Dengan pertimbangan memberikan keadilan, pelayanan, kemudahan, dan mendorong kepatuhan Wajib Pajak dalam menjalankan kebijakan Pengampunan Pajak maka dikeluarkanlah Peraturan Menteri Keuangan nomor 165/PMK.03/2017 tentang perubahan kedua PMK 118/PMK.03/2016 tentang pelaksanaan UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak yang ditetapkan tanggal 17 Nopember 2017 dan berlaku sejak tanggal 20 Nopember 2017. Yang diikuti dengan Peraturan Direktur jenderal Pajak nomor PER-23/PJ/2017 tanggal 20 Nopember 2017 tentang Tata Cara Penyampaian SPT Masa PPh Final Pengungkapan Harta Bersih.

Bahwa banyaknya fenomena yang terjadi setelah berakhirnya periode Amnesti Pajak dari isu adanya Pengampunan Pajak Jilid II serta banyaknya keluhan dari masyarakat terkait birokrasi pengurusan Surat Keterangan Bebas PPh Final pada Kantor Pelayanan Pajak sebagai salah satu syarat untuk pendaftaran peralihan hak atas tanah dalam buku tanah dan sertifikat hak atas tanah oleh Kantor Pertanahan, adalah beberapa latar belakang perlunya dilakukan perubahan. Tentang apa poin perubahan dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 165/PMK.03/2017 serta isi dari PER-23/PJ/2017 akan coba disarikan dalam tulisan berikut semoga memberi informasi yang bermanfaat.

Surat Keterangan Bebas (SKB)

sebelum perubahan

Syarat untuk mendapatkan fasilitas Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan Final Pengalihan Tanah/Bangunan adalah memenuhi syarat formal :

  • Fotokopi Surat Keterangan;
  • Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB) tahunb terakhir atas yang dibaliknamakan;
  • Fotokopi akte jual/beli/hibah atas harta yang dibaliknamakan; dan
  • Surat pernyataan kepemilikan harta yang dibaliknamakan yang telah dilegalisasi oleh notaris;

Namun pada faktanya beberapa terjadi penolakan  SKB PPh Final Pengalihan Tanah/Bangunan karena  adanya perbedaan data antara Surat Keterangan (S-Ket) dengan data pendukung beberapa hal diantaranya :

  • Luas tanah/bangunan yang berbeda;
  • Nomor Objek Pajak berbeda;
  • Alamat/Lokasi berbeda;
  • Lokasi pengajuan SKB
  • Atas nama Developer karena PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli)
  • Harta bukan merupakan harta tambahan yang dideklarasikan
  • dll

setelah perubahan

Pasal 24 ayat (4)

Untuk keperluan balik nama atas harta tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan yang dibebaskan dari pengenaan PPh Final Pengalihan Tanah/Bangunan, Wajib Pajak menyampaikan bukti pembebasan PPh kepada notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah berupa Surat Keterangan Bebas atau fotocopy Surat Keterangan (S-Ket) Pengampunan Pajak.

Pasal ini menjelaskan bahwa bukti pembebasan PPh dapat menggunakan :

  • Surat Keterangan Bebas (sesuai ketentuan sebelumnya); atau
  • Fotokopi Surat Keterangan

Pembebasan dari pengenaan PPh hanya berlaku dalam hal dokumen kepemilikan atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan pengalihan hak masih atas nama :

  • Pihak perantara (nominee) yang namanya digunakan oleh Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan selaku pemilik sebenarnya untuk memperoleh tanah dan/atau bangunan;
  • Pemberi hibah;
  • Pewaris; atau
  • Salah satu ahli waris, dalam hal tanah dan/atau bangunan tersebut telah terbagi.

Pembebasan dari pengenaan PPh tidak diberikan dalam hal :

  • telah terjadi pembelian tanah dan/atau bangunan oleh Wajib Pajak dari pengembang (developer);
  • terhadap hak atas tanah dan/atau bangunan di atas belum dilakukan balik nama dari pengembang (developer) kepada Wajib Pajak.

Bukan Pengampunan Pajak Jilid II

Direktorat Jenderal Pajak memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk mengungkapkan harta yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Harta (SPH) bagi peserta Pengampunan Pajak maupun Sirat Pemberitahuan (SPT) bagi bukan peserta Pengampunan Pajak dengan syarat belum dilakukan pemeriksaan.

Pasal 44A

Wajib Pajak dapat mengungkapkan :

  • Harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan; atau
  • Harta yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan;

sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum menemukan data dan/atau informasi mengenai Harta dimaksud. Harta dimaksud dianggap sebagai penghasilan dan dikenai Pajak Penghasilan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan tertentu berupa Harta Bersih yang diperlakukan atau dianggap sebagai penghasilan.

Pajak Penghasilan dihitung dengan cara mengalikan tarif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan tertentu berupa Harta Bersih yang diperlakukan atau dianggap sebagai penghasilan dengan dasar pengenaan Pajak Penghasilan.

Dasar Pengenaan PPh

dihitung dengan ketentuan sebagai berikut :

  • Harta yaitu sebesar jumlah Harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan; atau
  • Harta yaitu sebesar jumlah Harta yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

Adapun nilai yang dijadikan pedoman untuk menghitung besarnya nilai harta berdasarkan kondisi dan keadaan harta pada akhir tahun pajak terakhir yang  ditentukan berdasarkan :

  • Nilai nominal, untuk harta berupa kas atau setara kas;
  • Nilai yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu NJOP, untuk tanah dan/atau bangunan dan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) untuk kendaraan bermotor;
  • Nilai yang dipublikasikan oleh PT. Aneka Tambang Tbk untuk emas dan perak;
  • nilai yang dipublikasikan oleh PT Bursa Efek Indonesia, untuk saham dan waran (warrant) yang  diperjualbelikan di PT Bursa Efek Indonesia; dan/atau
  • nilai yang dipublikasikan oleh PT Penilai Harga Efek Indonesia, untuk obligasi negara Republik Indonesia dan obligasi perusahaan.

Dalam hal tidak terdapat nilai yang dapat dijadikan pedoman maka nilai Harta ditentukan dengan nilai dari hasil penilaian Kantor Jasa Penilai Publik; atau nilai dari hasil penilaian Direktur Jenderal Pajak, apabila Wajib Pajak meminta untuk dilakukan penilaian.

Tarif Bersifat Final

Harta bersih yang diperlakukan atau dianggap sebagai penghasilan yang diterima atau diperoleh Orang Pribadi atau Badan merupakan penghasilan tertentu yang terutang Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat Final. PPh yang bersifat final dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan Pajak Penghasilan.

Tarif (dalam PP 36 2017) ditetapkan sebagai berikut :

  • Wajib Pajak Badan sebesar 25%;
  • Wajib Pajak Orang Pribadi 30%;
  • Wajib Pajak tertentu sebesar 12.5%

Pembayaran Pajak Penghasilan dilakukan dengan menggunakan Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 422 dengan mencantumkan pembayaran atau penyetoran untuk Masa Pajak dilakukannya pengungkapan Harta.

Cara Pengungkapan (PER-23/PJ/2017)

Pengungkapan harta yang belum atau kurang diungkapkan dan atau harta yang belum dilaporkan dalam SPT PPh bagi Wajib Pajak dilakukan dengan menyampaikan SPT Masa PPh Final. SPT Masa PPh Final memuat :

  • Identitas Wajib Pajak
  • Daftar Rincian Harta
  • Daftar Rincian utang dan
  • Penghitungan Pajak Penghasilan

SPT Masa PPh Final tersebut ditandatangani oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dan tidak dapat dikuasakan, bila badan adalah pemimpin tertinggi berdasarkan akta atau penerima kuasa dalam hal pemimpin tertinggi berhalangan. SPT PPh Masa Final disampaikan ke KPP Tempat Wajib Pajak Terdaftar dengan melampirkan :

  • Bukti pelunasan PPh Final atas harta bersih;
  • Daftar rincian harta dan utang dalam bentuk hardcopy dan softcopy dengan format yang ditentukan oleh Direktorat jenderal Pajak;
  • Dokumen pendukung terkait nilai harta selain kas/setara kas;
  • dokumen pendukung utang, dalam hal terdapat utang yang diungkap
  • Surat kuasa yang sesuai ketentuan apabila ditandatangani oleh penerima kuasa

 

Penutup

Tanggal 31 Desember 2017 adalah batas waktu terakhir pemberian fasilitas pembebasan PPh bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan hartanya dalam Surat Keterangan Pengampunan Pajak masih  atas nama nominee menjadi nama Wajib Pajak. Sesuai ketentuan bahwa terdapat kewajiban pembayaran PPh Final atas pengalihan Hak atas tanah dan bangunan yang harus dilunasi sebagai syarat untuk melakukan balik nama. Namun bagi Wajib Pajak yang telah mengikuti Pengampunan Pajak diberikan fasilitas bebas. Adapun persyaratan dipermudah dari yang sembelumnya harus memiliki SKB PPh Final Pengalihan yang diperoleh dari Kantor Pelayanan Pajak dimana Wajib Pajak Terdaftar, kini dapat dengan hanya melampirkan fotokopi Surat Keterangan (S-Ket) Pengampunan Pajak saja kepada Notaris atau PPAT.

Adanya isu Pengampunan Pajak Jilid II adalah keliru, yang benar adalah Direktorat Jenderal Pajak memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk mengungkapkan harta yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Harta (SPH) bagi peserta Pengampunan Pajak maupun Surat Pemberitahuan (SPT) bagi bukan peserta Pengampunan Pajak dengan syarat belum dilakukan pemeriksaan. Apabila mengikuti program ini maka kepada Wajib Pajak tidak akan dikenakan sanksi 200% (Yang sudah ikut TA) atau 2% (bagi yang tidak ikut TA) sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UU Pengampunan Pajak.

 Download aturan :

Artikel Terkait :