untuk pemungutan yang dilakukan DJBC

  • 10% dari nilai impor dengan atau tanpa Angka Pengenal Impor (API) atas Impor barang tertentu (lihat Lampiran I PMK) ;
  • 7,5% dari nilai impor dengan atau tanpa API atas barang tertentu lainnya (lihat lampiran II PMK);
  • 0,5% dari nilai impor dengan menggunakan API atas barang berupa kedelai, gandum, dan tepung terigu (lihat lampiran III PMK);
  • 2,5% dari nilai impor dengan menggunakan API atas barang selain barang yang telah disebutkan di atas;
  • 7,5% dari nilai impor yang tidak menggunakan API atas barang selain barang diatas;
  • 7,5% dari harga jual lelang atas barang yang tidak dikuasai;
  • 1,5% dari nilai ekspor atas ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, sesuai uraian barang dan pos tarif/Harmonized System (HS) (lihat lampiran IV PMK).

b).  Untuk pembelian barang oleh bendahara pemerintan, KPA, bendahara pengeluaran  sebesar 1,5% dari harga pembelian tidak termasuk PPN;

c). Atas penjualan BBM, BBG dan pelumas oleh produsen atau importir adalah :

  • 0,25% dari penjualan tidak termasuk PPN atas penjualan kepada SPBU yang dibeli dari Pertamina atau anak perusahaan pertamina;
  • 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN atas penjualan kepada SPBU yang dibeli selain dari pertamina atau anak perusahaan pertamina;
  • 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada pihak selain yang sudah disebutan.
  • 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN atas bahan bakar gas;
  • 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN atas pelumas;

Loading…

 

Download Aturan Peraturan Menteri Keuangan nomor 34/PMK.010/2017