Tak dapat dipungkiri bahwa Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82 Tahun 2017 membawa berkah tersendiri bagi  kegiatan transportasi laut. Beleid tersebut mewajibkan penggunaan kapal nasional untuk ekspor batubara dan minyak sawit.

Bahkan dalam salah satu media Sekretaris Umum DPP Indonesian National Shipowners Association (INSA) Budhi Halim mengatakan bahwa armada jenis tongkang dan tug boat saat ini tidak ada lagi yang idle atau menganggur. Bahkan, cenderung mengalami kekurangan kapal pada saat ini. Hal ini disebabkan, adanya peningkatan muatan angkut sebagai dampak dari gencarnya pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah, khususnya di wilayah timur Indonesia. Bahkan dikatakan industri pelayaran nasional cukul stabil dan cenderung membaik terutama dengan adanya kebijakan pemerintah yang pro-maritim dengan program Tol Laut dan Poros Maritim Dunia.

Penulis tidak dalam rangka hijrah untuk ganti pekerjaan, namun melihat dari perspektif perpajakan atas bisnis yang sedang menggeliat tersebut. Agar para pebisnis yang terlibat dapat memahami dan melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik sehingga Surat Pemberitahuan (SPT) para pebisnis yang bergerak dalam bidang ini dapat dilaporkan dengan benar, lengkap dan jelas. Kiranya pandangan perpajakan dalam tulisan ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat.

PERIZINAN

Perusahaan Pelayaran atau perusahaan angkutan laut sangat wajib memiliki SIUPAL setelah dapat memenuhi persyaratan serta modal minimum dasar yang dimiliki oleh perusahaan. SIUPAL wajib dimiliki karena sebagai dasar  untuk ketertiban perizinan dalam berbisnis di wilayah maritim negara Indonesia dengan baik.

SIUPAL adalah kepanjangan dari Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut yang merupakan sebuah surat izin yang nantinya diberikan kepada perusahaan pelayaran. Tujuannya adalah untuk memberikan nyaman dalam berbisnis, karena pada dasarnya semua kegiatan usaha baik dalam skala kecil maupun skala besar haruslah memiliki surat izin perusahaan agar dapat beroperasi dengan baik sesuai dengan peraturan yang berlaku dan juga dapat mengurangi hal-hal yang tidak diinginkan.

PAJAK PENGHASILAN

Pasal 15 UU PPh

Norma Penghitungan Khusus untuk menghitung penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung ditetapkan Menteri Keuangan. Ketentuan ini mengatur tentang Norma Penghitungan Khusus untuk golongan Wajib Pajak tertentu, antara lain :

  • perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional,
  • perusahaan asuransi luar negeri,
  • perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi,
  • perusahaan dagang asing,
  • perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah (“build, operate, and transfer”).

Untuk menghitung kesukaran dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi golongan Wajib Pajak tertentu tersebut, berdasarkan pertimbangan praktis atau sesuai dengan kelaziman pengenaan pajak dalam bidang-bidang usaha tersebut, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan Norma Penghitungan Khusus guna menghitung besarnya penghasilan netto dari Wajib Pajak tertentu tersebut. Salah satu keputusan menteri keuangan terkait untuk golongan tertentu Perusahaan Pelayaran Dalam negeri  adalah sebagai berikut :

  • Nomor 416/KMK.04/1996 tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri. Yang berintikan :
    • Peredaran Bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan/atau sebaliknya.
    • Penghasilan Neto bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri ditetapkan sebesar 4% (empat Persen) dari peredaran bruto.
    • Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengangkutan orang dan/atau barang bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri adalah sebesar 1,2% (satu koma dua persen) dari peredaran bruto dan bersifat final.
  • SE-29/PJ.4/1996 tentang PPh terhadap Wajib Pajak perusahaan Pelayaran Dalam Negeri. Yang berintikan Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri dikenakan Pajak Penghasilan atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperolehnya baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Oleh karena itu penghasilan yang menjadi Objek pengenaan PPh meliputi penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari pengangkutan orang dan/atau barang, termasuk penghasilan penyewaan kapal yang dilakukan dari :
    • pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainnya di Indonesia;
    • pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia;
    • pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia; dan
    • pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia.

Mekanisme Penghitungan PPh Pasal 15 Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri

  • Laba bersih adalah 4% x Omzet Bruto
  • Pajak Penghasilan = 1,2% x Omzet Bruto
  • Disetor oleh pemotong paling lambat  tanggal 10 bulan berikutnya.
  • Disetor sendiri paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya atau  tanggal 15 di bulan setelah faktur dibuat.
  • Dilapor  dalam SPT Masa Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya atau tanggal 20 di bulan setelah faktur dibuat

Contoh 1:

PT. Ai So Ise merupakan pelayaran dalam negeri, pada 5 Januari 2017. Dia melakukan kontrak dengan PT.  Semenanjung untuk mengangkut kain dari Jakarta ke Surabaya dengan harga sebesar Rp170.000.000 dan dibayarkan pada tanggal 30 Januari 2017.

Atas penghasilan PT. Ai So Ise  dari PT. Semenanjung  yaitu jasa pengangkutan kain dari Jakarta ke Surabaya terutang PPh sebesar 1,2% dari peredaran bruto dan bersifat final. Yang dipotong langsung oleh PT. Semenanjung.

PPh Pasal 15: 1,2% x Rp170.000.000 = Rp2.040.000.

  • menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau kantor pos dan giro selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) Final,  Kode Akun Pajak (KAP) 411128 dan Kode Jenis Setoran ( KJS) 410.
  • melaporkan penyetoran yang dilakukan ke KPP selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan.

Contoh 2:

Contoh pemotongan dan perhitungan PPh Pasal 15 atas penghasilan sewa (Sewa atau Charter) kapal milik perusahaan dalam negeri.

PT. Se Ia Sekata  menyewa kapal milik PT. Ai So Ise (Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri) sebesar Rp. 75.000.000 atas sewa kapal. Maka besarnya PPh Pasal 15 yang dipotong oleh PT. Se Ia Sekata adalah Rp. 75.000.000,-  x 1,2% adalah Rp. 900.000,-

  • memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan atau nilai pengganti,
  • memberikan bukti pemotongan pph atas penghasilan perusahaan pelayaran dalam negeri (final) kepada pihak yang menerima atau memperoleh penghasilan,
  • menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau kantor pos dan giro selambat-lambatnya 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), dan
  • melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan.

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 80/PMK.03/2012 tentang jasa angkutan umum didarat dan angkutan umum di air yang tidak dikneai PPN. Pengertian Kendaraan Angkutan Umum adalah kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan orang dan/atau barang yang disediakan untuk umum dengan dipungut bayaran baik dalam trayek atau tidak dalam trayek, dengan menggunakan tanda nomor kendaraan dengan dasar kuning dan tulisan hitam. Dan pengertian Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah.

Disebutkan bahwa Pajak Pertambahan Nilai tidak dikenakan atas:

  • Jasa angkutan umum di darat; dan
  • Jasa angkutan umum di air.

Tidak termasuk dalam pengertian jasa angkutan umum di air  adalah dalam hal jasa angkutan menggunakan Kapal yang disewa atau yang dicarter.

 

Loading