Beberapa peserta brevet perpajakan sering menanyakan hal-hal tentang Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI), sebagaimana dalam tulisan sebelumnya  yang berjudul aspek perpajakan dalam kawasan berikat. Bahkan sesama rekan kerja diladang pajakpun sering bertanya kepada penulis tentang penggalian potensi perpajakan dalam bidang ekspor dan Impor. Maka perlulah dilakukan kerjasama atau sinergitas antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan Direktorat Jenderal bea dan Cukai (DJBC) untuk dapat menjawab lengkap pertanyaan-pertanyaan di atas tersebut.

Walaupun sering penulis mendengar bahwasanya ada kerjasama atau sering disebut joint program antara DJP dan DJBC, namun kenyataannya tidak ada informasi dan pengaruh berarti atas isu-isu tersebut. Hingga akhirnya tibalah bagi penulis mendapat kesempatan untuk ikut dalam Rapat Kerja Joint Program 2019 antara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan selama 2 (dua) hari di Cikarang Jawa Barat baru-baru ini.

Latar Belakang

Dalam rangka Peningkatan Pelayanan dan Pengawasan Perpajakan untuk Kepatuhan Wajib Pajak serta Optimalisasi Penerimaan Perpajakan. Beberapa hal yang melatarbelakanginya adalah :

  • Regulasi,sSebagaimana tulisan terdahulu di atas tentang Kawasan berikat, bahwasanya banyak dispute terkait perlakukan perpajakan sehingga dilakukanlah perubahan sebagaimana dijelaskan dalam tulisan tersebut yang berharap dapat memberikan kepastian hukum. Hal ini adalah salah satu tujuan dari sinergisitas tersebut dipandang dari sisi regulasi. Namun perubahan inipun memiliki persoalan lainnya, hal ini perlu dilakukan sosialisasi baik oleh DJBC maupun DJB kepada pengusaha yang terkait.
  • Operasional, dalam implementasi dilapangannya juga akan dilakukan pengawasan bersama DJP dan DJBC agar pemberian fasilitas yang diterima oleh Wajib Pajak berlaku efektif dan tidak disalahgunakan.

Program Sinergi Reformasi DJP –DJBC

DJBC dan DJP merupakan dua instansi yang berjalan sesuai ruang lingkupnya masing-masing, kemudian terciptalah Program Sinergi DJBC-DJP yang menjadi jembatan kedua instansi untuk mengamankan penerimaan negara di bidang pajak.

Melalui implementasi Program Sinergi Bea Cukai dan Pajak ini sesuai Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 481/KMK.01/2018 tentang Program Sinergi Reformasi Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang terdiri dari Joint Analysis, Joint Audit, Joint Collection, Joint Investigasi, Joint Proses Bisnis, Single Profile dan Secondment.

  • Joint Analysis, melakukan pengawasan atas kepatuhan perusahaan penerima fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor dan pelaku usaha di kawasan ekonomi khusus terhadap ketentuan kepabeanan, cukai ,dan perpajakan serta mendukung optimalisasi penerimaan negara dari pajak, bea masuk dan cukai.
  • Joint Audit, audit bersama terhadap fungsi pemeriksaan pajak dan audit bea cukai, keduanya sebagai bentuk pengawasan penerapan self assessment system dan kebijakan joint audit antara DJBC dan DJP sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas audit yang bertujuan untuk mengoptimalkan penerimaan negara.
  • Joint Collection, dalam rangka penagihan terhadap piutang macet  akibat terbatasnya juru sita atau tidak ditemukannya alamat perusahaan yang berutang serta putusan pengadilan niaga yang mempailitkan perusahaan maka perlu dilakukan joint collection.
  • Joint Investigasi, penting dilakukan dalam menghadapi kasus seperti HP ilegal, kasus ekspor-impor, dan fasilitas kepabeanan juga kasus-kasus investigasi hasil tembakau (HT).
  • Joint Proses Bisnis, Kegiatan pengembangan proses bisnis bersama DJP-DJBC dalam bidang ekspor, impor, cukai, dan kawasan berfasilitas yang terintegrasi dan handal untuk mendukung penerimaan perpajakan. Pelaksanaan Joint probis pada Free Trade Zone (FTZ) telah dilakukan pada Tahun 2018 dengan terbitnya beberapa peraturan terkait pengawasan atas pemasukan barang dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean (TLDDP) ke FTZ serta telah dilakukan pula upaya deployment Aplikasi FTZ di Kantor Pelayanan Pajak Madya Batam. Selain itu, telah dilaksanakan identifikasi permasalahan atas proses bisnis kawasan berfasilitas dan cukai serta telah dimasukkan ke dalam peraturan terkait kerjasama Joint Program DJP-DJBC. Beberapa program yang akan dilakukan di Tahun 2019 yaitu seperti penyempurnaan konsep joint probis yang telah terimplementasi, serta mengembangkan desain proses bisnis baru untuk meningkatkan pengawasan dan pelayanan.
  • Single Profile, Kegiatan pemanfaatan data profiling dan risk engine untuk Wajib Pajak bersama oleh DJP BAB 4 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 171 dan DJBC dalam kerangka manajemen risiko untuk meningkatkan penerimaan perpajakan dan kepatuhan Wajib Pajak. Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh masih terdapatnya perbedaan pemberian jalur/fasilitas pelayanan di bidang perpajakan atas Wajib Pajak yang sama. Sehingga pada tahun 2018, telah dilakukan penyusunan risk engine, single profile kepabeanan dan cukai yang menggunakan data Nomor Induk Berusaha (NIB). Sebagai tindak lanjut, pada tahun 2019 akan dilakukan piloting single profile dan penyempurnaan terhadap konsep single profile serta aplikasi di berbagai bidang.
  • Secondment, Kegiatan pertukaran pegawai antara DJP dan DJBC untuk terlibat langsung dalam pelaksanaan tugas dan fungsi DJP atau DJBC pada bidangbidang tertentu yang telah disepakati kedua belah pihak. Hal ini dilakukan karena masih kurangnya pemahaman pihak DJP akan proses bisnis internal yang terjadi pada DJBC, dan sebaliknya, sehingga irisan proses bisnis DJP dan DJBC menjadi kurang efektif dan efisien.

Tujuan

Capaian yang diharapkan dalam Program dan terobosan dari pelaksanaan Sinergi antara DJBC-DJB serta realitanya antara lain:

a. Peningkatan Pelayanan dan Pengawasan Perpajakan untuk Kepatuhan Wajib Pajak

Dalam rangka memberikan kemudahan dari segi pelayanan, yaitu telah diimplementasikannya risk engine FTZ Batam (joint endorsement), joint probis di bidang Kawasan Berikat dan restitusi PPN bagi reputable trader, secara simultan dilakukan penyusunan konsep dan peraturan joint probis impor, ekspor, dan cukai yang akan terintegrasi dan terotomasi, yang berbasiskan single profile and risk di bidang perpajakan. Dalam rangka memberikan efektivitas dari segi pengawasan, telah dilakukan joint audit dengan menyelesaikan sesuai target sebanyak 39 LJA serta telah disusun Road Map Joint Audit (2019 s.d. 2022), telah dilakukan pemeriksaan bersama atas 143 WP dengan komoditi berupa handphone, hasil tembakau, serta komoditi lainnya yang ditindaklanjuti dengan pemblokiran, penindakan, pembetulan SPT, serta implementasi multidoor investigation, serta telah dilakukan penagihan bersama secara efektif dengan lebih mensinergiskan metode, salah satunya perluasan hak akses perbankan.

b. Optimalisasi Penerimaan Perpajakan

Realisasi dari Program Sinergi melalui Joint Analisis, Joint Audit, dan Joint Collection adalah sebesar Rp 22,90 triliun dari total target yang telah ditetapkan untuk tahun 2018 sebesar Rp 20 triliun atau sebesar 114,48%.

Realisasi Joint Investigation terkait tindak lanjut kasus HP ilegal, kasus ekspor-impor, dan fasilitas pabean, serta investigasi atas kasus hasil tembakau (HT) sebesar Rp882,96 miliar.

Penutup

Dalam kesempatan Rapat Kerja Joint Program 2019 tersebut di atas, penulis ditugaskan masuk ke dalam Joint Audit. Terdapat suasana yang berbeda karena antara kami DJP dan DJBC memandang ketentuan audit dari perspektif masing-masing. Suasana berlangsung hangat dan cair, sehingga memang perlu lebih sering diadakan pertemuan yang simultan agar ditemukan suatu titik temu sehingga apa yang dicita-citakan yaitu Peningkatan Pelayanan dan Pengawasan Perpajakan untuk Kepatuhan Wajib Pajak dan Optimalisasi penerimaan perpajakan dapat terpenuhi.

Sumber : https://nusatax.com/top-cloud-data-choices-the-primary-criteria-of-selecting-the-electronic-data-bedroom-for-your-provider/