Mengerti PIR adalah hal yang sangat serius, sangat penting, dan sangat memerlukan perhatian khusus, karena ini mewakili reaksi kita kepada Tuhan setelah firman diberikan ke dalam dunia. Diberikannya firman ke dunia menyatakan kesungguhan Allah memberikan kebenaran sejati dari motivasi yang jujur oleh Allah, satu-satunya Kebenaran kepada manusia yang mau Ia didik, Ia wahyukan, dan perlengkapi dengan kebenaran firman. Oleh karena itu, seharusnya manusia dengan jujur memberikan tanggapan yang suci dan sungguh kepada kesetiaan Tuhan. Kesungguhan Allah ketika bertemu dengan kesungguhan respons manusia, akan menghasilkan iman kepercayaan yang sungguh pula.

Iman adalah hal yang paling serius dalam hidup manusia. Tanpa iman kepercayaan, tidak seorang pun diperkenan Allah. Di hadapan Allah bukan kelakuan yang diperhitungkan, karena kelakuan kita bobrok penuh kepura-puraan. Kelakuan manusia semua bercacat-cela sehingga tidak memperkenan Allah. Martin Luther mengatakan, “Iman adalah penerimaan terhadap penerimaan.” Luther masuk ke wilayah yang begitu limpah dan jitu dalam mengerti iman. Iman berarti aku menerima fakta, fakta bahwa aku telah diterima oleh Tuhan.

Mengapa Tuhan menerima saya yang tidak layak, tidak beres, tidak patut, tidak berkualifikasi cukup, dan tidak cukup syarat untuk diterima? Dalam hal ini saya tidak menolak, tidak membantah, tidak berdebat, melainkan menerima ini sebagai fakta yang Tuhan telah kerjakan di luar kemampuan pikiran saya. Ini adalah anugerah yang saya terima. Martin Luther telah membawa seluruh umat manusia mengerti iman yang sekaligus di dalamnya mengisi anugerah yang tidak layak kita terima.

Fakta yang sungguh terjadi ketika kita yang tidak layak diberkati Tuhan, tidak layak diterima oleh Tuhan, betul-betul telah diterima karena anugerah-Nya. Tuhan berkata kepada Israel, “Jangan anggap Aku memilih kamu karena kebolehanmu. Aku memilih kamu bukan karena engkau memiliki sedikit kelayakan, tetapi karena Aku adalah kasih.” Allah mengasihi kita karena Allah adalah kasih dan kita tidak patut dikasihi, sementara Yang Mengasihi kita memiliki kemurahan limpah dari kemungkinan kesanggupan kita dikasihi, maka Allah mengasihi kita.

Ketika tua, Musa berkata, “O, Israel, engkau adalah bangsa yang terkecil di antara bangsa-bangsa, tetapi Allah telah memilih engkau menjadi umat-Nya.” Allah tidak memilih Mesopotamia atau Mesir yang besar, atau Persia yang perkasa. Tuhan mengasihi Israel dan memilihnya untuk menjadi umat kepunyaan-Nya. Hal ini dimengerti oleh Paulus ketika ia tua. Ia mengatakan, “Tuhan memilih yang kurang, yang miskin, yang lemah, yang bodoh, yang tidak patut dicintai Tuhan.” Itulah anugerah! Anugerah Tuhan begitu besar hingga kita bisa berespons kepada-Nya.

Saya berulang kali mengatakan, “Manusia bukan seperti bagaimana perilakunya, manusia bukan menurut apa yang ia pikir, manusia bukan menurut apa yang ia rasa, tetapi manusia adalah menurut bagaimana ia bereaksi di hadapan Allah.” Nilai manusia disetarakan dengan reaksinya di hadapan Allah. Hal ini berbeda dari pandangan filsafat, psikologi, semua kebudayaan, dan agama. Agama kebanyakan hanya mengerti manusia menurut apa yang ia lakukan. Alkitab tidak mengatakan demikian. Tidak ada apa pun yang kaulakukan yang dapat menyenangkan Allah. Alkitab menegaskan bahwa bagaimana engkau bereaksi kepada Tuhan itulah yang menentukan nilaimu di dalam kekekalan. Oleh karena itu, reaksi kita kepada Tuhan menentukan nasib kekekalan kita. Iman adalah reaksi total kita kepada Tuhan.

Pengakuan Iman Rasuli adalah reaksi kepada Tuhan melalui iman. Bagi dunia, mungkin iman kurang penting, kita mau percaya apa dianggap bukan urusan serius. Tuhan tidak pernah mengatakan demikian. Meskipun Allah memberikan kebebasan beragama, tetapi kebebasan beragama tidak menjamin engkau hidup dalam kebenaran. Kebebasan beragama adalah hak yang diberikan Tuhan, tetapi kebebasan beragama – yang tidak diatur oleh Roh Kudus dan kebenaran Tuhan – akan membinasakan engkau. Sama seperti orang bisa berkebebasan untuk bunuh diri, atau minum obat bius sebanyak-banyaknya, atau mau loncat ke dalam laut, tetapi semua kebebasan itu tidak membawa pertumbuhan hidup kepada orang tersebut, sebaliknya bisa menjadi musuh Tuhan. Tindakan kita akan menunjukkan bagaimana kita bereaksi di hadapan Allah. Kita harus berani berbicara pada dunia jika kita harus berbicara, kita harus berani berperang jika memang harus berperang. Ketika kita tidak berani berbicara ketika kita harus berbicara, kita bukan saksi Kristus. Orang Kristen yang lemah dan mudah dibeli dengan uang bukanlah orang Kristen. Pengakuan Iman Rasuli adalah reaksi umat pilihan yang setia kepada wahyu Allah. Ketika kita sungguh-sungguh berkata ya, Allah menjadi iman kita.

Saya membagi kebudayaan manusia ke dalam tiga lapisan.

  • 1) Manusia adalah satu-satunya makhluk yang ingin tahu (Latin: scio). Tidak ada kucing yang ingin tahu matahari itu apa dan apa bedanya dari bulan. Macan juga tidak ingin tahu. Hanya manusia yang ingin tahu. Anak dari kecil sudah ingin tahu banyak hal. Tetapi ingin tahu adalah lapisan paling rendah. Maka ilmu pengetahuan adalah hal yang paling rendah. Ilmu pengetahuan menyelidiki alam dan itu hal yang paling rendah. Sokrates mengatakan, “Engkau mengetahui segala sesuatu tetapi tidak mengetahui siapa dirimu, itu adalah kebodohan.” Hal ini memutarbalikkan dan mengarahkan filsafat ke tingkat yang lebih tinggi.
  • 2) Manusia menjadi makhluk berpikir (Latin: cogito). Manusia mulai berupaya mencari pengertian, tidak cukup tahu, tetapi mau mengerti. Tahu itu berkenaan dengan objek, berpikir berkaitan dengan subjek. Berpikir di dalamnya menyangkut bagaimana merelasikan, menganalisis, memperhitungkan berbagai hal, bukan sekadar mengetahui suatu objek. Maka engkau harus berpikir lebih tinggi dari sekadar tahu.
  • 3) Tetapi masih ada yang lebih tinggi lagi, yaitu percaya (Latin: credo). Ketika engkau mencintai seorang wanita, engkau bukan tahu apa seluruh seluk-beluk wanita itu, atau engkau mengerti apakah dia akan membuat engkau bahagia, tetapi karena engkau percaya bahwa ia akan memberikan kebahagiaan. Seberapa pun pandai seseorang berpikir, ia tidak akan pernah tahu jodohnya akan menjadi apa. Maka, percaya adalah hal yang paling tinggi. Persoalannya adalah engkau percaya kepada siapa.

Jika engkau percaya kepada yang tidak bisa dipercaya, maka engkau telah menginvestasikan hidupmu ke dalam wilayah yang salah. Jika engkau percaya kepada laki-laki yang tidak patut dipercaya, dia akan mempermainkan cintamu dan percayamu, maka engkau akan menghancurkan hidupmu di dalam iman yang salah. Itu sebabnya, Allah sejati dengan motivasi sejati memberikan pengajaran yang sejati yaitu kebenaran yang tepat, barulah boleh menjadi reaksi kita untuk beriman dengan jujur kepada-Nya. Yang jujur bertemu dengan yang jujur akan menghasilkan iman sejati dan keuntungan sejati. Itulah investasi yang sejati. Yang jujur ketemu penipu, maka imannya akan rugi.

Pengakuan Iman Rasuli berada di tempat tertinggi. Jangan beranggapan orang Kristen percaya takhayul. Kita berbeda dari semua karena kita beriman kepada Dia yang adalah Sang Kebenaran, yang sungguh-sungguh memberitahukan kepada kita kebenaran kekal untuk menjadi dasar iman kita. Lapisan ketiga ini merupakan kalimat pertama Pengakuan Iman Rasuli, Credo Dios (Aku percaya kepada Allah). Tiga kalimat pertama Credo ini adalah: 1) Aku percaya kepada Allah; 2) Bapa yang Mahakuasa; 3) Pencipta langit dan bumi.

Aku percaya kepada Allah, ini adalah sikap manusia kepada Tuhan yang mewahyukan kebenaran kepada kita. Dunia terbagi menjadi dua, yaitu manusia yang percaya kepada Allah dan yang tidak percaya kepada Allah. Tetapi yang sama-sama mengaku percaya Allah, ternyata Allah dari semua agama memiliki konotasi yang berbeda. Kali ini kita membicarakan yang tidak mau percaya kepada Allah. Yang tidak percaya kepada Allah masih terbagi menjadi dua kelompok lagi, yaitu: 1) Yang tidak percaya kepada Allah, dan 2) Yang percaya Allah tidak ada. Ada orang yang ketika ditanya apakah ia atheis, ia mengatakan tidak. Ia tidak mengakui bahwa ia atheis karena ia tetap percaya ada Allah, tetapi ia tidak merasa mengenal Allah itu ataupun perlu percaya dan bersandar kepada-Nya. Di zaman Charles Darwin, ada dua profesor yaitu Thomas Henry Huxley dan Sir Herbert Spencer. Kedua orang ini memopulerkan Teori Evolusi ke seluruh dunia yang berbahasa Inggris. Mereka adalah kawan baik Darwin, dan seperti Darwin, mereka tidak pernah menyatakan diri sebagai seorang atheis. Darwin pernah mengatakan, “Saya tetap percaya ada Allah, tetapi apa yang disebut Allah saya tidak tahu. Saya tidak berani mengatakan Allah tidak ada, tetapi saya tidak tahu.” Inilah paham agnostik. Atheis berarti tidak ada Allah, agnostik berarti tidak tahu Allah ada. Agnostik abad ke-19 dimulai oleh Thomas Henry Huxley yang kemudian disetujui oleh Sir Herbert Spencer.

Selain agnostik, ada deisme. Deisme mulai dari Herbert of Cherbury. Dia percaya Allah ada, Allah menciptakan alam semesta ini, tetapi sesudah itu Allah diam dan apatis. Allah yang menciptakan tidak lagi ada hubungan langsung dengan semua ciptaan-Nya. Manusia harus berusaha sendiri, alam berjalan dengan sendirinya, bagaikan pembuat jam, yang setelah membuatnya, memutar pernya lalu membiarkannya berjalan terus sampai jam itu rusak. Ini yang dimengerti oleh Herbert of Cherbury. Ini bagaikan binatang yang setelah melahirkan anak, anaknya dalam tiga menit sudah bisa buka mata lalu bisa berjalan dan mencari makan sendiri. Manusia tidak demikian. Manusia setelah lahir menunggu satu tahun baru bisa berjalan. Manusia tidak seperti binatang. Manusia paling sulit dipelihara, maka manusia paling bernilai. Manusia paling tinggi hidupnya, maka memerlukan pemeliharaan yang sangat susah. Kita beriman kepada Tuhan, kita percaya kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, Pencipta langit dan bumi. Ini adalah kepercayaan kepada Allah dalam tiga tahapan: 1) Percaya kepada Allah dan keberadaan-Nya; 2) Percaya di dalam Allah yang kuasa-Nya terpelihara kekal; 3) Percaya bahwa dengan kuasa itu Ia memelihara dan mencukupi seluruh ciptaan-Nya. Aku percaya kepada Allah, Bapa sumber yang Mahakuasa memelihara segala sesuatu; Pencipta, Pelindung, dan Penyedia segala sesuatu di sorga dan di bumi. Di dalam satu iman kepercayaan butir pertama ini terkandung tiga hal yang begitu penting.

Ketika kita melihat alam semesta, orang Kristen menjawab bahwa alam semesta ada karena diciptakan oleh Allah. Orang Tionghoa dan orang India, memiliki takhayulnya yang sulit dipertanggungjawabkan. Orang Gerika mencoba menyelidiki dan mencari jawaban ilmiah, sampai-sampai Thales sejak tahun 585 BC sudah menemukan gerhana. Mereka mencoba mencari asal mula alam semesta ini tetapi tidak ada jawaban yang memadai. Hanya dari Kitab Suci kita mendapatkan jawaban yang jelas dan lugas. Kitab Suci yang pertama menyodorkan sistem terbuka (open system) untuk mengetahui alam semesta ini. Kita bersyukur Pengakuan Iman Rasuli yang pertama membuka pikiran manusia dan menggeser manusia dari sistem tertutup menjadi sistem terbuka. Amin.

 

Artikel Terkait :