Seringkali kita mendengar bahwa aturan perpajakan membuat kegaduhan pada masyarakat. Pengertian kegaduhan disini dapat diartikan  kekacauan atau keributan. Misalkan saat adanya kekhawatiran kegaduhan saat selesainya pelaksanaan Amnesti Pajak bahwasanya akan adanya pertukaran informasi data perpajakan serta akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan yaitu Undang-Undang nomor 9 tahun 2017. Yang paling fenomenal adalah terkait pencantuman Nomor Induk Kepegawaian dalam faktur pajak apabila calon pembeli tidak memiliki NPWP. Kenapa paling fenomenal karena aturannya tarik ulur bahkan akhirnya dikalahkan dengan ketakutan atas kegaduhannya sendiri. Tentang hal ini bisa dibaca dalam tulisan “Ketentuan tentang Pencantuman NIK dalam e-faktur“.

Bahkan baru-baru ini aturan terkait perpajakan atas e-commerce yang baru saja dikeluarkan khususnya tentang kewajiban memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Pengukuhan Pengusaha kena Pajak (PKP) mulai dipertanyakan karena akan menimbulkan kegaduhan. Aturan tentang e-commerce dapat  dibaca dalam tulisan yang berjudul “Prosedur Pemajakan e-Commerce“.

Buah Kegaduhan

Perpajakan sebagai sumber utama pembiayaan pembangunan adalah fakta yang tidak dapat dipungkiri, peranan ini dapat kita lihat dalam APBN 2019 (Tantangan Penerimaan Pajak Tahun 2019). Sementara disisi masyarakat terkait perpajakan (Tax Society) belum dewasa sehingga setiap ketentuan yang dikeluarkan oleh pihak pajak menjadi rentan dimanipulasi, ditunggangi, dan digunakan sebagai komoditas yang bersifat politis. Kegaduhan yang tercipta umumnya bukannya membawa kepada suatu solusi perpajakan yang ideal melainkan selalu menjauhkannya.

Pemajakan Adalah Kegaduhan

Setiap manusia pasti tidak ingin penghasilannya berkurang terlebih sekedar untuk membayar pajak karena dibenak masing-masing adalah jika bisa tidak membayar kenapa harus membayar atau jika bisa membayar kecil kenapa harus membayar besar. Hal inilah yang mendasari setiap kita berusaha untuk menggoreng setiap isu yang mencoba mengganggu kenyamanan khususnya pembayaran pajak.

Salah seorang pemerhati pajak menginformasikan penulis bahwasanya sedang ada dialog pajak disalah satu stasiun tv dan meminta  saya untuk menontonnya. Karena saya tidak sempat menontonnya maka dia mensarikannya serta meminta pendapat penulis. Intinya adalah kenapa rakyat kecil harus dipajakin?! Saya katakan  sesuai norma yang ada bahwa pajak penghasilan dikenakan terhadap penghasilan, dan apabila penghasilan neto setahun melebihi batasan penghasilan tidak kena pajak maka tetap dikenakan pajak terlepas dia rakyat kecil atau tidak. Kecuali dirasa bahwa batasan penghasilan tidak kena pajak terlalu kecil dengan kondisi sekarang silahkan dilakukan perubahan (baca ; Penyesuaian PTKP).

Aturan Perpajakan dan Kegaduhan

Ketika Amnesti Pajak digulirkan dan semua lini memberikan informasi tentang perlunya Wajib Pajak mengikuti program tersebut maka munculah kegaduhan bahwa sasarannya adalah pelaku usaha menegah dan kecil, isu untuk ikut itu adalah hak atau kewajiban menjadi sangat ramai sekali.

Sehingga dirasa pelu mengeluarkan aturan-aturan pelaksanaan, setiap kegaduhan pasti dikeluarkan aturan lagi bahkan sering tampak aturan menjadi inkonsisten. Seperti penundaan pemberlakuan pencatuman identitas pembeli khususnya Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada e-faktur adalah kesiapan infrastruktur dan kesiapan Pengusaha Kena Pajak, yang terkesan sebagai keputus asaan.

Antisipasi Kegaduhan

Penulis berpendapat, jika hendak dikeluarkan suatu ketentuan perpajakan yang menimbulkan efek munculnya Wajib Pajak baru walaupun dengan tujuan keadilan perpajakan sebaiknya dimunculkan dahulu isu, dilakukan lokakarya atau sejenisnya  setelah itu keluarkan aturannya dan bukannya sebaliknya tetapi jika ini adalah suatu strategi sebaiknya dipertimbangkan kembali.

Pajak Sebagai Suatu Keniscayaan

Mengutip pernyataan seorang negarawan dan ilmuan terkenal Amerika Serikat yang bernama Benjamin Franklin (1706 – 1790) mengatakan  “nothing is certain but tax and dead“ bahwasanya sesuatu yang pasti adalah kematian dan membayar pajak. Membayar pajak adalah kewajiban sebagai warga negara dan diatur dalam Undang-Undang. Pengenaan perpajakan harus bersikap adil, jika karyawan dikenakan perpajakan maka non karyawan yang memiliki penghasilan juga harus dikenakan pajak.

Tak dapat dipungkiri bahwa kegiatan ekonomi bawah tanah (underground economy) akan menjadi kekuatan baru dalam peningkatan penerimaan pajak. Namun, untuk mencapai sasaran ini tidak akan mudah, akan timbul kegaduhan, namun hal ini adalah suatu keniscayaan untuk menciptakan Indonesia yang mandiri.

Loading…