Dalam satu kesempatan kegiatan penyuluhan tentang kewajiban perpajakan bagi sektor Usaha Kecil Menengah melalui program Bussines Development Service (BDS) di kantor penulis bekerja tahun 2016 penulis menyampaikan akan adanya rencana perubahan tarif PPh Final bagi pelaku usaha kecil menengah. Dua tahun kemudian, tepatnya pada Jumat tanggal 22 Juni 2018 di JX International (Jatim Expo) Presiden Joko Widodo meluncurkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 23 tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagai pengganti atas Peraturan Pemerintah nomor 46 tahun 2013 yang diberlakukan efektif per 1 Juli 2018.

Tentang apa dasar pertimbangan, poin-poin perubahan, dan respon pengamat UMKM serta efek penerimaan negara terkait Peraturan Pemerintah (PP) nomor 23 tahun 2018 akan dibahas sekilas dalam tulisan berikut, kiranya memberikan informasi  bermanfaat dan bagi yang membutuhkan aturannya dapat didownload diakhir tulisan.

Dasar Pertimbangan

Dengan pertimbangan mendorong pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) agar lebih ikut berperan aktif dalam kegiatan ekonomi formal dengan memberikan kemudahan kepada pelaku UMKM dalam pembayaran pajak dan pengenaan pajak yang lebih berkeadilan, serta meningkatkan ketahanan ekonomi Indonesia, sehingga harapannya :

  • beban pajak yang ditanggung oleh pelaku UMKM menjadi lebih kecil, sehingga memiliki kemampuan ekonomi yang lebih besar untuk pengembangan usaha dan investasi;
  • pelaku UMKM semakin berperan dalam menggerakkan roda ekonomi untuk memperkuat ekonomi formal dan memperluas kesempatan untuk memperoleh akses terhadap dukungan finansial;
  • memberikan waktu bagi pelaku UMKM dalam mempersiapkan diri sebelum Wajib Pajak melaksanakan hak dan kewajiban pajaksecara umum sesuai dengan ketentuan UU PPh.

Poin-Poin Perubahan

a. Tarif

Dalam pasal 2 ayat (2) PP 23 Tahun 2018 disebutkan tarif pajak penghasilan (PPh) bersifat final sebesar 0,5%. Seperti kita ketahui dalam ketentuan sebelumnya PP 46 Tahun 2013 pasal 3 ayat (1)  tarif PPh Final  adalah sebesar 1%.

b. Subjek Pajak & Jangka Waktu

Wajib Pajak yang masuk dalam ketentuan ini serta jangka waktu tertentu pengenaan PPh Final sesuai dengan pasal 3 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) PP 23 tahun 2018 adalah Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang merupakan :

  • Wajib Pajak Orang Pribadi, dengan batasan jangka waktu tertentu pengenaan PPh bersifat final paling lama 7 (tujuh) tahun pajak.
  • Wajib Pajak Badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau perseroan terbatas, dengan batasan jangka waktu tertentu pengenaan PPh bersifat final paling lama :
    • 4 (empat) tahun pajak  bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi (Kop), persekutuan komanditer (CV), atau firma (Fa);
    • 3 (tiga) tahun pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas (PT).

Jangka waktu terhitung sejak :

  • tahun pajak WP terdaftar, bagi Wajib Pajak yang terdaftar sejak berlakunya Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2018 ini (Wajib Pajak Baru);
  • tahun pajak berlakunya peraturan pemerintah ini, bagi Wajib Pajak yang telah terdaftar sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini (Wajib Pajak Lama);

Contoh :

WP Orang Pribadi atau Badan terdaftar 25 Mei 2018, sebelum berlakunya PP ini, dapat dikenai PPh Final berdasarkan PP ini untuk periode 1 Juli hingga akhir Tahun Pajak 2018, Tahun Pajak 2019 s.d Tahun Pajak 2024, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha sepanjang masih memenuhi kriteria sebagai WP dengan peredaran bruto tertentu.

Hal ini mengeaskan bahwa pemanfaatan tarif 0,5% berlaku terbatas, apabila telah melewatii jangka waktu sebagaimana  disebut di atas maka Wajib Pajak menggunakan sistem pajak normal dengan pengenaan tarif tidak final sebagaimana diatur dalam UU PPh.

c. Pengecualian Subjek Pajak

Dalam Pasal 3 ayat (2) disebutkan yang tidak termasuk Wajib Pajak walaupun memiliki peredaran tertentu tidak melebihi Rp, 4.8 milyar dalam 1 (satu) tahun pajak dalam hal :

  • Wajib Pajak memilih untuk dikneai PPh berdasarkan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31 E UU PPh dengan syarat wajib menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak;
  • Wajib Pajak badan berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
  • Wajib Pajak badan memperoleh fasilitas pajak penghasilan berdasarkan :
    • Pasal 31 A UU PPh
    • PP 94 tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan PPh dalam tahun berjalan.
  • Wajib Pajak berbentuk Bentuk Usaha Tetap (BUT);

d. Tata Cara Pembayaran

Dalam pasal 8 PP Nomor 23 Tahun 2018 disebutkan bahwa atas PPh Final terutang dilunasi dengan cara sebagai berikut :

  • disetor sendiri oleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu setiap bulannya;
  • dipotong atau dipungut oleh pemotong atau pemungut pajak dalam hal Wajib Pajak bersangkutan melakukan transaksi dengan pihak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak.

Mekanisme pemotongan dan pemungutan PPh Final terutang wajib dilakukan oleh pemotong atau pemungut pajak untuk setiap transaksi dengan Wajib Pajak yang dikenai PPh yang bersifat Final sebagaimana diatur dalam PP nomor 23 tahun 2018 dan dalam hal ini Wajib Pajak harus mengajukan permohonan Surat Keterangan kepada Direktur jenderal pajak.

Respon Pengamat UMKM

Asosiasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Indonesia (Akumindo) yang diketuai oleh Ikhsan Ingatrubun (tempo, 24 juni 2018) mengatakan bahwa kebijakan memangkas pajak penghasilan bersifat final PPh Final menjadi 0,5% belum bisa mengenjot pertumbuhan UMKM, menurutnya 3 (tiga) hal yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah :

  • memacu geliat UMKM dengan memberikan iklim usaha yang sehat;
  • menjamin banyaknya uang yang beredar dimasyarakat
  • memberikan akses permodalan seluas-luasnya

Sementara ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudisthira Adhinegara optimis turunnya PPh Final untuk UMKM menjadi 0,5% bakal berimbas positif karena akan menimbulkan multiper effect diantaranya yaitu membuat laba ditahan untuk lakukan ekspansi ditahun berikutnya semakin besar (Tempo, 22 Juni 2018).

Pengaruh Dalam Penerimaan Pajak Negara

Jika berkaca dari penerimaan PPh disektor Usaha Mikro Kecil menengah (UMKM) sepanjang tahun 2017, PPh Final UMKM sebesar Rp. 5,9 triliun maka jika kondisi yang sama  potensi PPh Final akan turun sekitar Rp. 1,5 triliun atau hanya mencapai   sekitaran Rp. 4.4 Triliun.

Namun, harapannya adalah secara kuantitas jumlah Wajib Pajak bertambah dan adanya kesadaran serta kepatuhan dari pelaku UMKM dalam pembayaran pajak  karena jumlah tarif yang semakin ringan maka harapan jangka panjangnya adalah  di masa yang akan datang penerimaan akan berangsur membaik.

Penutup

Penurunan tarif dari 1% menjadi 0,5% tentu lebih meringankan pelaku UMKM dan membantu menjaga cash-flow yang dapat digunakan sebagai tambahan modal usaha. Penulis tidak melihat adanya penambahan yang signifikan dari jumlah Wajib Pajak baru dari pelaku UMKM namun adanya optimisme terhadap penambahan kepatuhan pembayaran PPh Final serta peningkatan jumlah penerimaan negara.

Hal yang menarik dilihat dari perspektif keadilan adalah adanya pilihan bagi Wajib Pajak untuk tidak menggunakan tarif PPh Final 0,5% sehingga memberi kesempatan kepada Wajib pajak untuk memilih apakah dengan tarif Final atau normal (pasal  3 ayat (2a) PP nomor 23 Tahun 2018). Sementara limitasi jangka waktu bagi subjek pajak sebagaimana diatur di atas adalah sesuatu yang positif sebagai persiapan pelaku UMKM menuju tertib pembukuan. Beberapa hal terkait PP nomor 23 tahun 2018 ini masih memerlukan penjelasan, untuk itu mari kita sama-sama menunggu aturan pelaksanaannya yang berupa Peraturan Menteri keuangan atau Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

 

Download : PP Nomor 46 Tahun 2013 dan   PP Nomor 23 Tahun 2018