Suka atau tidak suka, Wajib Pajak perlu memahami aturan-aturan perpajakan karena resiko yang akan dihadapi akibat ketidak pedulian tersebut merugikan Wajib Pajak itu sendiri dan tidak mungkin dialihkan ke pihak lain.

Demikian pula dengan aturan bahwa Direktorat Jenderal Pajak yang dalam bulan April tahun 2018 ini akan melakukan akses informasi keuangan terhadap rekening Wajib Pajak khusus rekening Orang Pribadi yang jumlah dana rekeningnya berada di atas 1 Miliar, hal yang sama terhadap transaksi kartu kredit yang akan diakses sejak 1 januari 2019, perlu betul-betul dipelajari dan diketahui untuk menghindari kejutan pajak di masa yang akan datang.

Tentang bagaimana dan apa saja yang penting dipahami terkait aturan ini maka penulis merasa perlu menuliskan kembali agar Wajib Pajak atau masyarakat pemilik dana di lembaga keuangan paham dan yakin bahwa tidak ada masalah terkait dana-nya.

Dasar Hukum

Saat revolusi Amerika tahun 1840, James Otis mengatakan pemungutan pajak tanpa undang-undang adalah perampokan (tax without law is robbery), maka ketentuan terkait akses informasi keuangan ini pun dilandasi oleh Undang-Undang dan aturan lanjutan yang mengikuti meliputi :

  • PERPPU Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk kepentingan perpajakan (8 Mei 2017). Ulasan singkat dapat di baca : Keterbukaan Akses Informasi Keuangan Untuk Perpajakan.
  • UU Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Penetapan PERPPU Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang-Undang. Ulasan singkat dapat dibaca : PERPPU Transparansi Keuangan Telah Menjadi Undang-Undang.
  • PMK Nomor 70/PMK.03/2017 Tentang Petunjuk Peknis Mengenai Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan. Ulasan singkat dapat dibaca : Batasan Akses Informasi Keuangan Untuk Perpajakan.
  • PMK Nomor 73/PMK,03/2017 perubahan atas PMK Nomor 70/PMK.03/2017 Tentang Petunjuk Peknis Mengenai Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan
  • PMK Nomor 228/PMK.03/2017 tentang Rincian Jenis Data dan informasi Serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi Yang Berkaitan Dengan perpajakan. Ulasan singkat dapat dibaca “Heboh Pajak Atas Data Kartu Kredit“.
  • PER Nomor 04/PJ/2018 tentang Tata Cara Pendaftaran Bagi Lembaga Keuangan dan Penyampaian Laporan Yang Berisi Informasi Keuangan Secara Otomatis.

Informasi Apa Yang Dapat Diakses?

Lembaga Keuangan wajib melaporkan yang berisi informasi keuangan untuk setiap rekening keuangan kepada Direktorat Jenderal Pajak, diantaranya informasi tentang :

  • identitas Pemegang Rekening Keuangan;
  • nomor Rekening Keuangan;
  • identitas lembaga keuangan pelapor;
  • saldo atau nilai Rekening Keuangan; dan
  • penghasilan yang terkait dengan Rekening Keuangan,

Akses Informasi Keuangan, Nasabah Siapa ?

Akses informasi keuangan yang didapatkan oleh Direktorat Jenderal Pajak dibedakan atas :

  • Pelaksanaan perjanjian internasional (Nasabah Asing)
  • pelaksanaan ketentuan Undang-Undang perpajakan (Nasabah Domestik)

a. Pelaksanaan Perjanjian Internasional

Indonesia telah mengikatkan diri pada perjanjian internasional dibidang perpajakan yang berkewajiban untuk memenuhi komitmen keikutsertaan dalam mengimplementasikan pertukaran informasi keuangan secara otomatis (Automatic Exchange of Financial Account Information). Poinnya adalah lembaga keuangan wajib memberikan informasi keuangan seccara otomatis kepada negara dimana Entitas atau Orang Pribadi itu bernegara :

  • Untuk entitas (Badan Usaha), untuk rekening yang dibuka sebelum tanggal 30 Juni 2017 nilai sampai USD 250.000,- atau setara dengan Rp. 3.500.000.000,-.
  • Untuk rekening yang dibuka setelah tanggal 30 Juni 2017 bagi entitas tidak ada batasan agregat saldo.
  • Untuk Orang Pribadi tidak ada batasan agregat saldo.

b. Pelaksanaan Undang-Undang Perpajakan

Untuk penguatan basis data perpajakan untuk memenuhi kebutuhan penerimaan pajak dan menjaga keberlanjutan efektivitas pengampunan pajak. Maka Laporan informasi keuangan  terkait saldo atau nilai rekening keuangan kepada nasabah domestik adalah sebagai berikut :

  • Rekening Keuangan yang dimiliki orang pribadi, saldo atau nilai dari satu Rekening Keuangan atau lebih dengan jumlah paling sedikitRp. 1.000.000.000,- atau dengan mata uang asing yang nilainya setara;
  • Rekening Keuangan yang dimiliki entitas, tidak terdapat batasan saldo atau nilai Rekening Keuangan.

Ada Apa Dengan Nasabah Domestik?

Data mengungkapkan bahwa implementasi Amnesti Pajak menghasilkan deklarasi harta senilai Rp. 4.877 triliun dimana 68% nya adalah harta dalam bentuk aset keuangan (financial account Asset) berupa saldo bank, deposito, dan informasi pasa modal.

Untuk pengawasan yang berkelanjutan pasca amnesti pajak dan agar sistem self assesment ini berjalan dengan baik yaitu adanya cross check kebenaran laporan SPT, maka akses informasi keuangan yang dahulu bersifat rahasia kini bisa transparan dan dapat diakses hanya khusus untuk perpajakan.

Batasan angka saldo rekening senilai Rp. 1 Miliar yang sebelumnya Rp. 200.000.000,- untuk mengurangi tingkat kegaduhan dikalangan pelaku usaha, karena jika berkaca ke negara lain tidak ada batasan dan sudah lama dilakukan dan dalam hal ini Indonesia sudah jauh tertinggal yaitu terkait transparansi data perbankan.

Bagaimana Dampak dari Ketentuan ini?

Saat penulis ditugaskan memberi sosialisasi terkait Amnesti Pajak, isu tekait transparansi akses data perbankan sudah ada. Dan itu adalah salah satu hal yang membuat penulis berteriak2 agar mereka mengikuti program yg cukup baik itu, karena sebelumnya gagal dengan program reinventing policy.

Kini aturan terkait akses informasi keuangan sudah ada, dan dampak ekonomi setelah dikumandangkan melalui Perppu sejak 1 Mei 2017 yang konon dianggap rentan menjadi gaduh dan kontra produktif secara data tidak terjadi.

Beberapa isu dari dampak ketentuan ini diantaranya adalah adanya isu rekening akan dipecah (misal sampai batasan Rp.900 Juta) atau dana pihak ketiga (DPK) perbankan akan menurun tidak terjadi. Sampai dengan Desember 2017 dari pengamatan diketahui bahwa data Mei 2017 dana saldo rekening di atas Rp. 1 Miliar hanya sebanyak 480 ribu rekening tumbuh menjadi 520 ribu rekening. Hal yang sama dengan dana pihak ketiga (DPK) dari sekitar Rp. 5.300 triliun sei Masa mei 2017 di masa Desember 2017 terjadi pengingkatan sekitar Rp. 700 triliun.

Bagaimana Jika Data Bocor?

Direktorat Jenderal Pajak sekarang telah bertransformasi, beberapa Wajib Pajak  yang penulis temui selalu menyatakan kepuasannya, kepercayaan terhadap institusi paling vital ini cukup baik, karena memang sudah tidak ada tempat bagi pegawai yang melanggar kode etik di DJP, bahkan sepanjang karir penulis sejak tahun 1995, belum pernah ada pegawai perpajakan yang dipenjara karena kasus melanggar kerahasiaan.

Adapun terkait kerahasiaan diatur dalam pasal 34 dan 41 UU KUP. Pasal 34 “Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.” Pasal 41 ayat 1 “Pejabat yang karena kealpaanya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).” ayat (2) “Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Penutup

Berdasarkan  data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dari sekitar 24 Juta akun rekening, jumlah rekening dengan nilai Rp. 1 Miliar ke atas sebanyak 520 ribu akun rekening dan dari jumlah itu hanya 291 ribu Wajib Pajak yang mengikuti Amnesti Pajak. Maka diharapkan dengan adanya akses informasi keuangan untuk perpajakan apa yang menjadi harapan pemerintah dapat tercapai. Adapun harapan pemerintah tersebut melalui Direktorat Jenderal Pajak adalah :

  • Tingkat kepatuhan Wajib Pajak meningkat, seperti diketahui bahwa total pekerja aktif kita mencapai 131 juta jiwa, pekerja yang memiliki NPWP hanya sekita 36 juta jiwa, dan yang rutin melaporkan hanya sekitar 12 Juta Jiwa.
  • Adanya perubahan struktur penerimaan pajak dari yang dominan subjek pajak badan dapat sejajar dengan subjek pajak orang pribadi, seperti diketahui bahwa jumlah kontribusi dari PPh Badan lebihy besar 25 kali dibandingkan kontribusi PPh Orang pribadi.
  • Berkurangnya shadow ekonomi atau undergraound ekonomi, seperti diketahui kegiatan ekonomi yang tak terdeteksi/berwujud informal mencapai angka 19%.
  • Berkurangnya praktek penghindaran perpajakan, seperti diketahui dari hasil studi secara internasional 8% kekayaan global atau setara USD 7,6 triliun diletakkan di negara tax haven dan dari jumlah itu yang bisa dipantau oleh otoritas pajak karena bersembunyi dibalik kerahasiaan bank.

Harus kita akui transparansi dari akses informasi keuangan untuk perpajakan ini merupakan momentum dari suatu norma baru. Karena seluruh pelaku industri keuangan dunia (domestik dan luar negeri) secara bersama-sama menggunakannya (AEoI) sehingga tidak mungkin melarikan dana dari dalam ke luar negeri.

Yang dilakukan oleh Wajib Pajak adalah melaporkan kewajiban perpajakannya dengan benar, lengkap, dan jelas, jika hal ini sudah dilakukan maka tidak perlu lagi ada rasa takut. Namun, jika masih ada data yang belum dilaporkan masih terbuka peluang melakukan pembetulan SPT atau mengikuti program PAS Final (Pengungkapan Aset Sukarela yang dikenakan Final). PAS Final adalah prosedur yang memberikan kesempatan bagi WP untuk menyampaikan harta yang belum diungkap dalam SPH (peserta TA) maupun belum dilaporkan dalam SPT setelah berakhirnya periode Amnesti Pajak dengan syarat tertentu.

Download Aturan Terkait :