Dalam tulisan terdahulu yang berjudul “Persoalan Kuasa Wajib Pajak Terkait Putusan MK No. 63/PUU-XV/2017”  adalah berbicara tentang seorang yang dianggap memiliki “kompetensi dan pengetahuan hal perpajakan” yang dapat menjadi kuasa dari Wajib Pajak untuk menyelesaikan persoalan perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak. Maka dalam tulisan berikutnya adalah bagaimana dengan kuasa hukum di Pengadilan Pajak apakah kuasa Wajib Pajak (Konsultan Pajak dan Karyawan Wajib Pajak) ini dapat juga serta merta menjadi kuasa hukum yang dapat mendampingi atau mewakili para pihak yang bersengketa dalam beracara pada Pengadilan Pajak?

Seperti kita ketahui bersama bahwa bulan depan atau tepatnya di bulan Juni 2018 nanti  persyaratan untuk menjadi kuasa hukum pada pengadilan pajak adalah mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan nomor 184/PMK.01/2017. Tentang apa dan bagaimana isi dari PMK yang ditetapkan tanggal 4 Desember 2017 dan diundangkan tanggal 5 Desember 2017 tersebut akan coba diulas dalam tulisan berikut, semoga memberi informasi yang bermanfaat.

Tentang Kuasa

Jika kita membandingkan dengan beberapa negara, mereka memiliki peraturan komprehensif tentang profesi pajak, konsultan pajak diizinkan untuk mewakili Wajib Pajak dalam proses pengadilan dihadapan pengadilan sipil sehingga kompetensi khusus di bidang hukum atau teori perpajakan paling dibutuhkan. Pengaturan mengenai konsultan pajak dibagi menjadi tiga jenis yaitu :

  • Full regulation, adanya pengaturan khusus terhadap profesi konsultan pajak yang wajib dipatuihi. Untuk menjadi konsultan pajak seseorang harus mengikuti pelatihandan ujian khusus.
  • Partial regulation, seseorang yang tidak mengikuti pelatihan khusus dapat memberikan nasihat perpajakan sepanjang memahami peraturan perpajakan dan memenuhi kriteria yang ditentukan oeh undang-undang.
  • No regulation, pemberian jasa konsultan pajak tidak terbatas oleh profesi tertentu artinya siapa saja boleh menjadi kuasa wajib pajak dihadapan otoritas pajak.

Hal yang tak dapat dipungkiri adalah terdapat kesulitan apabila pelaksanaan perpajakan tanpa melibatkan orang yang ahli dalam perpajakan karena Wajib Pajak tidak selalu memahami peraturan perpajakan secara up-to- date, oleh karena itu seorang kuasa baik itu kuasa Wajib Pajak atau Kuasa Hukum di Pengadilan pajak sangatlah penting maka di sini negara hadir mengatur persyaratan untuk menjadi Kuasa Wajib Pajak ataupun Kuasa Hukum di pengadilan Pajak.

Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak

Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. Sementara Kuasa Hukum adalah orang perseorangan yang dapat mendampingi atau mewakili para pihak yang bersengketa dalam beracara pada Pengadilan Pajak.

Dalam Pasal 34 ayat 1 dan 2 UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak disebutkan tentang kuasa hukum yang berbunyi ayat 1 “Para pihak yang bersengketa masing-masing dapat didampingi atau diwakili oleh satu atau lebih kuasa hukum dengan Surat Kuasa Khusus” ayat 2 “Untuk menjadi kuasa hukum harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

  • Warga Negara Indonesia;
  • mempunyai pengetahuan yang luas dan keahlian tentang peraturan perundang- undangan perpajakan;
  • persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri.

Adapun persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri adalah PMK nomor 184/PMK.01/2017 ini dengan pertimbangan untuk memberikan kepastian hukum terkait kewenangan pengawasan terhadap kuasa hukum pada pengadilan pajak. Dengan keluarnya PMK nomor 184/PMK.01/2017 ini maka PMK sebelumnya yaitu PMK nomor 61/PMK.01/2012 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Persyaratan Menjadi Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak

Setiap orang perseorangan untuk menjadi Kuasa Hukum pada Pengadilan Pajak harus memenuhi persyaratan umum dan persyaratan khusus. Persyaratan umum untuk menjadi Kuasa Hukum adalah :

  • Merupakan warga negara Indonesia; dan
  • mempunyai pengetahuan yang luas dan keahlian tentang peraturan perundang-undangan perpajakan.

a. Pengetahuan yang Luas

Pengetahuan yang luas dan keahlian tentang peraturan perundang-undangan perpajakan dapat dibuktikan dengan :

  • ijazah Sarjana/Diploma IV di bidang administrasi fiskal, akuntansi, perpajakan, dan/atau kepabeanan dan cukai dari perguruan tinggi yang terakreditasi; atau
  • ijazah Sarjana/Diploma IV dari perguruan tinggi yang terakreditasi selain dalam bidang administrasi fiskal, akuntansi, perpajakan, dan/atau kepabeanan dan cukai yang dilengkapi dengan salah satu bukti tambahan sebagai berikut:
    • ijazah Diploma III perpajakan dan/atau kepabeanan dan cukai dari perguruan tinggi yang terakreditasi;
    • brevet perpajakan dari instansi atau lembaga penyelenggara brevet perpajakan;
    • sertifikat keahlian kepabeanan dan cukai dari instansi atau lembaga pendidikan dan pelatihan kepabeanan dan cukai; atau
    • surat atau dokumen yang menunjukkan pengalaman pernah bekerja pada instansi pemerintah di bidang teknis perpajakan dan/atau kepabeanan dan cukai.

b. Persyaratan Khusus

Persyaratan khusus untuk menjadi Kuasa Hukum sebagai berikut :

  • mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak;
  • mempunyai bukti tanda terima penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi untuk 2 (dua) tahun terakhir;
  • memiliki Surat Keterangan Catatan Kepolisian;
  • tidak berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil atau pejabat negara;
  • menandatangani pakta integritas;
  • telah melewati jangka waktu 2 (dua) tahun setelah diberhentikan dengan hormat sebagai Hakim Pengadilan Pajak untuk orang yang pernah mengabdikan diri sebagai Hakim Pengadilan Pajak; dan
  • memiliki izin kuasa hukum.

Tata Cara Izin Kuasa Hukum

Dalam pasal 6 PMK  nomor 184/PMK.01/2017  disebutkan bahwa  Tata cara untuk memperoleh izin kuasa hukum pada Pengadilan Pajak diatur secara tersendiri oleh Ketua (ketua pengadilan pajak)  dengan mendasarkan pada ketentuan dalam Undang-Undang Pengadilan Pajak. Berbeda dengan PMK sebelumnya yang di dalamnya menjelaskan tentang izin kuasa hukum.

Namun berkaca dari ketentuan PMK nomor 61/PMK.01/2012,  Ketua Pengadilan Pajak dapat menyetujui maupun tidak menyetujui permohonan izin Kuasa Hukum yang telah dilakukan penelitian/penelaahan atas kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan oleh Sekretaris. Apabila permohonan disetujui, Ketua Pengadilan Pajak menerbitkan Keputusan Ketua Pengadilan Pajak Pengadilan Pajak mengenai izin Kuasa Hukum dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. Namun, apabila permohonan tidak disetujui, Ketua Pengadilan Pajak menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada pemohon mengenai penolakan permohonan izin Kuasa Hukum dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap, atau dengan menugaskan Sekretaris pada Sekretariat Pengadilan Pajak untuk menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada pemohon mengenai penolakan permohonan izin Kuasa Hukum sesuai petunjuk atau arahan Ketua Pengadilan Pajak.

Ketua Pengadilan Pajak dalam memberikan persetujuan atas permohonan izin Kuasa Hukum dengan mempertimbangkan dari aspek integritas dan aspek kompetensi maupun profesionalisme dari pemohon berdasarkan dokumen terkait yang disampaikan oleh pemohon kepada Ketua Pengadilan Pajak bersamaan dengan permohonan izin Kuasa Hukum atau permohonan perpanjangan izin Kuasa Hukum.

Penutup

Berbicara tentang profesi yang berhubungan dengan perpajakan adalah menjadi isu menarik ketika seseorang yang dianggap memiliki pengetahuan perpajakan dan berkeinginan menjadi kuasa Wajib Pajak yang dapat berupa Wakil Wajib Pajak, Kuasa yang meliputi Konsultan Pajak, Karyawan Wajib Pajak, dan Kuasa Hukum Wajib Pajak di pengadilan pajak dipertanyakan.

Namun apapun itu seyogyanya seorang wakil Wajib Pajak, Kuasa Wajib Pajak (karyawan Wajib Pajak, Konsultan Pajak, Kuasa Hukum Wajib Pajak di pengadilan pajak) mutlak memiliki kompetensi dan pengetahuan perpajakan serta diatur oleh negara, hal ini penting untuk melindungi Wajib Pajak terhadap kualitas jasa yang diberikan oleh mereka. Hal ini juga adalah bentuk perlindungan negara terhadap Wajib Pajak  yang diharapkan dapat melaksanakan kepatuhan perpajakan ( tax compliance) dengan baik lebih dari sekedar untuk melakukan perencanaan pajak yang cenderung  berdampak buruk bagi sistem perpajakan (aggresive tax planning). Angan-angan  kemandirian bangsa akan terlihat dari kepatuhan rakyatnya membayar pajak (Mr. Moonlight).

….