Barusan penulis ditanya oleh Wajib Pajak, apa yang menjadi argumentasi hukum sehingga Wajib Pajak tersebut harus membayar Angsuran PPh pasal 25 sementara Wajib Pajak merasa SPT Tahunan PPh Badan sebelumnya menyatakan lebih bayar. Hal tersebut sebagai respon Wajib Pajak atas SP2DK (Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan) yang sebelumnya penulis kirim.

Maka agar komunikasi antara Wajib Pajak dan Petugas Pajak tidak terjadi salah paham yang berkepanjangan, maka dipandang perlu mengetahui argumentasi hukum pajak sebagaimana akan dituliskan berikut ini. Tulisan berikut adalah bersumber dari potongan-potongan catatan penulis dalam suatu pelatihan baru-baru ini.

Pengertian Argumentasi

Argue: a statement that attemps to persuade; the act or process of attempting to persuade. Atau diartikan sebagai alasan yang dapat dipakai untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian, atau gagasan.

Argumentative: relating argument or persuasion; stating not only facts, but also inferences and conclusions drawn from facts (the judge sustained the prosecutor’s objection to the argumentative question). Atau diartikan berargumen, berarti berdebat dengan saling mempertahankan atau menolak alasan masing-masing. Istilah argumentasi, diartikan sebagai pemberian alasan untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau gagasan.

Argumentasi hukum merupakan suatu ketrampilan ilmiah yang bermanfaat untuk dijadikan pijakan oleh para ahli hukum dalam mendapatkan dan memberikan solusi hukum.

Tahapan Argumentasi

Agar suatu argumentasi bersifat ilmiah maka perlu memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut :

  • Issue: Masalah apa yang akan diungkap (dalam contoh ini Kewajiban Angsuran PPh Pasal 25)
  • Rule: Apa dasar hukum dari masalah ini (dalam contoh ini adalah UU PPh khususnya Pasal 25 serta Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-537/PJ./2000 tentang penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu).
  • Facts: Peristiwa atau perbuatan hukum apa (fakta) yang terkait dengan dasar hukum (dalam contoh ini adalah Wajib Pajak tidak mau menyetor angsuran PPh pasal 25 setiap masanya).
  • Analysis: terapkan dasar hukum tersebut dengan peristiwa atau perbuatan hukum terkait. (dalam contoh ini adalah Pasal  2 KEP-537/PJ/2000 yang menyatakan  Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam hal Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung dengan dasar penghitungan dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 UU PPh dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.)
  • Conclusion: Menerapkan dasar hukum dari fakta yang terungkap, dan bagaimana simpulannya (dalam contoh ini Wajib Pajak diwajibkan membayar PPh pasal 25 setiap masanya atau ditagih melalui STP).

Pentingnya Alat Bukti

Bukti menjadi penting karena Hakim menentukan apa yg harus dibuktikan, beban pembuktian dan penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit 2 (dua) alat bukti. (Pasal 76 UU Pengadilan pajak). Bukti sebagaimana diatur dalam pasal 69 UU Pengadilan Pajak meliputi :

  • Surat atau tulisan;
  • Keterangan ahli;
  • Keterangan para saksi;
  • Pengakuan para pihak; dan atau
  • Pengetahuan hakim.

Pembuktian adalah suatu cara untuk meyakinkan hakim akan kebenaran dari dalil yang menjadi dasar gugatan, atau dalil-dallil yang diperguakan untuk menyangkal tentang kebenaran dalil-dalil yang telah dikemukakan oleh pihak lawan.

Kekeliruan Argumen (Fallacy)

Seringkali argumen-argumen yang keliru tampak seperti argumen yang tepat. Namun jika diteliti secara cermat  maka akan terbukti kerancuannya. Sekalipun tidak tepat argumen ini seringkali dipakai dalam kehidupan sehari-hari, dan mempunyai aspek psikologis meyakinkan sehingga mendorong seseorang untuk mengambil keputusan dan melakukan tindakan yang salah.

Konklusi yang irelevan : sebuah argumen yang sesungguhnya dimaksudkan untuk mendukung sebuah kesimpulan tertentu, namun diarahkan dan digunakan untuk membenarkan sebuah kesimpulan yang lain misalnya untuk membuktikan seorang tersangka itu bersalah, seorang jaksa malah membuktikan bahwa perkara pembunuhannya berlangsung secara keji dan biadab. Berikut ini merupakan macam-macam  kerancuan berfikir relevan ini :

  • Argumentum ad baculum; Kerancuan  ini didasarkan pada kekuatan atau ancaman penggunaan kekuatan memaksakan agar sebuah kesimpuan diterima dan disetujui. Contoh : Saya ini pimpinan parpol, pernyataan bahwa kami ini selalu bersih, sudah pasti benar.
  • Argumentum ad hominem; Kerancuan terjadi jika argumen diarahkan untuk menyerang pribadi orangnya, khususnya menunjukkan kelemahan atau kejelekan orang yang bersangkutan, dan tidak ada usaha untuk secara rasional membuktikan yang dikemukakan orang yang diserang itu salah. Contoh : Tentu saja ijin membuat pub itu tak diberikannya karena ia adalah seorang ulama” seharusnya argumen yang tepat adalah tentu saja perijinan membuat pub itu tak dapat disetujui karena akan membuka celah untuk perzinahan dan perselingkuhan. Contoh  lain, pandangan filsafat Bacon tidak diterima dengan  alasan ia pernah korupsi.
  • Argumentum ad ignorantiam: Kerancuan terjadi jika sesuatu hal dinyatakan benar semata-mata karena belum dibuktikan bahwa itu salah atau sebaliknya sesuatu dinyatakan salah karena belum dibuktikan benar. Contoh Rudi adalah seorang homoseksual, bukan karena kita pernah memergoki ia berhubungan dengan pria, tapi semata-mata kami tidak pernah melihat ia bersama seorang wanita pun.
  • Argumentum ad Misericordiam: Kerancuan terjadi karena didasarkan pada belas kasihan atau menggugah rasa iba.
  • Argumentum ad Populum: Kerancuan terjadi jika orang berupaya untuk mengemukakan dan memenangkan dukungan untuk suatu pendapat dengan jalan menggugah persaaan emosi, dengan semangat berkobar-kobar. contoh : satu juta orang Indonesia menggunakan jasa layanan seluler X, maka sudah pasti itu layanan yang bagus.
  • Argumentum ad Verecundiam: Kerancuan terjadi untuk memperoleh pembenaran atau dukungan dengan jalan mendasarkan pada kewibawaan orang yang terkenal, namun bukan karena keahlian orang yang disebutnya. Contoh  argumentasi soal politik atau hukum dengan menyebut nama Einstein (ahli Fisika).
  • Fals cause (kausa palsu): Kerancuan terjadi karena suatu argumen yang secara tidak tepat menyatakan adanya hubungan kausal antara dua hal atau lebih, padahal hubungan kausal tidak ada. Contoh krisis selalu dihubungkan karena kelemahan wanita.
  • Complex questions: Kerancuan terjadi jika diajukan sebuah pertanyaan majemuk tetapi kemajemukannnya tidak diketahui atau dikaburkan dan untuk pertanyaan tersebut dituntut hanya sebuah jawaban tunggal. Contoh : apakah engkau sudah menghentian kebiasaan memukui isterimu?
  • Begging the questions: mengasumsikan kebenaran dari apa yang mau dibuktikan sebagai benar dalam upaya untuk membuktikan kebenarannya. Hal ini biasanya digunakan untuk menyembunyikan sesuatu kebenaran yang sesungguhnya. Contoh: Surat kabar X merupakan sumber informasi yang reliable, karena beritanya tidak pernah basi.

Loading…