Baru-baru ini rekan penulis bertanya tentang Pajak Masukan atas industri Kelapa Sawit karena sebelumnya rekan tersebut telah membaca tulisan yang berjudul “Sekilas Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan” yang menyinggung sedikit tentang industri kelapa sawit, karena tulisan itu ditulis di tahun 2014 dan tidak fokus pada industri perkebunan kelapa sawit serta khawatir ada perubahan ketentuan di dalamnya, maka perlulah kiranya dituliskan kembali khusus PPN atas Industri Perkebunan kelapa sawit.

Melihat fenomena ditahun 2018 ini di mana harga minyak sawit mentah akan terus naik akibat kebutuhan dunia yang meningkat sementara Indonesia adalah salah satu penghasil minyak sawit terbesar di dunia, maka kebutuhan pengetahuan dasar perpajakan perlu diketahui oleh pelaku industri kelapa sawit di Indonesia. Kali ini penulis mencoba melihat dan mengulas dari perspektif jenis pajak Pajak Pertambahan Nilai, karena untuk jenis pajak lainnya telah banyak diulas oleh para praktisi maupun fiskus itu sendiri dalam media blog mereka. Semoga tulisan ini memberi informasi yang bermanfaat.

Proses Bisnis Industri Kelapa Sawit

Pada umumnya para pelaku industri kelapa sawit telah memahami dan melakukan kajian terkait lokasi perkebunan yang sesuai untuk ditanami dengan kelapa sawit yang meliputi :

  • Letak dan tinggi tempat;
  • Bentuk wilayah (topografi);
  • Tanah (kedalaman/solum, bahan organik, struktur, tekstur, kedalaman air tanah, dan pH);
  • Iklim (curah hujan, temperatur, lama penyinaran, kelembaban).

Selain pengkajian dari aspek teknis, juga dari aspek ekonomis yang berkaitan dengan infrastruktur yang meliputi rekomendasi dari pejabat yang berwenang, proses hukum dan perizinan dari berbagai instansi yang meliputi izin lokasi dari bupati/walikota, referensi dari dinas perkebunan, dinas kehutanan, peta lokasi oleh BPN tingkat I dan proses memperoleh Hak Guna Usaha.

Setelah proses persiapan lahan, hal yang penting berikutnya adalah perawatan tanaman, sesuai norma yang berlaku seperti membersihkan dari gulma/rumput, memupuk tanaman dengan dosis tertentu, mencegah maupun memberantas dari gangguan hama dan penyakit tanaman.

Setelah semuanya, maka memanen produksi harus sesuai dengan kriteria panen pada interval tertentu. Memanen sawit membutuhkan persiapan yang baik agar menjamin tercapainya target produksi dengan biaya panen seminimal mungkin. Hal-hal yang perlu dilakukan dalam mempersiapkan pelaksanaan panen meliputi :

  • Persiapan kondisi areal;
  • Penyediaan tenaga kerja panen;
  • Pembagian seksi tanaman yang akan dipanen; dan
  • penyediaan alat-alat kerja.

Perlu juga diperhatikan bahwa sumber-sumber yang berpotensi dalam kerugian produksi di lapangan dalam industri kelapa sawit adalah :

  • Potong buah mentah;
  • Buah masak tinggal di pokok (tidak dipanen);
  • Brondolan tidak dikutip, buah atau brondolan dicuri;
  • Buah ditempat penampungan hasil tidak terangkut ke PKS (Pabrik Kelapa Sawit).

Bahwa penjualan akhir produksi dari industri kelapa sawit adalah berupa CPO (Crude Palm Oil) atau minyak kelapa sawit mentah. Maka industri kelapa sawit sudah terlebih dahulu mempersiapkan pasar baik jenis dan jumlah maupun harga.

Pajak Pertambahan Nilai Atas Minyak Kelapa Sawit

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar menghitung pajak.

Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak artinya bahwa Pajak Keluaran terjadi apabila Pengusaha Kena Pajak melakukan penjualan barang atau jasa.

Pajak Masukan  adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak artinya bahwa Pajak Masukan terjadi apabila Pengusaha Kena Pajak melakukan pembelian barang atau jasa.

Bahan baku utama di dalam bidang pengolahan kelapa sawit menjadi minyak mentah (CPO) adalah berupa tandan buah segar (TBS). Hasil dari perkebunan sawit adalah tandan buah segar sehingga penyerahan bahan baku utama ini memiliki 2 (dua) kondisi, yaitu :

  1. Kondisi pertama, apabila mempunyai perusahaan yang integrated, yaitu memiliki perkebunan kelapa sawit dan sekaligus pabrik kelapa sawit.
  2. Kondisi kedua, apabila mempunyai perusahaan yang tidak terintegrated, yaitu yang tidak memiliki pabrik kelapa sawit di mana perusahaan melakukan titip olah hasil TBS kemudian menjual hasilnya dalam bentuk CPO atau produk turunan lainnya

Beberapa ketentuan PPN terkait penyerahan tandan buah segar yang merupakan hasil dari perkebunan kelapa sawit yang diserahkan kepada pabrik kelapa sawit adalah sebagai berikut :

  • Pasal 16B ayat 2 UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang perubahan ketiga UU nomor 8 tahun 2983 tentang PPN dan PPnBM
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.011/2014 yang ditetapkan tanggal 30 Januari 2014 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan nomor 78/PMK.03/2010 tentang pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak.
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.011/2014 yang ditetapkan tanggal 18 Juni 2014 tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Keuangan nomor 78/PMK.03/2010 tentang pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak.

Kondisi Pertama

Dalam pasal 6 huruf b  SE-90/PJ/2011 ditegaskan bahwa  Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/ JKP yang nyata-nyata digunakan untuk kegiatan menghasilkan barang hasil pertanian yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN (dalam hal ini TBS), tidak dapat dikreditkan. Artinya untuk kondisi pertama, atas Pajak Masukan (PM) khusus untuk kebun kelapa sawit tidak dapat dikreditkan, sedangkan untuk Pajak Masukan (PM) khusus untuk pabrik kelapa sawit dapat dikreditkan. Sehingga dapat disimpulkan  bahwa kondisi pertama memiliki 2 (dua) penyerahan yaitu penyerahan TBS dari kebun kelapa sawit ke pabrik kelapa sawit (dibebaskan dari pengenaan PPN), dan penyerahan hasil pengolahan TBS ke pembeli (terutang PPN). Lalu bagaimana apabila Pajak Masukan untuk BKP dan/atau JKP yang digunakan secara bersama-sama baik itu untuk kebun dan pabrik? Hal ini dihitung dengan pedoman penghitungan pajak masukan.

Namun, dengan pertimbangan untuk lebih memberikan kepastian hukum dan mendorong peningkatan nilai tambah komoditas primer, Peraturan Menteri Keuangan nomor 78/PMK.03/2010 tentang pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak diubah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.011/2014  khususnya penyisipan Pasal 2A yang berintikan Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang atas penyerahannya termasuk dalam Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak; dan mengolah dan/atau memanfaatkan lebih lanjut Barang Kena Pajak, baik melalui unit pengolahan sendiri maupun melalui titip olah dengan menggunakan fasilitas pengolahan Pengusaha Kena Pajak lainnya sehingga menjadi Barang Kena Pajak yang atas seluruh penyerahannya termasuk dalam Penyerahan yang Terutang Pajak, seluruh Pajak Masukan yang sudah dibayar (termasuk apabila penyerahan yang terutang tidak dapat diketahui dengan pasti) dapat dikreditkan sesuai ketentuan peraturan perundang­ undangan di bidang perpajakan.

Contoh :

Pengusaha Kena Pajak ” PT. Nusa Sawit Semesta” menghasilkan TBS kelapa sawit, dan memproses menjadi minya kelapa sawit (CPO), minyak inti sawit (PKO), dan minyak kelapa sawit lainnya yang merupakan BKP, selanjutnya menjual kepada pihak lain.  Misalkan pada masa Maret 2018 PT. Nusa Sawit Semesta melakukan pembelian :

  • berupa pupuk, bahan bakar untuk alat berat diperkebunan sawit, peralatan administrasi kantor, dan pemanfaatan jasa berupa jasa kontraktor, sewa alat berat untuk perkebunan, pemeliharaan, pembangunan sarana dan prasarana perkebunan kelapa sawit serta administrasi kantor di kebun misalkan dengan total faktur pajak (Masukan) sebesar DPP Rp. 475.000.000,- dan PPN sebesar Rp. 47.500.000,-.
  • berupa bahan kimia dan bahan penolong lainnya untuk mengolah TBS kelapa sawit menjadi minyak kelapa sawit (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) DPP sebesar Rp. 240.000.000,- dengan PPN sebesar Rp. 24.000.000,-

Maka besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PT.  Nusa Sawit Semesta pada masa Desember 2018 adalah sebesar Rp. 47.500.000 + Rp. 24.000.000,- yaitu sebesar Rp. 71.500.000,-

Kondisi kedua

Perusahaan yang tidak terintegrated, yaitu yang tidak memiliki pabrik kelapa sawit di mana perusahaan melakukan titip olah hasil TBS kemudian menjual hasilnya dalam bentuk CPO atau produk turunan lainnya.

Contoh :

Pengusaha Kena Pajak “PT. Nusa Kebun Sawit” adalah perusahaan yang menghasilkan TBS kelapa sawit, dan memproses TBS kelapa sawit tersebut menjadi minyak kelapa sawit/CPO, minyak inti sawit/PKO, dan produk dari minyak kelapa sawit lainnya yang merupakan Barang Kena Pajak dengan titip olah menggunakan fasilitas pengolahan Pengusaha Kena Pajak “CV.  Gema Sawit.” Selanjutnya, Pengusaha Kena Pajak PT. Nusa Kebun Sawit hanya menjual minyak kelapa sawit (CPO), minyak inti sawit (PKO), dan produk dari minyak kelapa sawit lainnya.

Pada bulan Maret 2018, Pengusaha Kena Pajak PT. Nusa Kebun Sawit melakukan pembelian barang berupa pupuk, bahan bakar untuk alat berat di perkebunan sawit, peralatan administrasi kimtor dan pemanfaatan jasa berupa jasa kontraktor, dan sewa alat berat untuk perkebunan yang digunakan untuk pemupukan, pemeliharaan, pembangunan sarana dan prasarana perkebunan kelapa sawit serta administrasi kantor di kebun sebesar Rp300.000.000,00 dengan Pajak Pertambahan Nilai Rp30.000.000,00. Selain itu, Pengusaha Kena Pajak PT. Nusa Kebun Sawit  juga membayar jasa titip olah kepada Pengusaha Kena Pajak CV. Gema Sawit sebesar Rp25.000.000,00 dengan Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp2.500.000,00. Maka, besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak PT. Nusa Kebun Sawit pada masa Maret 2018 adalah sebesar Rp30.000.000,00 + Rp2.500.000,00 = Rp32.500.000,00.

… loading

Download ketentuan :