Dr. Stephen TongHidup hanya satu kali. Hidup yang hanya satu kali ini untuk siapa? Berjuang untuk apa? Apa tujuanmu hidup? Saya akan menjawab: Saya hidup bagi Allah, bagi Tuhanku, pekerjaan-Nya, umat-Nya, memproklamasikan keselamatan-Nya. Memang banyak hambatan, tetapi saya remehkan semuanya itu karena Tuhanku pemenang. Kita dipimpin untuk hidup menang dan mengalahkan dunia.

Yesus berkata kepada Petrus, “Kujadikan engkau”, artinya jangan puas dengan keadaan sekarang. Jika tidak ada hari depan, apa gunanya berjuang dalam dunia? Kita bersyukur karena Tuhan memberi pengharapan kepada kita, bahwa ada hari depan. Ketika pembangunan gereja, saya memutari gereja ingin melihat hari depan tanah ini. Saya melihat apakah mungkin tanah ini jadi tempat ribuan orang dengar firman Tuhan. Roh Kudus menjawab ya, tanah ini akan dipakai oleh ribuan orang setiap minggu. Saya berdoa kepada Tuhan supaya tanah ini dapat berguna bagi Tuhan, supaya saya mendapatkan pengetahuan sejati, bijaksana dari Tuhan, sehingga seorang hamba Tuhan yang begitu hina boleh merancang baik agar tempat ini menjadi gereja yang baik.

Seorang mengatakan, “Engkau tidak akan dapat izin gereja, ini daerah Islam dan orang Islam benci kepada Kristen.” Kita berlutut dan berdoa dan mendirikan gereja yang besar. Kita tidak ada pengalaman besar, anggota tidak terlalu banyak, dana tidak terlalu banyak. Tetapi kita ada iman yang besar berdasarkan janji Tuhan. Tanah ini adalah tanah yang sangat tidak teratur. Saya memutuskan membangun gereja di sebelah kiri. Tuhan mau kita menyediakan KIN untuk seluruh Indonesia. Saya hanya tahu, Tuhan menggerakkan saya untuk pekerjaan yang besar ini. Saya tidak minta satu rupiah dari pemerintah, bank, atau majelis. Saya hanya tahu Allahku hidup. Tuhan yang menggerakkan pasti akan mencukupi.

Puji Tuhan kita membangun terus sampai selesai tidak hutang sama sekali. Bagaimana hari depan murid-murid yang kita ajar? Bait Allah begitu megah dan terbuat dari emas. Tuhan berkata, “Engkau tahu bahwa bangunan ini akan dirobohkan karena anak-anak-Ku tidak menyembah-Ku dengan sesungguhnya.” Gereja kita pun mungkin dibuang oleh Tuhan meskipun megah. Jika seorang anak dididik oleh guru, guru harus memikirkan masa depan anak itu akan jadi apa.

Filsafat ada yang mengatakan tentang my idea. Manusia bukan kurang ide tetapi yang kurang adalah ideal me. Bagaimana kita membuat anak-anak kita menjadi anak yang sempurna dan ideal bagi Tuhan? Di manakah ideal me? Aristoteles mengatakan seorang gentleman harusnya tidak sombong, tetapi juga tidak minder.

Yesus berkata, “Petrus, ikutlah Aku dan Aku akan menjadikan engkau penjala manusia.” Kita harus menjadikan anak-anak didik kita menjadi orang yang seperti Tuhan mau. Jangan terlalu mementingkan kelucuan anak dan akhirnya melupakan didikan. Anak-anak adalah barbarian yang belum dididik dan punya potensi berbuat jahat yang besar. Setiap anak perlu dididik, jangan terlalu cepat menikmati atau suka kepada dia dan membuat dia lupa diri. Begitu banyak orang tua tidak memiliki fondasi didikan dan hanya menikmati anak-anak saja.

Di dalam proses, Yesus menjadikan Petrus. Berarti sekarang Petrus belum jadi. Mengapa Beethoven menjadi Beethoven? Karena dia saat kecil terus dipaksa dan didisiplin untuk bermain piano. Tetapi akibatnya adalah Beethoven menjadi begitu pesimistis dan sedih. Terlalu manja salah, terlalu keras juga salah. Kita menjadi guru jangan menjadi pengancam atau pemanja. Konfusius berkata bahwa ketika dia masih muda, dia bekerja yang sulit, sehingga seumur hidup lega. Ketika ada musibah menimpa akan lebih kuat. Jangan memanja anak. Jangan memberikan yang gampang bagi dia. Buat mereka sulit supaya mereka tahu bagaimana menghadapi tantangan mereka. Jangan iri hati kepada orang yang enak dan lancar tetapi perhatikan mereka yang berjuang dan melawan kemiskinan. Mengapa banyak orang membunuh diri? Terlalu berat karena tidak terbiasa latihan. Kurang mengalami kesulitan dan angin topan.

Saya umur 3 tidak ada ayah. Berjuang terus sampai sekarang. Di hadapanku, hidup yang enak tidak bernilai. Celakalah kita yang dimanja dan diambil kesempatan berjuangnya! Agama Kristen tidak ada hari depan jika tidak ada pemimpin yang mau berjuang dan jujur. Makin kita jujur, makin kita serupa dengan Kristus. Jika Indonesia penuh dengan hamba Tuhan yang benar-benar mencintai Tuhan, masa depan Indonesia cerah.

Jangan pernah meremehkan anak-anak atau pemuda karena mereka mungkin menjadi pemimpin selanjutnya. Di sejarah ada orang namanya Michelangelo. Suatu waktu ada marmer besar yang tidak dipakai dan dibuang. Batu marmer yang sudah rusak itu diukir tapi salah dan patah separuh. Yang punya marmer ini berkata bahwa marmer ini sudah tidak bisa diukir. Michaelangelo mau beli. Dia menawar harga lalu menyuruh tukang membawa pulang batu yang besar ini tetapi modelnya cuma 1 tiang. Setelah disimpan di rumah, dia lalu mulai memahat siang malam. Orang lihat dia seperti gila. Kenapa kerja sulit sekali untuk marmer yang rusak. Dia bilang “wait and see”. Akhirnya beberapa bulan kemudian terbentuklah Daud yang mau melempar batu ke Goliat. Tidak pernah orang Yunani memahat patung seindah ini. Kenapa telanjang? Karena Michelangelo berkata, “Pakaian menipu manusia tetapi tidak ada satu pakaian pun bisa menipu Tuhan.” Yang mau dia gambar adalah keindahan ciptaan Tuhan. Manusia yang bermartabat dan hormat.

Mengapa kita kehilangan wibawa menjadi guru? Karena kita sering berjanji tidak ditepati. Jika kita hanya membereskan masalah diri sendiri, kita belum mendidik. Psikologi mengatakan bahwa manusia tidak beres karena 3 sebab, yaitu :

  1. Jika kita dapat cinta yang beres maka kita akan beres;
  2. Jika ada identitas yang tidak beres;
  3. Komunikasi yang baik.

Kita jangan membocorkan rahasia anak yang diceritakan kepada kita dalam konseling. Berdoalah minta kesulitan yang besar kepada mereka tetapi minta juga agar Tuhan memberi kekuatan. Dinamika pendidikan orang Kristen tidak main-main. Biarlah anak anak kita tahu bagaimana menghormati diri dan orang lain. Mari menuntut diri menjadi Guru Sekolah Minggu yang baik.

Sumber : file:///C:/Users/Kris%20jon/Downloads/sekilas-kin-2014-05.pdf