Tema “Yesus dikuburkan” senantiasa menggetarkan hati saya, karena seumur hidup Ia tidak pernah memikirkan bagaimana jika Ia mati, siapa yang akan menyediakan kuburan bagi-Nya. Sekarang banyak pendeta yang belum mati tetapi terus memikirkan di mana nanti dikuburkan, bagaimana mendapat uang pensiun, dan seterusnya. Hal-hal demikian tidak dipikirkan dan diajarkan Yesus sebagai bagian dari pelayanan-Nya. Yesus begitu rela dan bersedia mati, dan Allah sudah menyiapkan kuburan yang terbaik dan baru bagi-Nya. Allah mengetahui kebutuhan kita, sehingga jangan terlalu khawatir dan memikirkannya. Jika kita mencari terlebih dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, yang engkau perlukan akan Allah tambahkan. Yesus sudah dikuburkan.

Frasa selanjutnya adalah “turun ke dalam kerajaan maut.” Kalimat ini sangat kontroversial dan banyak diperdebatkan sepanjang sejarah. Tetapi, frasa ini belum muncul sampai abad ketujuh dalam Kredo Aquileia. Frasa ini bukan tidak penting, sehingga baru tercantum tujuh ratus tahun kemudian, melainkan sangat penting, namun sampai saat itu terdapat keraguan sehingga menunggu hingga yakin baru dicantumkan.  

Pengertian “kerajaan maut” jarang muncul dalam Alkitab dan pertama kali muncul dari mulut Yakub ketika ia diberi tahu bahwa salah satu anaknya, yaitu Yusuf, dimakan binatang buas, padahal itu adalah penipuan dari sepuluh saudara Yusuf. Ia begitu sedih, lalu berkata, “Anak yang paling kukasihi sekarang dimakan binatang buas. Mengapa ia yang sekarang harus mati? Aku harus berkabung sampai mendapatkan anakku dalam dunia orang mati” (Kej. 37:35). Di sinilah pertama kali muncul istilah “dunia orang mati.” Dunia ini adalah dunia tempat orang hidup, setelah kita mati akan pergi ke dunia orang mati. Karena ketidakjelasan pengertiannya, maka ada yang mengatakan bahwa dunia orang mati itu sebenarnya adalah kuburan; atau ada orang lain yang menyangkal dan menolak pandangan itu karena dianggap terlalu dangkal, lalu ia berpandangan bahwa jiwa pergi ke suatu tempat rohani, yang bukan bersifat materi, bukan bersifat fisik yang tampak.

Namun, pandangan ini masih menemui banyak kesulitan. Mazmur mengatakan bahwa mereka yang di dunia orang mati tidak dapat menyembah dan memuji Allah; dan ada juga yang mengatakan orang mati jiwanya tidur, tidak berperasaan, tidak tahu apa-apa, berbeda dengan lingkungan di mana ia berada. Ia hidup di dalam kondisi yang berbeda dengan dunia yang penuh sensasi dan perasaan. Maka, banyak orang menduga bahwa orang yang sudah mati sedang tidur di akhirat.

Tetapi, istilah “gehenna” di dalam Perjanjian Baru sangat berbeda. Sebenarnya, di setiap kota besar ada problem yang sulit dibereskan, seperti kasus membereskan masalah sampah di Jabodetabek. Tumpukan sampah dari lebih tiga puluh empat juta manusia sangat tidak mudah diselesaikan. Maka ada tuntutan untuk dibakar. Ketika dibakar, berarti ada api yang menelan semua sampah tersebut. Api tersebut menghanguskan, mengurangi eksistensi sampah tersebut. Ibrani 12:29 menulis, “Allah kita ialah api yang menghanguskan.” Allah digambarkan membereskan sampah terbesar, yaitu dosa, dengan api yang menghanguskan (consuming fire). Tempat sampah di luar kota Yerusalem disebut gehenna, artinya akhirat. Yesus turun ke dalam kerajaan maut, ke akhirat. Menurut kaum liberal, yang disebut akhirat adalah tempat bakar sampah, tempat yang sangat sederhana, bukan tempat rohani yang jauh di kekekalan. Apakah “turun ke dalam kerajaan maut” yang belum muncul sampai Kredo Aquileia merupakan ajaran yang disimpulkan untuk menjadi iman Kristen? Ataukah “gehenna” di Yerusalem dipakai untuk melukiskan tempat di mana semua dosa dihanguskan, dihancurkan, dan dilenyapkan? Tafsiran ayat ini datang dari berbagai denominasi yang berbeda-beda, sehingga banyak orang kemudian menafsir gehenna bukan sebagai tempat ke mana manusia pergi setelah kematian, tetapi lebih dimengerti sebagai kuburan, penghangusan, pembakaran sampah.

Orang Katolik berkata, sebelum Yesus datang ke dunia, di Perjanjian Lama sudah banyak orang percaya, ada yang sungguh-sungguh dan ada yang main-main. Orang percaya yang biasa-biasa banyak, munafik sangat banyak, sementara yang suci dan sungguh-sungguh sangat sedikit. Ketiga model orang Kristen ini sesudah mati apakah akan ke tempat yang sama? Tidak. Tuhan memperkenankan mereka yang suci dan beribadah ketika mati, sekalipun pada masa sebelum Tuhan Yesus datang, dan akan memasukkan mereka ke dalam limbus (Lat.: kerajaan maut bagian Abraham). Abraham memangku Lazarus dan mereka semua yang beribadah, yang suci, yang cinta Tuhan, dan takut akan Tuhan. Tetapi mereka yang jahat, yang tidak beribadah, yang berdosa, sekalipun berkata percaya Tuhan, setelah mati mereka akan turun ke tempat api seperti neraka. Maka, orang Katolik percaya ada dua macam tempat manusia yang mati, sesuai kondisi dan mutu rohani mereka. Oleh karena itu, Yesus berkata, Lazarus di pangkuan Abraham, sementara orang kaya di tengah api yang begitu panas dan menyiksa. Orang kaya itu melihat Abraham dari jauh dan berkata, “Bapa Abraham, kirimkan Lazarus agar ia mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, karena aku sangat kesakitan di sini.” Orang Katolik percaya yang disebut kerajaan maut terbentuk dari dua bagian, yaitu: 1) bagian api dan 2) bagian yang terdapat air dingin. Mereka menciptakan doktrin yang salah yang disebut “tempat api penyucian.” Tempat ini secara kontras ada di tengah panas dan dingin, tempat yang berapi dan yang berair dingin. Jika orang berdosa dan mati, engkau akan ke tempat api penyucian. Di sana engkau dibersihkan sampai dosamu yang terkecil diselesaikan semua, baru engkau bisa diangkat ke sorga. Jika tidak diangkat, engkau akan terus-menerus di situ menerima siksaan. Maka orang Katolik menemukan purgatory (api penyucian), yaitu akhirat yang tidak habis-habis sengsaranya, karena seseorang diletakkan di tempat antara api dan air dingin. Mereka merasa ini cara terbaik untuk membuat orang takut hukuman dalam kekekalan dan tidak berani sembarang berbuat dosa. Api penyucian menjadi doktrin yang menakutkan bagi seluruh Eropa. Tetapi kemudian ada ajaran penghiburan yang diberikan. Tuhan berkata, “Engkau tidak perlu mati di sana, tidak usah diuji lagi, tetapi harus membayar uang.” Maka terjadilah kerusakan agama dengan doktrin pembayaran utang untuk menyelamatkan orang dari api penyucian. Ini menjadi bisnis agama, korupsi agama, dan distorsi agama. Orang membayar uang yang banyak untuk mendapat pembebasan orang mati dari akhirat. Dengan cara bisnis seperti ini, para pimpinan Gereja Katolik berharap mendapatkan uang banyak untuk membangun gedung gereja dengan kubah yang sangat besar, yaitu Basilika St. Petrus di Roma.

Peristiwa ini sangat mengganggu hati nurani Luther, yang berkata, “Aku membaca Alkitab dan tidak pernah melihat ada api penyucian. Aku mempelajari firman Tuhan dan tidak pernah tahu manusia bisa dibinasakan lagi.” Titus berkata, “Seorang diselamatkan melalui baptisan kudus yang memberi hidup.” Paulus berkata, “Melalui baptisan mendatangkan kehidupan.” Mereka menafsirkan, jika mau diampuni dosa dan diselamatkan harus membeli surat penebusan dosa. Alkitab tidak pernah mengajarkan bahwa orang yang masuk neraka bisa dibantu dengan membeli tiket agar bisa diloloskan dari neraka, karena Allah adil adanya. Hal ini menyebabkan Luther sukses dalam revolusi dan mengoreksi kesalahan-kesalahan agama. Namun, kaum Lutheran sendiri masih belum jelas tentang ke mana perginya orang mati, sehingga dalam hal ini mereka masih mengadopsi ajaran Katolik. Luther mengembalikan Injil yang murni, tetapi ia tidak mempunyai tafsiran lain kecuali tafsiran yang sudah ada ini. Maka, bagi orang Katolik dan Lutheran, Yesus turun ke dalam kerajaan maut berarti Yesus pergi ke dunia orang mati bagian yang benar. Yesus bukan turun ke bagian mereka yang dihukum dengan api, tetapi ke bagian mereka yang diistirahatkan dalam pangkuan Abraham. Dalam cerita Tuhan Yesus tentang Lazarus dan orang kaya, diceritakan orang kaya itu pergi ke dunia orang mati, disiksa, dan kehausan tiada habisnya. Maka, orang Katolik percaya adanya api penyucian, di mana orang yang ingin diselamatkan dapat membayar tiket untuk mengangkat jiwa yang sudah masuk ke situ, dan melalui jasa anak atau kerabatnya bisa keluar dari sana. Inilah keselamatan sesudah kematian. Mereka berkata, “Bukankah Alkitab mencatat, Tuhan Yesus pergi mengabarkan Injil kepada orang mati?” Tetapi ini sangat sulit ditafsirkan. Umat Perjanjian Lama yang mati dan diselamatkan dikumpulkan di sana. Mereka yang menantikan kedatangan Tuhan Yesus berteriak, “Puji Tuhan! Tuhan Yesus sudah datang!”

Orang Katolik dan Lutheran percaya, Tuhan Yesus turun ke dalam kerajaan maut mengumumkan kerygma (Yun.: kabar kemenangan dalam peperangan), yang berarti manusia sudah boleh langsung secara berani memandang kepada Kristus yang sudah menggenapi rencana keselamatan. Jadi, bagi orang Katolik dan sebagian orang Protestan, khususnya Lutheran, Tuhan Yesus turun ke dalam kerajaan maut membuktikan rahasia kemenangan-Nya mengalahkan setan dan berkata, “Kau yang tertahan di sini, yang menjadi orang baik dan menantikan Mesias sejak Perjanjian Lama, Akulah Mesias dan Aku sudah bangkit dari kematian. Aku memberitakan kabar kemenangan kepada mereka yang pernah ditahan dalam kerajaan maut.” Jadi, bagi orang Katolik dan Lutheran, tidak sulit jika ingin mengerti bagaimana Tuhan Yesus masuk ke neraka, turun dalam kerajaan maut, karena Ia sengaja pergi untuk berkata, “Genaplah kemenangan dan kemuliaan Allah yang membangkitkan Kristus dari kematian melalui ketaatan-Nya.”

Tetapi Calvin memiliki pandangan yang berbeda. Kita melihat ketika Tuhan Yesus mati dan dikuburkan, di atas salib Ia berkata, “Genaplah” – artinya harus dikaitkan satu dengan yang lainnya, di mana Yesus mati menanggung dosa kita dan Yesus bangkit agar kita dibenarkan. Yesus mati dan turun ke dalam kerajaan maut. Setiap orang berdosa harus mati dan setelah mati masuk ke tempat di mana hukuman Tuhan tiba: api yang membakar. Calvin tidak percaya bahwa kematian ada dua tempat, sehingga Yesus pergi ke tempat yang suci, di mana umat Perjanjian Lama sudah sekian lama menantikan dan mengharapkan Mesias tiba pada mereka, orang berdosa, untuk memberikan keselamatan kepada mereka. Dalam keadaan inilah Yesus pergi ke sana.

Kaum Calvinis dan Reformed Injili tidak menerima pendapat Katolik dan Lutheran. Ketika Yesus berkata, “Hari ini juga engkau dan Aku bersama-sama di Firdaus,” berarti Ia bukan dua setengah hari menginap dalam kerajaan maut, karena hari itu juga Ia sudah bersama dengan perampok itu di Firdaus yang disiapkan Allah. Pengertian Yesus turun ke dalam kerajaan maut tidak semudah yang kita pikirkan. Tetapi, Yesus “turun ke dalam kerajaan maut” jelas dicatat dan diterima, khususnya setelah Kredo Aquileia. Tujuh abad kemudian terjadilah Reformasi yang menjernihkan dan membereskan banyak hal yang tidak terlalu jelas dan kacau. Setelah terjadinya Reformasi, para Reformator utama menerima frasa ini. Luther dan Calvin percaya frasa ini benar.

Ketika di kayu salib, Tuhan Yesus berkata, “Aku akan pergi kepada Bapa, membawa dan memimpinmu bersama Aku dalam Firdaus dan menerima perjamuan Tuhan.” Jika Ia turun ke dalam kerajaan maut, mengapa Yesus berbicara kepada perampok itu, “hari ini juga …” Jika Ia ada di Firdaus, apakah berarti hanya tubuh-Nya yang dimasukkan ke dalam liang kubur? Apakah relasi kubur Yesus dengan dunia orang mati di mana Allah tidak membiarkan Dia ditinggal di sana? Ada dua penekanan penting kaum Reformed di dalam Kristologi: “Engkau tidak menyerahkan Aku ke dunia orang mati, dan tidak membiarkan Orang Kudus-Mu melihat kebinasaan” (Mzm. 16:10). Allah tidak mengizinkan tubuh Yesus menjadi rusak, sehingga Yesus, Sang Firman yang menjadi daging, dipaku di atas kayu salib, dibunuh, diturunkan dari salib, dimasukkan ke liang kubur yang baru. Ini tahapan dari sorga: Firman, turun menjadi daging, mati dibunuh, jasad-Nya dikebumikan di kuburan yang baru, hari ketiga bangkit dari antara orang mati. Di tengah prosesi turun dari sorga ke bumi, lalu naik ke atas salib, dari salib mati dikuburkan selama dua setengah hari, dan hari ketiga pagi-pagi Ia bangkit, apakah ada kemungkinan tubuh Yesus rusak? Seturut Mazmur 16, Allah tidak mengizinkan tubuh Yesus bisa rusak, karena tubuh-Nya berbeda, atau Allah memelihara-Nya sehingga tidak terjadi kerusakan. Saya percaya berdasarkan dua alasan ini:

a) Tubuh Yesus berbeda, karena Ia bukan hasil hubungan pria dan wanita, maka Yesus tidak berdaging yang sama seperti kita. Di satu sisi, Ia berdaging agar boleh mati, tetapi di sisi lain, Tuhan tidak mengizinkan daging-Nya rusak. Pada hari ketiga, tubuh Yesus yang sudah mati itu utuh dan kembali hidup. Ia berkata, “Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya.” Beberapa kalimat penting ini tercantum di Wahyu 1:18. Di antara seluruh prosesi ini, tidak ada unsur kemungkinan tubuh-Nya rusak, maka Ia menjadi daging kebangkitan yang pertama sebagai Anak Sulung, buah sulung yang memberi tanda dan jaminan bagi kita pada saat Hari Tuhan tiba, kita akan dibangkitkan pula dengan tubuh yang akan seperti tubuh Yesus. Ada perbedaan, di mana pada saat kebangkitan kita, tubuh kita dari yang bisa rusak menjadi yang tidak bisa rusak. Ini tidak berlaku bagi tubuh Yesus, karena tubuh Yesus tidak pernah berubah dari yang bisa rusak menjadi tidak rusak. Saya percaya, Allah tidak mengizinkan kerusakan pernah mencampuri, menyerang, atau ada dalam natur tubuh inkarnasi-Nya. Akhirnya Allah memberi-Nya hidup yang kekal dan tidak bisa rusak, meski dalam daging.

b) Maka, Yesus turun dalam kerajaan maut, bukan karena Ia kalah di bawah kuasa maut maka harus tunduk pada kuasa maut, tetapi secara inisiatif, atas kemauan sendiri, Yesus memberikan nyawa-Nya. “Tak seorang pun bisa mengambil nyawa dan hidup-Ku, tetapi Aku sendirilah, atas kedaulatan dan kerelaan-Ku sendiri, memberikan hidup-Ku. Jika Aku berhak menyerahkan nyawa-Ku, Aku berhak pula menerimanya kembali.” Sejak kematian sampai kebangkitan-Nya, tidak ada unsur kerusakan pada tubuh Yesus Kristus. Allah juga tidak mengizinkan Ia tergeletak, tertawan, atau tetap tinggal di dunia orang mati. Ia harus keluar, berarti kuasa maut tidak bisa mengalahkan, menawan, atau membelenggu-Nya. Sebaliknya, Ia mengalahkan kuasa maut. Ia sendiri mengembalikan dan membangkitkan diri-Nya sendiri.

Calvin dan Reformed Injili percaya bahwa Ia di sana tidak rusak dan kembali hidup selamanya dan Ia pergi ke dunia orang mati adalah rencana rahasia Allah yang begitu dalam, yang hanya bisa kita syukuri dan berakhir dengan memuliakan Allah, karena Ia telah menyiapkan seorang Juruselamat yang begitu ajaib. Kristus tidak mengalami kerusakan dan Ia harus turun ke dalam kerajaan maut, tetapi kerajaan maut tidak mampu menahan-Nya. Ia menjadi daging, tetapi tidak rusak, karena melalui tubuh-Nya, Kristus menjadi jaminan bahwa kita akan bangkit. Maka, Ia sendiri telah mengalahkan kerusakan dan tidak perlu rusak. Ia mengalahkan kuasa maut dan tidak perlu tinggal di dunia orang mati. Amin.

Sumber :  https://www.buletinpillar.org/transkrip/pengakuan-iman-rasuli-bagian-23-butir-kedua-17-turun-ke-dalam-kerajaan-maut#