BAB 3 :
UJIAN DAN PENCOBAAN : KEHARUSAN PROSES YANG MUTLAK (2)

Manusia diuji dan dicobai dengan segala jerih payah untuk mencapai satu tujuan yang khusus. Tuhan membiarkan adanya pohon, adanya ular, dan adanya kebebasan memilih. Ini memang berbahaya,tetapi semua itu ada bukan tanpa maksud. Semua itu harus ada karena di belakang bahaya itu ada bahagia yang besar. Salahnya, seringkali manusia mau bahagia, tetapi tidak mau bahaya. Ketika orang berjudi, maunya menang tetapi tidak mau masuk penjara; kalau berzinah maunya kenikmatan tetapi tidak mau keluarga dihancurkan oleh perempuan itu, atau diri kita dihancurkan oleh penyakit kelamin.

Allah memberikan kebebasan. Bukankah ini bahaya? Ya, tetapi di balik bahaya itu ada bahagia. Orang pandai pasti lebih bahaya daripada orang bodoh. Namun apakah itu berarti kita kemudian berdoa agar kita menjadi orang bodoh saja, dan semua anak kita lebih baik jadi anak bodoh saja? Tidak! Perempuan yang cantik pasti lebih bahaya daripada yang jelek. Tetapi apakah itu berarti kita kemudian berdoa agar ketika menikah kita diberi isteri yang sangat jelek agar semua orang yang melihatnya menjadi ketakutan, sehingga tidak membahayakan diri kita? Tidak! Pisau yang tajam pasti lebih berbahaya daripada pisau yang tumpul. Tetapi apakah itu membuat kita lebih baik membeli pisau yang tumpul saja? Tidak! Orang pandai pasti lebih bahagia daripada orang yang bodoh, demikian pula wanita yang cantik lebih bahagia daripada wanita yang jelek. Bahagia, tetapi juga bahaya. Seringkali kita mau bahagianya tetapi menolak bahayanya. Itu mustahil! Jika kita mengerti konsep-konsep ini dengan baik, seumur hidup kita akan lebih stabil dan lebih mengerti dengan tepat realitas dan maksud penciptaan Allah atas diri kita, sehingga kita tidak mudah dikacaukan oleh berbagai gejala di dunia ini.

Perlu adanya pohon, ular, dan kebebasan memilih. Tuhan memasukkan hal ini, karena jika tidak ada ujian tidak akan bahagia, meskipun ujian itu sendiri mengandung bahaya. Kalau tidak ada ujian, tidak ada pencobaan, dan tidak ada kebebasan, mustahil ada kemungkinan kemenangan. Agar kita bisa menang, perlu dan harus ada ujian, harus ada pencobaan. Ujian dan pencobaan merupakan keharusan mutlak. Tanpa ujian dan pencobaan, dunia ini kehilangan makna.

Mungkin Saudara tidak menyukai ujian dan pencobaan karena ujian dan pencobaan mengandung bahaya, dan Saudara tidak menyukai bahaya ini. Semua manusia yang tidak pernah mau bahaya tidak akan pernah maju! Orang yang selalu takut akan terus tinggal di kamar. Ketika ia mau menjadi pahlawan, hanya bisa menjadi pahlawan kamar. Orang yang berani pergi ke tempat yang penuh bahaya dan berhasil melewatinya dengan kemenangan, mendapatkan kebahagiaan.

Tuhan tidak menciptakan manusia seperti boneka. Manusia tidak diciptakan sebagai robot atau mesin. Tuhan justru memberikan kebebasan kepada Saudara, bahkan sampai bisa memberontak melawan Dia. Manusia diciptakan dengan diberi kuasa pemberontakan terhadap Allah sehingga bisa mengatakan tidak setuju kepada-Nya. Selama 33 tahun lebih, saya menjadi dosen, saya tidak pernah menghina pertanyaan murid-murid saya. Kalau murid saya tidak setuju dengan saya, saya tidak akan marah. Kalau kita saja diberi hak untuk tidak setuju dengan Allah, bagaimana kita boleh marah terhadap orang lain yang tidak setuju dengan kita? Hanya dosen yang tidak beres yang takut dilawan oleh muridnya! Asalkan orang itu tidak kurang ajar kepada Tuhan, adalah hak dia untuk tidak setuju dengan saya. Jika Saudara melawan saya tetapi sangat cinta dan taat kepadas Tuhan, saya setuju. Kalau cinta dan taat kepada saya, tetapi kurang ajar terhadap Tuhan, saya tidak setuju. Saya tidak pernah menuntut semua orang untuk setuju dengan saya, karena Tuhan pun memberikan hak kepada kita untuk tidak setuju dengan-Nya.

Orang atheis dan orang komunis tidak percaya kepada Allah. Bukan saja demikian, mereka bahkan menganiaya orang Kristen, menganiaya pendeta, memenjarakan misionaris, dan lain-lain. Tuhan memper-bolehkan hal itu terjadi. Tetapi Tuhan berkata, “semakin engkau menganiaya, gereja-Ku semakin berkembang.” Akhirnya yang memeras lelah dan mati, gereja yang diperas semakin hari semakin besar. Itulah kekuatan bola karet yang ada pada gereja. Semakin keras dibenturkan, semakin tinggi bola itu akan melambung. Komunisme berusaha menganiaya orang Kristen dengan anggapan mereka bisa membinasakan dan memusnahkan orang Kristen, tetapi justru di situlah terlihat rendahnya IQ mereka, karena sejarah membuktikan bahwa semakin dianiaya gereja semakin berkembang.

Gereja yang terlalu bebas, tidak ada ujian dan pencobaan, dan tidak pernah dianiaya, tidak akan pernah berkembang. Sebelum Komunisme masuk RRC, jemaat Katolik berjumlah sekitar 800 ribu orang dan Protestan sekitar 2 juta. Tetapi setelah dianiaya oleh Komunisme, sekarang ini di seluruh RRC terdapat 83 juta orang Kristen! Dari mana kita mendapatkan data ini? Bukankah kita tidak bisa membeli data dan orang Komunis jelas tidak mau memberikan data akurat tentang jumlah orang Kristen di RRC? Data ini justru diperoleh melalui peristiwa penganiayaan seorang hamba Tuhan. Seorang anggota politbiro sambil menganiaya mengatakan, “Kamu tidak boleh memberitakan agama Kristen lagi di negara ini. Ini negara Komunis. Tahu tidak, gara-gara terus ada propaganda Kristen, sekarang orang Kristen sudah 83 juta.” Nah, sekarang kita tahu karena orang komunis sendiri yang memberi tahu. Melalui penganiayaan data itu bocor sendiri. Tuhan tidak takut ditolak dan dilawan oleh Saudara. Allah justru memberikan ujian kepada manusia supaya manusia bisa menang, membiarkan adanya pencobaan supaya manusia bisa mengalahkan Iblis. Tuhan memberikan kebebasan supaya iman kita kepada Allah didasarkan pada satu kerelaan dan bukan karena pemaksaan. Maka keberadaan ujian dan pencobaan merupakan satu keharusan (absolute necessity) agar kita menang.

Ketika Saudara mencintai seorang gadis, Saudara jangan membawa senapan dan memaksa dia menikah dengan Saudara. Itu tidak bisa dibanggakan karena gadis itu terpaksa menikah bukan karena Saudara, tetapi dengan senapan Saudara. Kalau Saudara mencintai dia, biarkan dia bebas, sehingga kalau dia mau menikah dengan Saudara, Saudara bisa bangga karena dia mencintai Saudara dengan segala kerelaannya. Seorang presiden bisa lebih bangga daripada seorang raja karena dia naik ke atas tampuk pimpinan atas pemilihan seluruh rakyat bukan karena keturunan. Tuhan tidak mau kita memilih Dia atau taat kepada-Nya karena paksaan; atau karena kebetulan dilahirkan di keluarga majelis, sehingga kalau tidak ke sekolah minggu pasti akan dipukul luar biasa keras; atau karena anak saya adalah anak pendeta, maka kalau tidak ikut kebaktian dianggap mempermalukan nama saya, jadi anak saya ke gereja supaya ayahnya tidak malu. Saya memberikan kebebasan kepada anak saya agar mereka bisa mencintai Tuhan berdasarkan kemauannya sendiri, bukan karena paksaan orang tua.

Allah tidak membuat taman Eden yang hanya penuh dengan bunga mawar dan malaikat, tetapi di situ juga ada pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, dan Allah membiarkan Iblis masuk melalui ular untuk mencobai manusia, sehingga manusia terguncang imannya. Inilah cara Allah bekerja! Selama saya mengajar di sekolah theologi, selalu beberapa jam pertama saya pakai untuk membuat bingung semua murid yang ikut di kelas saya. Saya goncangkan iman mereka terlebih dahulu dan baru setelah itu melakukan rekonstruksi karena saya tahu begitulah cara Allah mendidik manusia. Manusia yang tidak pernah mengalami kekacauan, tidak pernah melihat musuh, dan yang tidak pernah diuji dan dicobai, tidak layak hidup bersama Tuhan. Socrates mengerti kalimat di atas. Ia berkata, “Unexamined life is not wrong living” (Hidup yang tak teruji adalah hidup yang tak layak dihidupi). Berani menjadi manusia berarti harus berani hidup penuh dengan bahaya. Oleh karena itu, kita harus hidup berhati-hati.

Tatkala kita hidup, kita seringkali mau bahagia tetapi tidak mau bahaya; kita mau kelancaran dan keindahan tetapi tidak mau kesulitan; kita mau lulus tetapi tidak mau bersusah payah belajar. Itulah yang diajarkan oleh Theologi Kemakmuran! Jika mau menang harus melewati ujian terlebih dahulu; apabila mau menang harus mengalami pencobaan. Tidak ada jalan lain! Inilah cara Allah mendidik manusia. Inilah cara Allah menciptakan manusia.

Maksud 2 : Konsumasi (Penyempurnaan)

Kita harus membedakan antara istilah theologia konsumasi (consummation) dan konsumsi (consumption). Konsumasi berarti penyempurnaan dan penggenapan akhir karya keselamatan Allah atas diri umat tebusan-Nya yang akan terjadi pada kedatangan Kristus yang kedua kalinya. Sedangkan konsumsi lebih berarti menghabiskan atau menghanguskan sesuatu.

Mengapa perlu ujian? Bukankah ketika Adam diciptakan keadaannya sudah sangat baik? Untuk apa perlu diuji lagi? Adam diuji agar bisa lebih sempurna. Tuhan menciptakan manusia yang sungguh-sungguh sudah sempurna, tetapi yang membutuhkan ujian agar bisa lebih sempurna lagi. Mari kita menelusuri sifat manusia dan firman Tuhan untuk mendapat jawaban.

Jikalau manusia sudah dicipta secara sempurna, mengapa ia masih harus diuji sehingga mengakibatkan kesempurnaan yang ia miliki itu hancur? Bukankah tadinya sudah sangat baik, mengapa harus diuji sehingga menjadi hancur dan berdoa? Bukankah setelah pencobaan itu ia justru jatuh ke dalam dosa dan kesempurnaannya hilang? Tidak! Kesempurnaannya hilang jika dia tidak kembali lagi kepada Tuhan Allah! Kalau dia kembali kepada Allah, maka sekalipun dia berdosa Tuhan berjanji: “Marilah, baiklah kita berperkara! – firman Tuhan – Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba.” (Yesaya 1:18). Tidak ada orang yang sedemikian besar dosanya sampai Tuhan tidak berkuasa menyelamatkan dia. Tidak ada orang yang hati nuraninya menegur dia begitu berat, sampai tidak ada lagi pengampunan dosa yang bisa menyelamatkan dia.

Kalau ditanya apakah Allah tahu Adam bisa jatuh ke dalam dosa, jawabnya adalah tahu. Lalu, mengapa Tuhan membiarkan adanya pencobaan itu? Jawabnya: Harus, mutlak harus! Manusia tidak diciptakan menjadi robot, boneka, atau mesin. Manusia diciptakan untuk melewati pencobaan, melewati ujian; maka mutlak harus ada ujian dan pencobaan. Kita akan lebih lagi memperjelas dan mengonfirmasikan pernyataan ini di bab berikutnya.

Meskipun ketika diciptakan kita sudah sempurna, namun ujian dan pencobaan akan membawa kita kepada kesempurnaan yang lain lagi. Kesempurnaan apakah itu? Keadaan yang pertama disebut sebagai kesempurnaan awal, yaitu kesempurnaan natural atau kesempurnaan ciptaan. Kesempurnaan ini merupakan kesempurnaan yang dicipta, yaitu kesempurnaan yang tarafnya berada di dalam ordo creatio. Kesempurnaan ini juga adalah kesempurnaan natural dan bersifat potensial, tetapi hal ini belum cukup, karena jika kesempurnaan ini tidak melewati ujian dari Allah dan pencobaan dari Iblis, maka manusia akan tetap menjadi makhluk yang berkesempurnaan yang tidak pernah diuji dan dicobai. Kesempurnaan seperti ini tidak diingini oleh Tuhan, karena ini hanyalah kesempurnaan ciptaan yang baru bersifat potensial saja, tetapi bukan yang dicapai melalui satu proses.

Sesudah adanya ujian dan pencobaan, kesempurnaan itu akan menjadi kesempurnaan konfirmasi; kesempurnaan supernatural, yang melampaui kesempurnaan natural; kesempurnaan yang telah genap, dan kesempurnaan yang telah dicipta-ulang (recreated perfection). Jadi kita melihat empat hal, yaitu: (1) dari potensi menjadi konfirmasi; (2) dari natural menjadi supernatural; (3) dari awal menjadi genap; dan (4) dari yang diciptakan menjadi yang diciptakan ulang (atau melalui penebusan).

Dari sini kita melihat bahwa semua ini memerlukan ujian dan pencobaan. Dan semua itu memerlukan proses. Sebelum proses, bersifat awal, sesudah proses, menjadi genap; sebelum proses, bersifat natural, setelah proses menjadi supernatural; dan seterusnya.

Ketika seorang bayi dilahirkan dengan potensi yang tinggi sekali, misalnya bayi Einstein, maka bukankah bayi yang bernama Einstein itu sampai pada saat kematiannya masih tetap bernama Einstein? Namun ketika lahir ia hanyalah Einstein potensial, dan baru pada saat mati menjadi Einstein genap. Jadi disaat lahir ia sempurna sebagai potensi dan ketika mati ia sempurna setelah digarap. Einstein ketika lahir sempurna sekali, begitu lucu dan halus sekali kulitnya, tetapi ketika mati kulitnya sudah begitu keriput. Einstein lahir sebagai bayi yang sempurna, kepalanya lengkap, kaki tangannya juga sempurna, tetapi kesempurnaan itu bukanlah kesempurnaan seperti yang dimiliki Einstein setelah mengalami berbagai kesulitan, kegagalan, masalah, dan semua problematika, sebelum akhirnya mencapai satu kesuksesan kesempurnaan sebagai ahli fisika top dunia. Ketika ia mati, kemahiran dan tantangan otaknya lebih sempurna dibandingkan ketika ia lahir. Demikian pula ketika Allah menciptakan Adam dan Hawa. Ketika dicipta, Adam juga adalah manusia sempurna, tetapi kesempurnaan ini hanyalah kesempurnaan potensial yang belum melewati ujian dan pencobaan. Ini adalah kesempurnaan yang belum melewati proses.

Di Alkitab diungkapkan tentang bagaimana burung rajawali melatih anaknya. Ketika anak itu baru menetas dari telurnya, ia harus mencengkeram erat sarangnya yang terletak di puncak gunung yang sangat tinggi, karena angin yang keras bisa menerbangkannya. Tidak ada kenyamanan di sana. Setelah dia tumbuh dan bulu-bulu sayapnya penuh, maka ia sudah mempunyai potensi terbang. Namun potensi terbang ini belum dikonfirmasikan. Itu seperti seorang yang sudah membeli buku berenang, mempelajari dengan saksama sampai hafal seluruhnya, tetapi belum pernah masuk ke dalam air. Sama halnya dengan orang yang sekolah theolohgi, mendapatkan gelar cum laude, tetapi tidak pernah memberitakan Injil dan belum pernah membawa orang lain berobat dan menjadi Kristen. Itu tidak ada nilai konfirmasinya. Mungkin mereka akan kalah dengan orang-orang yang belum pernah sekolah theologi tetapi yang mau rendah hati dan sungguh-sungguh mau taat kepoada Tuhan, memberitakan Injil dan membawa orang bertobat dari dosanya dan mengenal Tuhan.

Maka, sekarang induk burung itu mulai melatih anaknya untuk terbang. Anak burung itu diangkat oleh induknya, diajak terbang di udara yang tinggi, lalu dilepaskan dan dibiarkan terjun bebas. Setelah sampai pada ketinggian tertentu, ia akan dipanggul lagi oleh induknya, di bawa naik lagi ke ketinggian dan dilepas lagi. Hal itu dilakukan berulangkali sambil anak elang ini mulai belajar terbang. Pada akhirnya ia pun bisa terbang seperti induknya. Setelah dibawa kembali ke sarang, anak itu lelah sekali dan mau beristirahat, namun induknya memaksa untuk dia kembali belajar terbang. Setelah bisa, maka induk elang mulai cukup jauh meninggalkkan anaknya, sehingga anak elang itu harus mulai melihat sarangnya, ketika ia melihat sarangnya yang terletak di puncak gunung, ia mulai berusaha untuk terbang naik ke tempat itu. Maka ia sekarang sudah menang. Adakah orang-orang Kristen yang bersemangat seperti ini?

Kesimpulannya: setelah ujian dan mendapatkan angka yang tinggi, kita memperoleh kemuliaan! Jika Saudara menganggap diri pandai sebelum ujian, itu hanyalah satu keadaan yang belum dikonfirmnasikan. Saudara masih memerlukan ujian.

Sekarang ini di Indonesia banyak gereja yang pendetanya tidak mau sekolah theologi supaya tidak pernah tidak lulus. Kalau pernah sekolah theologi pasti ada kemungkinan tidak lulus, tetapi kalau tidak sekolah pasti tidak ada kemungkinan tidak lulus. Jadi dia merasa dirinya hebat, padahal kesalahan khotbahnya sendiri dia tidak tahu. Pada saat ini begitu banyak orang Kristen yang sudah ditipu oleh pengkhotbah-pengkhotbah seperti itu, yang khotbahnya begitu sembarangan. Maafkan jika saya harus mengatakan hal yang mengakibatkan banyak orang membenci saya. Itu adalah ujian saya dan saya dicipta olehTuhan untuk menghadapi ujian-ujian seperti ini. Saat ini begitu banyak orang Kristen dan hamba Tuhan yang tidak mau ujian, sehingga akhirnya tidak memiliki kemenangan konfirmasi. Mereka hanya bisa sombong dan menganggap diri sudah pandai. Bukan berarti mereka tidak memiliki potensi, tetapi justru karena mereka tidak mau diuji, tidak mau melewati proses, tidak mau melewati pencobaan, maka mereka menganggap diri mereka sudah hebat karena tidak pernah gagal. Orang yang tidak pernah gagal tidak berarti orang itu sukses, dan orang yang seringkali gagal tidak berarti orang itu tidak sukses. Orang yang berkali-kali gagal tetapi terus berjuang sampai pada akhirnya sukses, maka kesuksesannya itu akan sangat berharga.

Thomas Alfa Edison yang telah berhasil menemukan lampu, sebelum sukses telah lebih dari 1.700 kali gagal. Tetapi sekian banyak kegagalan tidak menjadikan ia berhenti dan putus asa. Ia bukannya menyerah tetapi terus berjuang sampai pada akhirnya berhasil. Kesuksesan yang telah melewati sekian kali kegagalan merupakan kesuksesan yang sangat berharga. Kesuksesan itu adalah kesuksesan yang tidak mau ditakut-takuti oleh kegagalan. Itulah harga sebuah kesuksesan.

Seringkali kita berdoa, “Tuhan, saya mau kalau saya jatuh cinta langsung sukses, supaya jangan sampai saya gagal dan akhirnya bunuh diri. Nanti nama Tuhan yang buruk, bukan?” atau, “Tuhan, lebih baik saya tidak usah sekolah saja supaya saya tidak sampai tidak lulus, karena kalau tidak lulus bukankan nanti nama Tuhan yang jelek?” Alangkah malunya kalau kita tidak pernah tidak lulus karena kita tidak pernah sekolah.

Maka sekarang kita mengerti bahwa Tuhan memang mau kita diuji. Tuhan memang mau kita dicobai oleh Iblis. Itu berarti Tuhan memang sengaja memperbolehkan Iblis mencobai kita. Kita tidak perlu melarikan diri dari fakta. Tuhan memang mengizinkan Iblis masuk ke dalam taman Eden. Tuhan juga yang menciptakan pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat. Itu semua memang merupakan satu keharusan mutlak. Jika tidak, manusia belum pernah mencapai konfirmasi.

Maka timbul pertanyaan: “Mengapa Tuhan tidak mendiptakan Adam yang sudah dikonfirmasikan sehingga tidak perlu lagi proses konfirmasi yang sulit ini?” Jawabnya adalah: memang Tuhan mau memakai cara yang sulit seperti ini! Anak Allah sendiri pun ketika datang ke dunia ini tidak ada dispensasi sama sekali. Ia tetap harus diuji, harus dicobai, harus menderita, sebelum pada akhirnya dikonfirmasikan. Tidak ada hak istimewa sama sekali. Setiap manusia diperlakukan secara sama oleh Allah berdasarkan prinsip total yang sama. Setiap orang yang hidup di dunia harus diuji dan dicobai.

Lalu mungkin dipertanyakan, mengapa ada orang yang diuji sedikit, dan ada yang banyak? Yang diuji sedikit berarti ia kurang bahagia! Jangan sombong! Orang yang tidak mengalami kesulitan dan penderitaan, berarti ia juga tidak pernah sungguh-sungguh bahagia. Ia belum melewati apa-apa. Ia belum mengerti bagaimana manusia melawan segala sesuatu untuk mencapai kemenangan melalui sifat kelimpahan yang diberikan oleh Tuhan. Saya bersyukur kepada Tuhan jika saya diizinkan menjadi anak yatim pada usia tiga tahun, diizinkan mengalami banyak kesulitan sejak kecil. Saya selalu bersyukur, tidak pernah mengomel dan mempertanyakan Tuhan mengapa saya harus mengalami semua ini. Sikap demikian adalah sikap yang terlalu cerewet. Kalau Tuhan memberikan kepada kita satu kesulitan, itu adalah hal istimewa untuk kita bisa mengalahkannya dan mencapai kemenangan.

Kalau semangat mengalahkan musuh tidak ada di dalam gereja dan orang Kristen, pasti orang Kristen dan gereja tidak akan mengalami kebangunan. Ada gereja yang berulang kali memanggil pendeta untuk mengadakan kebangunan rohani, tetapi setelah pendetanya pergi, mereka tidur lagi. Salah satu sebab Gereja bisa mengalami kebangunan adalah karena gereja itu berani melewati tantangan yang diizinkan oleh Tuhan. Kalau Tuhan sudah membangkitkan begitu banyak musuh dan banyak gereja dibakar, bersyukurlah kepada Tuhan karena itu membuktikan iman Krisrten tidak mungkin dihanguskan. Gedung bisa dibakar tetapi iman yang sejati tak mungkin dihanguskan. Orang Kristen boleh ditakut-takuti, tetapi iman Kristen pasti akan menjadi lebih kuat lagi.

Ujian dan pencobaan sangat diperlukan. Jika kita tidak terlalu banyak mengalami ujian, jangan sombong! Itu hanya berarti bahwa iman kita masih terlalu lemah, sehingga Allah masih memberikan pertolongan untuk tidak memberi ujian yang terlalu berat bagi kita. Ketika sekarang kita harus mengalami berbagai ujian, kita tidak perlu takut.

Ketika catur komputer yang tercanggih di dunia, Deep Blue, akan dipensiunkan, Gary Kasparov, musuh bebuyutannya justru yang paling tidak setuju, karena dengan pensiunnya Deep Blue maka dia tidak lagi ada kesempatan untuk mengalahkan musuh yang dianggap paling kuat tersebut. Ketika saya melihat semangat seperti ini, saya kagum. Kasparov yang hanya pemain catur saja memiliki semangat tidak mau kalah seperti itu. Sebaliknya, keadaan Kekristenan saat ini begitu parah. Begitu banyak orang Kristen yang ketika harus menghadapi sedikit kesulitan saja sudah mengomel dan menangis luar biasa di hadapan Tuhan. Tuhan tidak perlu menyogok manusia dengan kenikmatan dan kekayaan, barulah manusia bisa memuji dan menyembah Tuhan.

Di Surabaya ada seorang pendeta yang menganut theologi kemakmuran mengajarkan jemaatnya yang membawa helm (karena masih naik sepeda motor) untuk mengangkat helmnya di kebaktian. Ia kemudian berkata bahwa Tuhan akan memberkati dan tahun depan sudah tidak akan memakai helm lagi karena Tuhan akan memberi mobil. Jemaat bersorak mengaminkan. Itu ajaran sesat, dan pasti bukan dari Alkitab! Tuhan tidak pernah memberikan janji seperti itu! Jikalau Tuhan memberikan kekayaan kita harus memuji Tuhan, tetapi jika Tuhan memberikan kemiskinan, kita tetap harus memuji Tuhan. Jikalau Tuhan memberikan kesehatan kita harus memuji Tuhan, tetapi ketika Tuhan memberikan penyakit yang berat, kita pun harus memuji Tuhan.

Pada tahun 1984, setelah berkhotbah dalam bahasa Inggris kepada 22.000 orang di Manila, saya harus berangkat ke Hongkong. Pagi harinya kawan saya menganjurkan saya untuk periksa darah. Ketika saya sudah tiba di Hongkong, dia menelpon dan memberi tahu bahwa saya terkena penyakit kanker dan usia saya mungkin hanya tersisa satu tahun saja. Ketika saya mendapat kabar bahwa usia saya tinggal satu tahun, iman saya sedemikain tenang dan tidak terganggu. Justru setelah itu saya mulai memikirkan bahwa satu tahun itu harus saya pakai untuk mengerjakan hal-hal yang paling penting, karena setelah itu tidak ada kesempatan lagi. Ternyata dokter itu bodoh dalam mendiagnosis. Dia kira saya terkena kanker hati, padahal hanya Hepatitis B. Tuhan mengizinkan dokter itu bodoh dan salah dalam mendiagnosis untuk menguji iman saya. Akhirnya satu bulan kemudian, saya kembali ke Manila untuk berobat, dan di situ ditemukan bahwa saya bukan terkena kanker hati, tetapi Hepatitis B. Tetapi selama satu bulan itu Tuhan sudah membentuk karakter saya untuk bisa mengerjakan hal-hal yang penting dan tidak mau takluk kepada kesulitan.

Setelah itu saya mulai mengambil keputusan untuk memulai SPIK (Seminar Pembinaan Iman Kristen) dan mulai tidak menerima undangan berkhotbah dari gereja-gereja. Saya mulai menjawab apa yang sebenarnya Tuhan inginkan untuk saya kerjakan dan khotbahkan, bukan sekadar memenuhi undangan gereja-gereja. Gereja saat itu tidak mau mengundang saya untuk mengkhotbahkan Allah Tritunggal, karena mereka pikir pasti tidak ada yang mau hadir. Tetapi ketika saya mulai mengerjakan SPIK, yang hadir untuk tema Allah Tritunggal di Jakarta mencapai 3.800 orang! Banyak majelis tidak mengerti khotbah apa yang dibutuhkan oleh gereja, mereka hanya mau orang banyak datang. Mereka hanya memperhatikan apakah kolekte cukup banyak dan gedung cukup megah saja. Banyak majelis tidak peduli kalau gereja tidak memiliki doktrin yang kuat dan pengajarannya berantakan. Banyak majelis tidak tahu bahwa orang Kristen harus dicobai dan diuji agar imannya menjadi kuat. Keadaan seperti ini sangat melemahkan gereja. Itu alasan saya harus menegakkan pengajaran dengan tema-tema yang begitu jarang dibahas secara mendalam dan tuntas oleh orang lain.

Amin.
(Bersambung)
SUMBER :
Nama buku : Ujian, Pencobaan & Kemenangan
Sub Judul : Bab 3 : Ujian dan Pencobaan : Keharusan Proses yang Mutlak (2)
Penulis : Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit : Momentum, 2014
Halaman : 54 – 68