PRAKATA

Seminar Pembinaan Iman Kristen (SPIK), yang dilangsungkan setiap tahun sekali, sebenarnya bersifat theologis sehingga dapat memberikan prinsip-prinsip theologi Kristen, khususnya berdasarkan pada theologi Reformed, untujk memperkuat orang Kristen.

Saya telah mencermati begitu banyak theologi dari aliran-aliran berbeda yang tidak mempunyai kekuatan cukup untuk: (1) mempertahankan iman orang Kristen sepanjang sejarah; (2) melawan arus-arus di luar gereja yang sedang menggerogoti dan meruntuhkan iman orang Kristen; serta (3) mengerti bidat-bidat dan kesalahan-kesalahannya dengan suatu konsistensi yang sempurna.

Di dalam theologi Reformed kita melihat ada unsur-unsur yang sedemikian ketat. Itu sebabnya kami mengambil keputusan mengadakan seminar-seminar semacam ini untuk dapat memperkuat para pemimpin gereja dan orang-orang Kristen awam, khususnya yang berniat melayani Tuhan dari setiap gereja.

Mungkin gereja Saudara bukan gereja Reformed, tetapi theologi Reformed bisa memberikan perlengkapan dan persiapan yang cukup bagi Saudara, sehingga ketika Saudara pulang ke gereja Saudara sendiri, gereja Saudara akan bisa dikuatkan untuk berjuang demi kebenaran.

Tema-tema yang penting telah lewat, bertahun-tahun kita seolah-olah mengerjakan hal yang rutin. Setiap tahun, paling sedikit tiga hari, ada ceramah-ceramah dengan topik-topik yang berbeda, yang belum pernah diulangi sampai sekarang.

Tema kali ini adalah tema yang berat sekali, karena merupakan tema yang sangat serius, yaitu Dosa, Keadilan dan Penghakiman. Oleh sebab itu, saya memberikan ceramah ini dengan hati yang berat dan sikap yang serius. Saya tidak main-main dan tidak akan sekedar menarik minat pendengar menurut pasar seperti yang sekarang sedang melanda Kekristenan. Ini bukan free market in Christianity (pasar bebas di dunia Kekristenan), tetapi ceramah-ceramah ini bertujuan membawa seluruh zaman kembali kepada standar yang sudah ditetapkan oleh Tuhan. Itu sebabnya saya minta Saudara memperhatikan setiap bagian ini dengan baik.

Pdt. DR. Stephen Tong.

—————————————————

PENDAHULUAN

FAKTA KEBERADAAN DOSA

Sejak berabad-abad yang lalu sampai sekarang, manusia tidak bisa terlepas dari tiga kebutuhan masyarakat yang belum pernah dipengaruhi oleh kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. Adanya tiga hal ini membuktikan bahwa masyarakat dan kebudayaan manusia tidak terlepas dari beberapa hakikat yang begitu konsisten dan tidak berubah.

1. Rumah Sakit – Penderitaan

Dalam kemajuan masyarakat dan kebudayaan yang bagaimanapun, manusia tidak bisa menghindarkan perlunya rumah sakit dan tempat-tempat untuk memberikan kekuatan kepada manusia atau untuk memberikan pertolongan kepada mereka yang berada di dalam penderitaan. Ini berarti penderitaan tidak pernah berubah. Ilmu pengetahuan terus bertambah, namun penderitaan tetap ada di dalam masyarakat manusia. Penderitaan merupakan suatu entitas yang tidak berubah dari dulu sampai sekarang.

2. Penjara – Dosa

Sejak dahulu sampai sekarang kita melihat penjara tidak pernah mungkin dihapuskan dari masyarakat. Bukan saja demikian, kita malah melihat bahwa walaupun teknologi dan ilmu pengetahuan semakin maju, serta pendidikan semakin merata, jumlah penjara tidak berkurang. Ini membuktikan bahwa dosa adalah unsur kedua yang tidak pernah berubah.

3. Kuburan – Kematian

Sejak dahulu sampai sekarang, tidak peduli berapa banyak kemajuan manusia, kuburan tidak bisa dihapuskan dari dunia ini. Ini berarti kematian juga tidak pernah berubah.

Dosa, penderitaan, dan kematian merupakan tiga fakta yang terus dipaparkan di hadapan kita. Ini membuat kita berpikir :

“Jika manusia begitu hebat, mengapa harus ada rumah sakit untuk memberikan pertolongan bagi mereka yang membutuhkan?”

“Jika manusia begitu pandai, mengapa harus disediakan penjara demi mengikat kebebasan mereka?”

“Manusia begitu pintar, tetapi mengapa akhirnya harus masuk ke dalam lubang kubur?”

Ketiga hal ini, dosa, penderitaan, dan kematian, menjadi fakta yang bersaksi bagi hal-hal yang kita sebut sebagai isi firman Tuhan, kebutuhan manusia yang paling pokok, dan kebenaran yang harus diterima di dalam iman manusia.

HUBUNGAN DOSA, KEADILAN, DAN PENGHAKIMAN

Dosa, keadilan, dan penghakiman merupakan tiga hal yang saling terkait satu sama lain. Pada waktu seseorang berbuat dosa, ia perlu dihakimi. Waktu menghakimi orang berdosa, perlu keadilan. Keadilan perlu dilaksanakan, supaya dosa tidak dihukum kurang atau tidak dihukum lebih.

Kalau menghukum dosa lebih dari seharusnya, berarti yang dihukum tidak mendapatkan keadilan, yang menghukum juga tidak menjalankan keadilan. Jikalau hukuman tidak mencapai yang seharusnya, berarti dia juga tidak mendapatkan keadilan yang seharusnya. Itu sebabnya keadilan menjadi suatu standar untuk menilai moral dan etika seseorang.

Waktu Saudara dikatakan telah berbuat kesalahan, maka Saudara telah dianggap melanggar suatu standar. Lalu mungkin Saudara bertanya, salahnya di mana? Mengapa saya dikatakan salah? Saya bersalah terhadap standar yang bagaimana? Dengan demikian, standar itu bukan saja menjadi suatu standar atau kriteria untuk menghakimi, melainkan seharusnya juga menjadi suatu pokok dan prinsip di mana hidup dan kelakuan kita harmonis dengan segala relasi.

AGAMA SEBAGAI STANDAR EKSISTENSI DAN RELASI

Istilah untuk agama dalam bahasa Latin adalah religere, yang berarti relasi atau hubungan. Dengan demikian, antara saya dan saya sendiri ini merupakan suiatu keadaan eksistensi diri sendiri.

1. Relasi antara Diri dan Diri

Kalau saya memakai bahasa eksistensialis, maka ini adalah keberadaan pada dirinya keberadaan dan keberadaan terhadap dirinya keberadaan (being in itself dan being to inself). Ini relasi pertama, “aku dengan aku” Cintailah dirimu, hormatilah dirimu.

Pertama, Saudara harus mempunyai self-respect atau self-esteem, mengukur diri, menilai diri dengan baik. Itu merupakan suatu hikmat yang seharusnya. Dengan demikian, aku mempunyai hubungan pertama dengan aku.

Kedua, jika aku mempunyai ukuran yang cocok untuk memberikan evaluasi dan penilaian yang cocok kepada diriku, berarti aku memperlakukan diriku dengan benar dan adil. Tetapi, Saudara-saudara, begitu banyak orang menghina diri, sehingga ia memperlakukan diri tidak sesuai dengan seharusnya. Tetapi ada juga semacam orang yang menganggap diri terlampau tinggi (over-evaluate oneself). Di dalam psikologi, memberikan penilaian lebih tinggi terhadap diri itu disebut superiority complex. Dengan demikian, Saudara memperlakukan diri dengan tidak adil.

Untuk memperlakukan diri Saudara dengan adil atau dengan tidak adil, Saudara memerlukan suatu ukuran. Ukuran itu sendiri harus disebut sebagai keadilan terhadap relasi diri sendiri.

Diri berelasi dengan diri, diri menilai diri, diri mengukur diri, harus melalui suatu standar, dan standar itu sebenarnya adalah standar apa? Hal ini perlu kita pikirkan.

2. Relasi antara Diri dan Manusia Lain

Jika apa yang saya senangi, saya lakukan kepada orang lain, ini merupakan suatu penilaian antara “diriku” dan “orang lain” yang setimpal atau seimbang. Ini suatu keharmonisan, sesuai dengan penilaian manusia yang konsisten dengan satu ukuran. Tetapi ada hal yang Saudara lakukan, tetapi Saudara tidak memperbolehkan orang lain melakukannya; atau Saudara mengampuni diri, tetapi jika hal yang sama berlaku pada orang lain, Saudara tidak mengampuni; itu berarti Saudara tidak memperlakukan orang lain sebagaimana seharusnya. Itu adalah suatu relasi antara diri Saudara dan orang lain yang tidak adil atau tidak sama.

Kalau ada seseorang yang suka membongkar hati Saudara, memancing Saudara untuk mengeluarkan segala sesuatu, ketika selesai Saudara juga meminta dia mengeluarkan isi hatinya, jika dia tidak mau, jangan jadi kawannya. Orang yang sedemikian telah memperlakukan orang lain dengan suatu standar yang berbeda. Ini berarti relasi kedua sudah tidak adil.

3. Relasi antara Diri dan Allah

Yang perlu dipikirkan bukan saja hubungan antara aku dan aku sendiri, bukan saja hubungan antara aku dan orang lain, tetapi juga yang ketiga, hubungan antara aku dan Tuhan Allah. Dengan cara dan standar bagaimanakah kita harus berdiri di hadapan-Nya dan dengan cara dan standar bagaimanakah saya harus menghadapi pengukuran yang dilakukan oleh Dia sebagai Subyek dan saya sebagai obyek. Karena pengukuran dan kriteria semacam itulah yang mengakibatkan saya harus dihukum di bawah penghakiman-Nya. Dan penghakiman Allah pasti berdasarkan keadilan Allah, dan keadilan Allah pasti sangat berbeda dengan konsep keadilan manusia, sehingga hubungan saya dengan Tuhan Allah harus diperbaiki.

Oleh karena itu, yang kita rasa adil, tetapi tidak sesuai dengan keadilan

Di dalam konsep Allah, harus kita ubah dan sesuaikan dengan keadilan Allah, sehingga pada suatu hari kita bisa hidup sesuai standar yang ditetapklan oleh Allah, dan bukan ditetapkan oleh kita. Dengan demikian hubungan universal ini baru bisa harmonis.

Diri Saudara dengan diri Saudara sendiri harus mempunyai suatu keadilan sebagai pokok dan patokan kebenaran. Diri Saudara dengan dengan orang lain juga harus mempunyai suatu pokok dan patokan sehingga ada keadilan dan kebenaran. Diri Saudara dengan Tuhan Allah juga harus memiliki suatu penyesuaian, sehingga keadilan Allah dapat Saudara mengerti dan dijadikan patokan hidup untuk memperbaiki seluruh etika. Itulah moral Saudara. Itulah yang disebut sebagai suatu keadilan pokok atau keadilan yang asasi.

FUNGSI RASIO MANUSIA

Manusia berbeda dengan segala binatang. Manusia diberi rasio, sehingga manusia dapat menganalisa, menjalankan fungsi rasionalnya, dan merasionalkan segala sesuatu dengan cara deduksi, induksi, silogisme, atau dengan cara-cara logika yang lain, sehingga kita menemukan kemungkinan menerima kebenaran.

Di sini Aristoteles menemukan hal yang membedakan manusia dari segala makhluk lain. The thing which differentiates man from all other kinds of beings is that we are rational. We are given reasoning power. Hal yang membedakan manusia dari segala makhluk lain adalah sifat rasional kita. Kita telah dikaruniai dengan kemampuan rasio. Kita diciptakan dengan kemungkinan rasio. Hal ini sudah dibahas sebelumnya dalam Iman, Rasio dan Kebenaran, yang merupakan bagian pertama dari tema ini. Sekarang kita akan masuk ke dalam bagian yang kedua dengan tema Dosa, Keadilan, dan Penghakiman.

Bagian pertama khusus untuk memaparkan kepada kaum intelektual bahwa kemungkinan iman tidak membunuh rasio. Bagian kedua ini membeberkan kepada kita, yang juga mempunyai potensi dasar yang kedua, yaitu sifat hukum, bahwa kebenaran Allah menjadi ukuran mutlak untuk menghakimi dosa manusia.

Sebagaimana rasio yang diciptakan oleh Tuhan harus menaklukkan diri ke bawah kebenaran yang diwahyukan oleh Tuhan Allah, demikian juga sifat hukum yang diberikan Tuhan, yang ditanamkan di dalam potensi kita, juga harus ditaklukkan ke bawah keadilan dan kebenaran Tuhan. Dengan demikian barulah kita dapat mengetahui bagaimana hidup sesuai dengan, dan berjalan di dalam, kehendak Tuhan Allah. Dengan demikian, kita baru akan melihat apakah yang disebut dengan kebenaran dan keadilan yang pokok ini.

————————————————————————————-

SUMBER :
Nama Buku : Dosa, Keadilan, dan Penghakiman
Sub Judul : Prakata – Pendahuluan ; Bab I : Keadilan dan Kebenaran (1)
Penulis : Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit : Momentum, 2014
Halaman : 1 – 17