BAB II :
TEOLOGI REFORMASI
Bagian 1 :
Hal-Hal Penting dari Gerakan Reformasi

Selanjutnya kita akan melihat lagi beberapa hal yang penting dalam Gerakan Reformasi.

Pertama. Reformasi menyadari pentingnya anugerah Allah. Teologi Anugerah (Theology of Grace) ditegakkan kembali oleh para reformator. Anugerah yang tidak bersandarkan jasa manusia, tidak bersandarkan kepada kelakuan manusia, tidak bersandarkan segala kebajikan atau usaha dari pada manusia, dan tidak bersandarkan pergumulan manusia. Anugerah merupakah suatu pemberian dari pada Allah secara cuma-cuma. Itulah anugerah. Dan bagi Martin Luther, anugerah hanya boleh didefinisikan dan menjadi jelas dalam satu kalimat, yaitu pengampunan dosa. Anugerah sama dengan pengampunan dosa. Maka jelaslah, jikalau anugerah adalah pengampunan dosa, maka tidak seharusnya dibeli dengan uang untuk memperoleh karcis pengampunan dosa. Martin Luther berjuang melepaskan manusia dari hal-hal yang di buat oleh manusia yang sama sekali tidak Alkitabiah. Ini adalah satu perjuangan yang penting.

Pandangan ini sama dengan pandangan Calvin dan Zwingli, yaitu: Allah dengan cuma-cuma memberikan pengampunan dosa, memberikan peranakan pula (kelahiran kembali) , dan memberikan pembenaran kepada manusia yang berdosa. Semua reformator menerima konsep anugerah ini. Tanpa penegakan kembali konsep anugerah sesuai dengan Alkitab, kita tidak mungkin mempunyai hidup yang benar-benar memberikan syukur dan kemuliaan dengan sesungguhnya pada Allah.

Dalam kaitan dengan pokok ini, kita perlu memperhatikan satu hal. Philip Melanchthon (1497-1560) seorang kawan baik Martin Luther yang membuat pengakuan iman Augsburd (1530) memasukkan unsur manusiawi dalam menerima anugerah, yaitu manusia beriman, di mana seolah-olah terdapat kerja sama antara Allah dan manusia. Pandangan ini ditolak oleh Martin Luther. Maka jelaslah pada reformator memiliki kesamaan dalam mengerti konsep anugerah sesuai dengan Alkitab. Sedangkan perubahan terjadi setelah para reformator itu.

Kedua. Para reformator menekankan mengenai iman kepercayaan. Iman kepercayaan bukan semacam pengakuan intelektual saja terhadap doktrin yang dipaksakan. Juga bukan semacam pengertian ajaran yang hanya bersifat rasionil saja. Tetapi iman kepercayaan bagi Luther adalah sesuatu penerimaan atas penerimaan (The acceptance of the acceptance). Artinya, anugerah diberikan kepada kita, yaitu Allah menerima orang berdosa. Konsep ini begitu jelas tetapi tidak logis. Bagaimana Allah yang suci, adil dan bajik dapat menerima dosa dan kenajisan? Padahal orang berdosa diterima dalam anugerah bukan oleh jasa ataupun perbuatan manusia itu. Sekalipun sulit dimengerti oleh rasio kita, namun kita tetap boleh menerima bahwa Allah berkenan menerima kita, itulah iman. Jadi penerimaan atas penerimaan.

Kita menerima sesuatu fakta bahwa Allah telah menerima kita yang tidak patut diterima. Kita sekarang terima fakta ini. Inilah fakta kepercayaan. Iman adalah sesuatu penyerahan total di hadapan anugerah Allah yang menghentikan segala pergumulan atau penyandaran kepada diri yang tidak layak, sebaliknya melihat Dia yang melayakkan kita. Konsep ini sangat jelas dipertahankan oleh para reformator baik Calvin, Melanchthon maupun Farel. Mereka menyadari kepentingan iman oleh karena iman bukan suatu usaha kita sehingga kita menjadi layak.

Iman justru menerima apa yang Kristus kerjakan dan genapi untuk melayakkan kita. Hal ini menjadi dasar pemikiran reformasi (Theology of Reformation). Iman bukan usaha kita untuk beroleh kelayakan di hadapan Tuhan, melainkan justru menghentikan segala pergumulan, dan menerima apa yang telah digenapi oleh Kristus untuk melayakkan kita. Pengertian semacam ini dapat menimbulkan kesalah-mengertian bahwa teologi reformasi dan teologi reformed menganggap kelakuan tidak penting. Oleh karena bukankah semua telah dilayakkan? Tidak! Ajaran ini tidak mengabaikan kewajiban kita untuk berbuat baik dan hidup suci.

Sejarah mencatat kira-kira 120-150 tahun sesudah reformasi terjadi lagi kerusakan dalam gereja Lutheran. Oleh karena kesalahan pengertian dan penyelewengan ajaran ini (misunderstanding all of theology of grace). Jikalau kita salah mengerti akan konsep anugerah maka kita tidak akan hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Iman yang sejati akan menghasilkan kelakuan yang benar, melalui anugerah yang diterima oleh iman. Dalam iman kita menerima bahwa Tuhan telah menerima kita. Dan dalam penerimaan itu, kebenaran (rightousness) Allah yang diberikan kepada kita akan menghasilkan kehidupan yang sesuai dengan kehendak Allah.

Dari reformasi kita menemukan bahwa tidak ada teologi yang memperbolehkan kita melarikan diri atau melalaikan diri dari kewajiban untuk berbuat baik, sebaliknya segala perbuatan baik kita merupakan akibat dari iman kita dalam Kristus yang memberikan hidup yang berbuah.

Ketiga. Pandangan yang penting dari para reformator baik Martin Luther, Calvin, maupun Zwingli, yang menjadi prinsip dasar teologi reformasi adalah pandangan mereka terhadap Alkitab dan kedudukannya. Bagi Luther, Alkitab identik dengan Firman Allah (The Word of God). Jadi Alkitab adalah Firman Allah. Oleh karena Alkitab diberikan melalui para rasul dan para nabi yang digerakkan dan diilhami langsung oleh Roh Kudus. Jadi Roh Kuduslah yang menjadi penulis dan penanggungjawabnya, sehingga perkataan-perkataan Alkitab adalah identik dengan Firman Allah. Sedangkan Calvin menerapkannya lebih mendalam bahwa dengan pikiran ini kita dapat menerima Firman dari Roh yang telah mewahyukan dengan memberikan kepada kita iluminasi sehingga dapat menafsirkannya dengan benar. Jadi selain Alkitab diwahyukan oleh Roh Kudus, maka Alkitab juga harus dimengerti melalui iluminasi Roh Kudus agar kita dapat menafsirkannya dengan benar.

Dengan demikian maka para Reformator harus berhadapan dengan berbagai penafsiran Alkitab yang tidak dapat dipertanggung jawabkan yang merajalela di dalam gereja. Dan ini menghasilkan suatu revolusi yang besar. Cara penafsiran Alkitab yang tidak benar harus diperangi. Ini menjadi permulaan gerakan untuk menyelidiki dan mempelajari hermeneutika (bagaimana menafsirkan Alkitab). Banyak hal yang sebelumnya dianggap wajar dan diterima secara umum, sekarang mulai ditolak, misalnya khotbah-klhotbah alegoris. Para reformator sangat menekankan arti sesungguhnya dari setiap bagian Alkitab untuk mengetahui maksud Tuhan yang sebenarnya bagi kita melalui bahasa yang terdapat dalam Alkitab. Mereka menolak penafsiran yang sembrono. Oleh karena setiap ayat diinspirasikan oleh Roh Kudus, maka kita perlu memperhatikan pemakaian bahasa untuk mengerti artinya setepat mungkin. Tuntutan yang ketat ini mengakibatkan semangat menyelidiki bahasa asli Alkitab supaya dapat mengerti dengan akurat.

Para reformator juga tidak mengabaikan kaitan antara perkataan dan maksud Roh Kudus yang melampaui perkataan. Oleh karena jikalau kita hanya terpaku kepada perkataan dan tidak melihat hal yang melampaui perkataan, kita dapat menjadi statis dan diikat oleh bahasa yang sangat terbatas. Tetapi bagaimana kita tetap menjaga keakuratan dalam mengerti makna yang melampaui perkataan tersebut. Untuk itu kita perlu menjaga keseimbangan pengertian Alkitab yang bersifat menyeluruh. Keseimbangan Alkitab yang bersifat menyeluruh ini merupakan satu prinsip yang penting sekali. Inilah sebabnya para reformator, khususnya Calvin, berusaha memberikan pengajaran yang meliputi keseluruhan Alkitab yang diuraikannya dalam buku tafsiran Alkitab yang dikerjakannya dengan teliti dan bukan asal mengambil ayat untuk dikhotbahkan.

Calvin memberikan tafsiran Alkitab yang sistematis sehingga gereja memperoleh pengajaran yang utuh, seimbang dan meliputi keseluruhan Alkitab. Sekalipun Calvin adalah seorang yang menderita penyakit sesak napas yang sangat mengganggu di dalam dia menyampaikan Firman Allah, ia tetap bersandar kepada kedaulatan Allah atas seluruh kehidupannya. Banyak orang dari berbagai negara datang untuk mendengarkan khotbahnya seperti dari negara-negara Eropa Utara sampai Skotlandia. Semua ini mendorongnya untuk menyampaikan pengajaran yang benar dan mendasar. Dan penyakit sesak napas yang dideritanya justru membawa berkat bagi para pendengarnya oleh karena mereka beroleh kesempatan untuk mencatat semua khotbah-khotbahnya dan memperbaiki tulisan mereka yang salah. Kedaulatan Tuhan nampak dalam seluruh kehidupan Calvin. Apakah Saudara selalu memuji dan bersyukur kepada Tuhan atas segala sesuatu? Bagi orang yang mengasihi Tuhan semua menjadi indah, sebaliknya bagi mereka yang tidak mengasihi Tuhan segala sesuatu menjadi buruk.

Bagi para reformator, penelaah Alkitab yang resmi dan paling berotoritas adalah Roh Kudus. Oleh karena hanya Roh Kuduslah yang berhak menjelaskan setiap perkataan yang diinspirasikan-Nya. Itulah sebabnya tidak ada hak bagi Paus untuk memonopoli Alkitab, sebaliknya setiap orang percaya beroleh kebebasan untuk taat pada pimpinan Tuhan di dalam mengerti Alkitab. Pandangan ini memberikan suatu gerakan yang besar, karena sebelumnya Alkitab hanya berada di dalam gereja, dan hanya mereka yang telah ditahbiskan oleh Paus boleh menafsirkan Alkitab. Dan rantai yang mengikat Alkitab sekarang dipatahkan.

Para reformator tidak mengatakan bahwa setiap orang boleh menafsirkan Alkitab dengan sembarangan, melainkan mengatakan bahwa Roh Kuduslah penafsir yang sah dan resmi. Dan setiap orang percaya beroleh kesempatan untuk membaca Alkitab dan Roh Kudus akan memberikan cahaya kepadanya untuk mengerti Firman Tuhan dengan benar. Pandangan ini tidak sesuai dengan sikap orang-orang tertentu yang mengadopsi kebebasan membaca Alkitab ini dimengerti sebagai kebebasan liberalisme, yaitu menafsirkan Alkitab dengan sembarangan oleh karena tidak menaati pimpinan Tuhan.

Jikalau dikatakan pimpinan Roh Kudus, maka bagaimana kita dapat mengetahuinya? Pada masa kini, orang beranggapan bahwa pekerjaan Roh Kudus dikaitkan dengan gerakan-gerakan tubuh atau gejala-gejala lahiriah. Pengertian sedemikian bukanlah pengertian Para reformator, khususnya Calvin. Oleh karena Roh Kudus dan Alkitab tidak dapat diceraikan (No separation between The Holy Spirit and The Word of God). Roh Kudus dan Alkitab tidak dapat dipisahkan. Jikalau ada orang yang mengkhotbahkan Alkitab tetapi tidak taat kepada Roh Kudus dan tidak percaya bahwa Alkitab adalah wahyu Allah, jangan kita menerimanya. Wahyu pun tidak diterima, apalagi Alkitab. Sebaliknya, jikalau ada orang yang menggembar-gemborkan Roh Kudus tetapi tidak mau kembali kepada Alkitab juga jangan diterima. Sejak reformasi, pengenalan akan kebenaran bahwa Alkitab tidak dapat dipisahkan dari Roh Kudus sangat penting sekali. Firman Tuhan adalah hembusan dari Allah sendiri oleh karena Allah yang menghembuskan ke luar perkataan-Nya. Jadi jelaslah bahwa perkataan dan Roh yang dihembuskan itu tidak bisa dipisahkan.

Nama saya adalah Stephen. Saya sangat senang dengan nama ini oleh karena Stephanus adalah seorang yang berkhotbah dalam Roh Kudus dan dengan hikmat. Jadi khotbahnya adalah firman yang berhikmat dan diurapi oleh Roh Kudus. Kiranya keseimbangan ini juga menjadi milik kita masing-masing dalam kesaksian dan khotbah. (The word of wisdom and anointment of Holy Spirit). Jikalau keduanya berjalan bersama maka pendengar tidak dapat menentang, mereka hanya dapat menerima atau membenci. Terdapat dua macam pengkhotbah, yang sama-sama diurapi oleh Roh Kudus, namun akibatnya berbeda. Petrus yang dipenuhi oleh Roh Kudus ketika berkhotbah maka 3000 orang bertobat. Sedangkan Stephanus yang juga dipenuhi oleh Roh Kudus ketika berkhotbah ia dilempari dengan batu. Mereka telah menyingkirkan batu penghalang dalam hati pendengar. Mereka mengeluarkan batu kemudian suara Tuhan disampaikan. Maka dalam Yohanes 11 dikatakan setelah batu disingkirkan, dan suara Tuhan memanggil Lazarus maka Lazarus menjadi hidup kembali. Tetapi Stephanus mengalami batu yang telah disingkirkan, dilemparkan kepadanya sehingga ia mati. Bagi yang menerima Firman Tuhan maka beroleh kuasa yang menyelamatkan, dan bagi mereka yang menolak juga menjadi kuasa tetapi kuasa untuk menghakimi. Jangan hanya melihat hasil, tetapi apakah setelah berkhotbah, batu disingkirkan.

Calvin mengatakan bahwa Alkitab mempunyai sifat otentik yang terdapat pada dirinya sendiri. Perrkataan ini adalah perkataan yang penting (The self-authentication character of the Bible). Alkitab mempunyai satu sifat karakter otentik yang ada pada diri sendiri. Dengan demikian posisi Alkitab yang begitu penting tidak dapat disejajarkan apalagi digantikan dengan Paus, Maria, orang-orang suci dan hirarki. Semuanya itu tidak ada apa-apanya, dan berada di bawah Alkitab, termasuk – jangankan Paus, para rasul pun harus taat pada otoritas Alkitab. Pengertian yang jelas ini membuat para reformator tidak mau berkompromi. (The highest authority is the Word of God). Jikalau kita menaruh Alkitab pada tempatnya sebagai otoritas tertinggi yang diberikan Tuhan Allah kepada kita, maka barulah kita dapat menempatkan diri dengan benar dalam pelayanan.

Bagian 2 :

Peninjauan Kembali Doktrin-Doktrin

Sikap para reformator yang mementingkan Alkitab mengakibatkan peninjauan kembali semua doktrin-doktrin yang pernah ditumpukan di dalam sejarah Kekristenan. Beberapa doktrin yang paling penting diingatkan kembali, seperti ajaran mengenai sistem pertobatan dan pengakuan dosa yang dijalankan oleh orang Katolik atau dalam gereja Katolik. Suatu sistem mengenai pengakuan dosa yang dilakukan di hadapan pastor kemudian menerima pengampunan. Dalam Matius 16, Tuhan Yesus berkata kepada Petrus, “Apa yang kau ikat di dunia akan terikat di sorga dan apa yang kau lepaskan di dunia akan terlepas di sorga.” Jelaslah perkataan Yesus Kristus ini dalam konteks Kristologi yang benar bukan berdasar pada Petrus. Oleh karena apa yang dikatakan Petrus bukan diwahyukan oleh orang yang berdaging dan darah tetapi oleh Allah Bapa. Jadi doktrin berdasarkan wahyu Allah sesuai dengan fokusnya, yaitu Kristologi. Di situlah ada kuasa mengikat dan melepas. Dan dalam Matius 18, Tuhan Yesus memberikan itu pada ke dua belas murid-Nya, dan bukan hanya kepada Petrus. Jadi ini merupakan kuasa Injil yang melepaskan dan membelenggu. Di mana Injil dikabarkan maka di sana ada pelepasan, di mana Injil tidak dikabarkan, orang Kristen tidak memberitakan Injil, maka di sana menjadi satu belenggu. Setiap kali kita memberitakan Injil, kita mengikat Iblis dan sekaligus membebaskan orang yang berdosa.

Selain itu ajaran mengenai intermediate state (suatu keadaan antara sesudah kematian danb sebelum kebangkitan orang mati), yang mengajarkan adanya api penyucian (purgatori) ditolak dengan tegas oleh para reformator, baik Luther, Calvin maupun Zwingli oleh karena bertentangan dengan ajaran Alkitab.

Demikian pula dengan ajaran mengenai Maria juga diperbaiki. Bagi orang-orang Katolik, Maria diberi nama-nama yang hampir sama dengan Kristus, Maria dipercaya sebagai Ratu dari Sorga (Mary The Queen of Heaven), dan ibu dari pada Allah (The mother of God), suatu pengertian yang tidak begitu jelas bagi orang Katolik, Padahal istilah itu diambil dari Alkitab. Pada waktu Maria mengunjungi Elisabet, maka Elisabet mengatakan, “Ibu dari pada Tuhanku datang mengunjungi aku.” (Lukas 1:43). Ini berarti yang dikandung oleh Maria mempunyai sifat Ilahi. Hal ini berkenaan dengan Kristologi yang di dalam sejarah gereja menimbulkan perdebatan yang panjang, yaitu pada waktu Yesus masih di dalam rahim Maria, apakah sudah mempunyai dwi-sifat atau hanya satu sifat. Jikalau Maria hanya melahirkan seorang anak, maka akhirnya seperti yang dikatakan oleh Marcion (160 M) dan orang-orang Gnostisisme, yaitu Yesus baru menerima sifat ilahi-Nya pada waktu Yohanes pembaptis membaptiskan-Nya. Kristus turun atas-Nya lalu kemudian menjadi Yesus Kristus. Hal ini berarti sejak dilahirkan sampai menerima baptisan, Yesus hanyalah memiliki sifat manusia saja. Tetapi Lukas 1:43 membuktikan bahwa Yesus Kristus telah mempunyai sifat Ilahi dan sifat manusia pada waktu di dalam rahim Maria. Istilah “Ibu dari Tuhanku” adalah untuk menyatakan bahwa sudah ada sifat Ilahi ketika Yesus berada di dalam rahim. Tetapi tidak berarti Martia adalah ibu dari pada Allah oleh karena Maria hanyalah ibu dari Yesus Kristus sebagai manusia tetapi sifat Ilahi-Nya tidak pernah mempunyai ibu, dan istilah ini hanya menunjukkan bahwa Dia telah memiliki sifat Ilahi sewaktu di dalam rahim. Apakah Maria adalah penebus yang bersama dengan Kristus mempunyai jasa untuk menebus dosa manusia?

Dengan tegas kita menolak pandangan ini oleh karena tidak sesuai dengan Alkitab. Maria sendiri ketika memperoleh berita bahwa ia akan melahirkan seorang Anak, yaitu Anak Allah yang tinggi, maka Maria mengatakan: “Jiwaku memuliakan Tuhan dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku.” (Lukas 1:46). Maria menyadari bahwa ia pun memerlukan Juruselamat dan tidak sama sekali bahwa bersama Kristus menjadi Juruselamat. Para reformator dengan tegas menolak pandangan yang menempatkan Maria sejajar dengan Kristus, dan sistem penyembahan kepada Maria sudah lama disingkirkan dalam teologi Reformasi.

Selanjutnya kita akan mambahas mengenai posisi para rasul. Apakah mereka memiliki kedudukan tertentu dan menimbun kelebihan jasa-jasa mereka? Pokok ini dalam teologi disebut “The treasury of the saints”, yaitu suatu gudang harta untuk menyimpan dan menimbun jasa-jasa para orang suci. Maksudnya adalah orang-orang suci yang melakukan kebajikan melebihi yang seharusnya maka kelebihannya itu akan disimpan atau ditimbun menjadi suatu gudang harta yang dapat membantu orang lain. Pandangan ini dengan tegas ditolak olerh para reformator. Mereka memperbaiki pandangan yang tidak sesuai dengan ajaran Alkitab. Khususnya Calvin dengan tegas tanpa kompromi mengoreksi semua doktrin yang tidak berdasarkan Alkitab.

Peninjauan Kedudukan Paus

Demikian pula ajaran mengenai kedudukan Paus sebagai wakil Kristus di dunia ini dikoreksi oleh para reformator. Doktrin Tritunggal dan Kristologi dipulihkan kembali dengan begitu ketat, sehingga menjadi dasar-dasar yang penting bagi gerakan Reformasi. Untuk hal ini, mereka menetapkan beberapa pengakuan iman (kredo) yang dengan mutlak harus diterima, seperti pengakuan iman Rasuli, pengakuan iman Nicea dan pengakuan iman Athanasius. Pengakuan iman yang penting mengenai Kristologi adalah pengakuan iman Chalcedon (451) yang menegaskan keilahian dan kemanusiaan Yesus Kristus.

Prinsip Penting Teologi Reformasi

Pengembalian doktrin yang dilakukan oleh para reformator dapat disarikan dalam beberapa prinsip yang penting, yaitu:

1. Sola Gratia, hanya berdasarkan anugerah saja. Prinsip ini menolak segala jasa manusia. Menolak pandangan mengenai adanya kerja sama antara manusia dan Allah untuk menyelamatkan manusia, atau manusia dengan kelakuan yang baik dapat menggantikan sesuatu berkat dari Tuhan. Ini semua ditolak karena Sola Gratia.

2. Sola Fide, dalam bahasa Latin artinya iman (faith). Sola Fide artinya hanya berdasarkan iman kepercayaan saja manusia diterima oleh Tiuhan, dan dapat datang kepada Tuhan.

3. Sola Scriptura, hanya percaya kepada apa yang dikatakan oleh Alkitab yang adalah Firman Tuhan. Penegasan akan Sola Scriptura mengakibatkan para reformator menyingkirkan semua kitab di luar ke-enam puluh enam kitab dalam Alkitab, yaitu 39 kitab Perjanjian Lama dan 27 kitab Perjanjian Baru. Kitab yang disingkirkan adalah Apokripa. Apokriopa adalah kitab-kitab yang diterima oleh gereja Roma Katolik sebagai bagian dari kanon, yaitu sebanyak 14 kitab. Para reformator hanya menerima 66 kitab sebagaimana terjemahan aslinya.

Dalam hal ini, Martin Luther sedikit ragu mengenai surat Yakobus. Bagi Luther, kriteria menentukan suatu kitab adalah Firman Tuhan hanyalah satu, yaitu Injil. Itulah sebabnya ia ragu-ragu terhadap surat Yakobus oleh karena tidak terlalu jelas membicarakan mengenai Injil sebaliknya membicarakan mengenai kelakuan baik. Luther menyatakan: “Jikalau saya tidak berani menolak surat ini sebagai Firman Tuhan, maka surat ini termasuk yang tidak penting.” Bagi Luther, satu-satunya kitab yang bersifat jerami adalah surat Yakobus. Bagi Calvin tidak demikian. Perbedaan itu akan kita bicarakan dalam bagian selanjutnya.

4. Sola Christos, berarti hanyalah bagi Kristus dan Kristus menjadi pusat seluruh Alkitab. Maka tidak ada seorang pun di dalam dunia ini yang boleh dibandingkan atau disetarakan dengan kedudukan Kristus. Paus, orang suci, Maria atau siapa pun tidak dapat disetarakan dengan Kristus. Semua ini mengarah kepada Soli Deo Gloria. Seluruhnya bagi kemuliaan Allah.

Jelaslah gerakan Reformasi dapat disimpoulkan dalam lima kalimat yang pendek ini, yaitu: Sola Gratia, Sola Fide, Sola Scriptura, Sola Christos, dan Soli Deo Gloria.

Semua yang ditegakkan oleh Reformasi berdasarkan kepada Alkitab. Oleh karena Alkitab bersaksi bagi Kristus, Alkitab mendatangkan iman, dan iman berdasarkan Alkitab. Dalam Alkitab kita mengenal anugerah Tuhan, dan kehendak Allah agar kita memuliakan Dia. Maka peranan Alkitab yang adalah Firman Allah sangat penting. Sola Gratia yang menyadarkan kita bahwa segala sesuatu yang kita terima adalah anugerah Tuhan semata-mata akan mendorong kita untuk sungguh-sungguh memuliakan nama-Nya. Segala kemuliaan kita kembalikan bagi Tuhan Allah kita. Semua ini merupakan kerangka yang luar biasa dalam teologi dan pikiran Reformasi.

Saya sendiri menilai bahwa setelah Reformasi, banyak gerakan penginjilan tetapi tidak ada suatu kerangka yang lebih agung, tepat, lengkap dan indah dari pada Reformasi.

Bagian 3 :

Literatur Penting Reformasi

Kini kita akan membahas mengenai kronologi beberapa tulisan yang penting dalam Reformasi.

Pertama-tama adalah 95 tesis yang ditulis oleh Martin Luther pada tanggal 31 Oktober 1517. Tulisan sekaligus merupakan cetusan langsung pemikiran Reformasi yang pertama. Sampai dengan tahun 1520, Luther telah menulis banyak makalah, artikel yang mencetuskan pikiran selanjutnya tentang Reformasi. Pada tahun 1521 Melanchthon menulis satu buku yang penting, yang dapat dikatakan sebagai kerangka teologi Lutheran, yaitu “Loci Communes”. Kemudian pada tahun 1525 Zwingli menulis satu buku yang luar biasa, yaitu “The true and false religion”. Agama yang sejati dan yang palsu. Sesudah itu tahun 1530 ditulis suatu pengakuan iman yang disebut “Augsburg Confession” (1530). Augsburg Confession adalah suatu kerangka dasar seluruh teologi Lutheran. Setelah 10 tahun, maka diadakan sedikit perubahan, yanmg mengakibatkan suatu pemikiran yang berbeda dengan pemikiran asli Martin Luther. Augsburg Confession ini ditulis oleh seorang kawan baik Luther, yaitu Melanchthon. Mereka bersama-sama selama kurang lebih 28 tahun melayani, saling mengasihi dan saling menghormati. Melanchthon adalah seorang yang jenius dan menjadi penyusun kerangka pemikiran Lutheran.

Apakah kepentingan tulisan dan pengakuan iman Reformasi tersebut? Tulisan dan pengakuan iman itu menjadi representatif teologi Lutheran (Lutheran Theology) atau gereja Lutheran; khususnya tulisan Melanchthon, yaitu Augsburg Confession. Pengakuan iman ini terdiri dari 28 pasal, dan 21 pasal di antaranya memberitakan mengenai ajaran yang benar, dan tujuh pasal terakhir mencela atau mengkritik ajaran-ajaran yang palsu. Jadi sekarang kita memperoleh hanya 21 pasal saja, oleh karena biasanya yang menentang ajaran palsu itu tidak dimasukkan. Penjelasan mengenai ajaran yang palsu merupakan tanggapan terhadap desas-desus terhadap gerakan Reformasi. Desas-desus tersebut terjadi kira-kira setelah 13 tahun gerakan Reformasi dimulai. Mereka mulai menghakimi Reformasi. Melanchthon kemudian mengadakan pembelaan doktrinal dengan menulis Augsburg Confession. Pembelaan tersebut termasuk penjelasan terhadap tuduhan bahwa ajaran Reformasi yang menekankan kedaulatan Tuhan akan menjadikan Tuhan Allah sebagai Pencipta Setan. Melanchthon mernjawab dalam Augsburg Confession dengan mengutip perkataan Tuhan Yesus dalam Yohanes 8:44, “Iblis yang menjadi Bapamu…ia adalah pendusta dan bapa dari segala dusta.” Kutipan ini membuktikan bahwa Reformasi tidak mengajarkan bahwa dosa berasal dari rencana Allah melainkan dari dirinya sendiri yang adalah bapa segala dusta.

Augsburd Confession menimbulkan kemarahan dan perbantahan dari gereja Roma Katolik. Bahkan mereka mengancam akan mengadakan hukuman dengan keras jikalau pengakuan iman tersebut tidak ditarik. Batas penarikan itu begitu singkat sehingga orang-orang Lutheran tidak berkesempatan untuk memikirkan dan menjawab ancaman tersebut. Keadaan sedemikian membuat tidak bisa tidak orang-orang Lutheran harus melepaskan diri dari gereja Roma Katolik. Martin Luther sendiri tidak pernah bermaksud untuk memecahkan gereja, apalagi mendirikan gereja Lutheran, oleh karena gereja adalah milik Yesus Kristus. Tetapi akhirnya orang-orang yang bersama-sama dengannya memberikan nama gereja Lutheran untuk membedakan gereja yang di bawah pimpinan Luther. Melanchthon sendiri membuat Augsburg Confession untuk mewakili pemikiran Teologi Lutheran. Akhirnya tibalah batas waktu yang diberikan, yaitu tanggal 15 April 1531 di mana gereja Roma Katolik bermaksud membasmi gerakan Reformasi. Tetapi hal itu tidak pernah terjadi karena Tuhan tidak mengizinkannya.

Segera setelah Augsburg Confession ditulis, pihak gereja Roma Katolik mengedarkan jawaban yang panjangnya tujuh kali dari Augsburg Confession untuk membela diri dan untuk menyerang Teologi Lutheran. Peristiwa ini terjadi sebelum tahun 1540, yaitu sepuluh tahun setelah Augsburg Confession ditulis, di mana Melanchthon menambahkan dengan bagian mengenai kerja sama antara Allah dan manusia di dalam menyelamatkan manusia berdosa, yaitu Allah memberikan anugerah dan manusia beriman. Pemikiran ini jelas bertentangan dengan pemikiran Martin Luther. Sikap Melanchthon ini merupakan langkah kompromi oleh karena tekanan yang diterimanya. Akhirnya pikiran Melanchthon ini ditolak oleh Teologi Reformed (Reformed Theology). Teologi Reformed menolak sama sekali pemikiran sedemikian, oleh karena seluruhnya adalah anugerah Tuhan (Sola Gratia). Maka jelaslah pikiran Melanchthon berbeda dengan Reformed tradition.

Kemudian pada tahunj 1536, muncullah satu karya yang paling agung di dalam Reformasi, yaitu The Institutes of the Christian Religion, dikarang oleh John Calvin. Tulisan itu merupakan buku sistematik teologi yang pertama, yaitu kerangka teologis yang paling berbobot, paling berpengaruh dan menyeluruh di dalam sejarah. Tulisan ditulis ketika Calvin berusia 27 tahun dan telah memberikan kontribusi bagi seluruh gerakan Protestan suatu kerangka teori yang berabad-abad menjadi tulang punggung gerakan teologi ini. Buku ini terus menerus mengalami penambahan. Pada tahun 1539 ditambah dengan penekanan akan ajaran predestinasi, kemudian tahun 1541 diperbaiki lagi, sampai tahun 1559 buku tersebut telah lima kali lebih tebal daripada cetakan yang perrtama, dan telah dicetak ulang sebanyak 74 kali. Dan pada tahun 1560 buku ini telah diterjemahkan ke dalam enam bahasa.

Dalam buku “The Institutes of Christian Religion” terdapat 6000 kutipan Alkitab, dan sekaligus kesetiaannya pada Firman Tuhan. Menurut Will Durant, seorang sejarawan abad 20 dalam bukunya “The Story of Philosophy” mengatakan bahwa buku “The Institutes of Christian Religion” adalah satu dari antara sepuluh buku yang paling berpengaruh di dunia (“One of the Ten books that shock the world”).

Berikut ini merupakan beberapa bagian dari “The Institutes of Christian Religion”. Dalam buku ini terdapat enam bagian besar, yaitu : Pertama, mengenai Taurat, sepuluh hukum dan artinya. Kedua, mengenai kredo dan penafsirannya. Ketiga, mengenai doa dan penafsiran Doa Bapa Kami. Keempat, menngenai Sakramen. Sampai pada masa Reformasi, sakramen telah berkembang menjadi tujuh macam. Para reformator menolak hal itu oleh karena Alkkitab hanya menjelaskan dua Sakramen, yaitu Baptisan dan Perjamuan Kudus. Kelima, mengenai kritikan terhadap bidat. Keenam, mengenai kebebasan Kekristenan, kuasa politik dan hak rakyat.

Bagian 4 :

Prinsip-Prinsip Gerakan Reformasi

Dari gerakan Reformasi kita dapat menyaksikan beberapa prinsip yang penting, yaitu:

Pertama. Gerakan Reformasi melaksanakan dua aspek yang penting, yaitu merobohkan yang salah dan membangun kembali yang benar. Dalam merobohkan semua yang salah ini, Tuhan memakai Martin Luther, sedangkan untuk membangun kembali ajaran yang ketat dan sistematis, tokoh penting yang dipakai Tuhan adalah John Calvin. Tanpa merobohkan maka tidak mungkin memberikan pengharapan yang baru, oleh karena tidak mungkin menambal kain yang baru pada kain yang usang. Dan sistem gereja Roma Katolik yang telah berakar selama 1500 tahun perlu dirobohkan untuk memperoleh akar yang benar kembali. Untuk merobohkan memerlukan orang yang tangguh dan berani seperti Martin Luther. Namun pekerjaan Reformasi bukan hanya merobohkan tetapi harus membangun kembali. Untuk itu Tuhan membangkitkan John Calvin yang membangun kembali ajaran yang benar. John Calvin adalah generasi kedua Reformasi. Ketika Martin Luther memakukan tesisnya di Wittenberg, Calvin baru berusia sepuluh tahun. Ia sedikit banyak mengerti peristiwa itu dan memberikan rasa kagum terhadap Luther. Di kemudian hari, ia menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Tuhan untuk tugas yang Tuhan berikan kepadanya.

Kedua. Gerakan Reformasi tidak pernah berusaha mendirikan suatu doktrin yang baru, dan tidak pernah berusaha mementingkan doktrin yang satu dan melalaikan doktrin yang lain.

Ketiga. Gerakan Reformasi tidak pernah mau tunduk pada filsafat atau pikiran manusia tetapi berdasarkan Alkitab saja.

Keempat. Segala usaha Calvin, khususnya menjelaskan kepada orang-orang yang tidak lagi diakui oleh gereja Roma Katolik yaitu orang-orang Protestan bahwa apa yang dipercaya oleh orang-orang Reformasi tidak melawan Alkitab melainkan justru kembali kepada ajaran Alkitab sesuai dengan kredo Apolostik yaitu pengakuan iman rasuli. Maka pengakuan iman rasuli menjadi satu garis besar, kerangka dengannya dia menjelaskan seluruh doktrin Alkitab, dan hal ini merupakan keistimewaan dari Reformasi.

Bagian 5 :

Agustinus sebagai Sumber Pemikiran Reformasi

Baik Luther maupun Calvin sebenarnya berada dalam satu garis yang bermula dari Kristus, rasul Paulus kemudian Agustinus. Meskipun kita harus membedakan Kristus dan Paulus dengan Agustinus dalam hal pewahyuan dan pengiluminasian, namun hal ini menjelaskan suatu garis tradisi atau garis Reformasi.

Semua ajaran Reformasi maupun Reformed yang mendasar dapat ditelusuri dan ditemukan bibitnya dalam pikiran Agustinus. Agustinus adalah adalah seorang bapa gereja dan sekaligus satu-satunya pemikir yang lengkap, utuh dan sistematis di antara bapa-bapa gereja pada waktu itu. Sejak abad pertama sesudah Alkitab lengkap diwahyukan sampai masa Agustinus tidak ada bandingnya. Demikian pula setelah Agustinus sampai Martin Luther juga tidak ada bandingnya. Agustinus seumpama bangau yang berdiri di antara kawanan ayam. Ia tidak hanya mengerti Alkitab tetapi juga pemikiran-pemikiran filsafat pada waktu itu. Hal ini membuatnya dapat berintegrasi dan memiliki keteguhjan dalam menyatakan kebenaran Firman Tuhan. Pada masa kini seringkali terjadi ketidak-seimbangan. Sebagian orang hanya mengerti Alkitab tanpa mengerti ajaran-ajaran yang menentang Alkitab, sebagian lain hanya mengerti segala pengetahuan umum tetapi tidak mengerti Alkitab. Kita harus mengerti Alkitab sekaligus mengerti tantangan yang ada sehingga kita dapat teguh berdiri memuliakan nama Tuhan.

Sebelum Agustinus kembali kepada Alkitab, ia telah berkecimpung dalam agama dan filsafat selama kurang lebih sepuluh tahun lamanya. Ketika ia kembali kepada Alkitab, ia baru menyadari bahwa Alkitab jauh lebih tinggi daripada semua agama dan filsafat. Kemudian seumur hidup ia berjuang bagi kebenaran dan menentang segala ajaran palsu. Bagi Agustinus, dalam Kekristenan terdapat beberapa hal yang penting, yaitu otoritas Allah, bijaksana Alkitab dan konsep anugerah dan iman. Hal-hal inilah yang akan mempengaruhi Reformasi. Agustinus diterima baik oleh gereja Protestan maupun gereja Roma Katolik. Dan ia dapat dikatakan merupakan orang pertama dalam sejarah Kekristenan yang mengaitkan iman (credo, I believe) dan rasio (cognito, I think) dengan indah. Ia menyatakan bahwa apa yang kita percaya dapat dipertanggung-jawabkan secara rasionil. Agustinus adalah seorang pemikir Kristen pertama dalam sejarah gereja dengan iman yang besar dan kesanggupan filsafat yang kuat. Dan tugas ini harus kita kerjakan pada masa kini.

Pengaruh Agustinus terhadap gerakan Reformasi khususnya bagi Martin Luther adalah anugerah bagi orang beriman. Hal ini menjadi satu dorongan yang kuat dan menggugah hatinya sehingga mencetuskan doktrin dibenarkan melalui iman. Dibenarkan oleh iman tahu terjemahan aslinya adalah dibenarkan melalui iman (Justification by faith), melalui iman kita dibenarkan. Sedangkan pemgaruh Agustinus terhadap Calvin adalah kedaulatan Allah dan anugerah-Nya. Keduanya menjadi arus yang kuat dalam Reformasi yang berkaitan dengan bapa gereja Agustinus. Meskipun Agustinus memberikan sumbangsih yang besar bagi gerakan rteformasi, tidak berarti semua pandangannya diterima oleh para Reformator. Misalnya pandangan Agustinus mengenai seksualitas ditolak oleh para Reformator oleh karena tidak sesuai dengan Alkitab. Agustinus beranggapan bahwa seksualitas adalah suatu yang najis oleh karena melalui hubungan seks mengakibatkan dosa warisan. Pandangan ini menghasilkan sikap selibat dari gereja Roma Katolik yang dengan tegas ditolak oleh para Reformator sekalipun mereka tetap mengakui dosa warisan. Calvin percaya bahwa dosa warisan berada dalam diri manusia bukan melalui hubungan seks orang tua tetapi Adam sebagai representatif dari pada umat manusia. Jadi representatif dan posisi inilah yang tidak dapat kita hindari.

Sekalipun tidak semua pandangan Agustinus diterima oleh para Reformator namun ia memberikan prinsip yang jelas bagi gerakan reformasi sebagaimana tercantum dalam bukunya, yaitu: “Jikalau Anda menemukan dalam bukuku terdapat sesuatu yang tidak sesuai Alkitab, jangan mengikuti aku, tetapi kembalilah kepada Alkitab.” Prinsip ini harus tetap kita pegang di sepanjang hidup persembahan kita di hadapan Tuhan. Ajaran Agustinus menjadi dasar bagi Reformasi sebenarnya bersumber pada ajaran Kristus dan rasul-Nya, Paulus. Khususnya ajaran mengenai predestinasi, konsep anugerah dengan hanya melalui iman saja, Kristus sebagai pusat, Kedaulatan Allah dan sebagainya.

Bagian 6 :

Perbedaan Pandangan Luther dan Calvin

Meskipun Luther dan Calvin memiliki dasar pijak yang sama, namun dalam perkembangannya di antara keduanya terdapat beberapa perbedaan, yaitu:

Pertama, berkenaan dengan doktrin Allah. Berkenaan dengan doktrin Allah, Martin Luther memaparkan dua aspek yang sangat unik mengenai Allah, yaitu aspek pertama disebut sebagai Allah yang dinyatakan kepada kita (The Revealed God). Aspek yang kedua disebut Allah yang tersembunyi (The Hidden God). Allah yang disembunyikan (The hiddenness of God) seperti bukan yang kita saksikan sejak masih kecil sampai meninggalkan dunia ini. Kita hanya melihat bagian depan dari bulan sedangkan bagian belakangnya tidak pernah kita lihat. Demikian menurut Martin Luther, Allah itu begitu ajaib dan besar sehingga ada bagian yang tersembunyi yang belum pernah diwahyukan kepada kita. Maka kita beroleh kemungkinan untuk membesarkan Allah tanpa batas. Tetapi juga terdapat kemungkinan membiarkan masuk dalam perangkap Agnostisisme mengenai Allah. Agnostik berarti Allah tidak mungkin diketahui. Dan dengan demikian kirta dapat terperangkap dalam pemikiran noumena dari Immanuel Kant (1724-1804) atau Allah sebagai The Wholly Other yang tidak dapat dimengerti dari Karl Barth (1886-1968).

Jikalau Luther mengerti perkataan Alkitab, “Berbahagialah mereka yang menyembunyikan diri di bawah naungan Allah di dalam kerahasiaan-Nya…” sebagai menjelaskan aspek ketersembunyian Allah maka Calvin mengertinya sebagai suatu keterlihatan total Allah bersekutu dengan manusia. Bagi Calvin, Allah adalah Allah yang dinamis, yang berintervensi dalam sejarah manusia. Hal ini membuat Tradisi Calvinistik atau Reformed sangat memperhatikan masalah-masalah kehidupan sehari-hari. Calvinisme sejak awalnya memiliki keinginan melaksanakan keadilan Allah atau intervensi sifat Ilahi di dalam masyarakat, mendinamiskan pengaruh Kekristenan dalam masyarakat dan menjunjung tinggi harkat manusia sebagai gambar Allah. Calvinisme sekaligus menjelaskan demokrasi berdasarkan takut kepada Allah dan kehormatan manusia sebagai gambar Allah.

Kedua, berkenaan dengan Kristologi. Dalam ajaran mengenai Kristus, Lutheran sangat menekankan keseluruhan Oknum Kristus (The total person of Christ as a person), sedangkan Calvin dan Zwingli lebih mementingkan perbedaan sifat Ilahi dan manusia Kristus.

Ketiga, berkenaan dengan doktrin dosa. Bagi Zwingli, dosa memerlukan Injil yang merupakan hukum Taurat yang baru (Gospel ia a new law), sedangkan Lutheran mengutubkan dosa dan Injil. Dosa dimengerti berdasarkan Taurat, oleh karena hukum dalam Perjanjian Lama membuktikan adanya dosa dan sekaligus menyadarkan manusia akan keberdosaannya. Dan bagi Calvinisme atau Teologi Reformed, Taurat diberikan bukan hanya secara negatif, memberikan kesadaran tentang dosa, tetapi justru Taurat diberikan untuk menjadi cermin suatu kehidupan yang suci. Taurat adalah kebajikan Allah yang menuntut kita untuk melakukannya. Pandangan ini mempunyai kemiripan dengan pandangan Zwingli. Maka dalam Lutheran titik berat kewajiban untuk melakukan kebajikan tidak seberat Calvinbisme. Calvinisnme lebih menuntut kita melakukan kebajikan oleh karena merupakan suatu taurat baru dalam Injil. Tuntutan Injil tidak berarti meniadakan tuntutan Taurat, sebaliknya merupakan semangat kerelaan untuk menjalankan tuntutan Taurat berdasarkan kuasa Injil.

Pandangan Luther sedikit banyak mempengaruhi terjadinya kerusakan moral dalam gereja-gereja Lutheran di Jerman setelah seratus sampai seratus dua puluh tahun reformasi. Dosa kembali merajalela dalam kehidupan gereja. Dan muncul reaksi yang merindukan suatu kebangunan kembali. Reaksi ini dipelopori oleh Pietisme. Dalam gerakan pembaruan ini terdapat tiga tokoh yang memainkan peranan yang penting, yairtu Phillip Jakob Spener (1635-1705), August Hermann Francke (1663-1727) dan Zinzendorf (1700-1776). Mereka sangat mementingkan kehidupan yang suci, persekutuan pribadi dengan Tuhan dan beribadat, berdoa dan memberitakan Injil sebagai tanda orang yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan. Gerakan Pietisme ini akhirnya dituduh mendirikan gereja di dalam gereja. Sebenarnya motivasi mereka baik sekali namun oleh karena mereka tidak memperhatikan doktrin secara utuh maka menimbulkan akibat-akibat sampingan.

Orang-orang dalam gereja Presbiterian tidak berarti lebih suci dari gereja Lutheran. Ada orang yang mengatakan bahwa orang-orang Presbiterian tidak menerima ajaran mengenai murtad, tetapi mempraktekkannya (The Presbyteriabn does not believe in backsliding but they only practice it). Kepercayaan sekali diselamatkan tetap diselamatkan disalah mengerti, sehingga mengakibatkan kehidupan yang sembarangan. Jadi tidak ada satu sistem yang menjamin kita pasti hidup suci, oleh karena justru pada waktu mencapai puncak hidup yang suci pencobaan datang menyerang.

Keempat, berkenaan dengan doktrin mengenai Gereja. Apakah gereja? Menurut Augsburd Confession, gereja adalah suatu jemaat yang terdiri dari orang-orang suci (The Church is a congregation of the saints). Orang-orang yang dipanggil ke luar dari dunia, dikuduskan menjadi suatu kemunitas, komunitas yang suci. Jadi Gereja bukan satu hirarki, bukan satu organisasi yang kuat, bukan suatu warisan yang diturunkan oleh Petrus dengan tumpangan tangan dan pelantikan yang disahkan oleh Katolik. Dan Gereja merupakan satu kumpulan orang yang dikudusklan. Jadi konsep mengenai orang suci direvisi kembali. Orang suci (santo) dalam gereja Roma katolik memerlukan kanonisasi, yaitu seseorang yang dianggap benar-benar memiliki kehidupan rohani, iman yang benar, setia kepada gereja dan kehidupan moralnya menjadi teladan. Orang suci harus dapat menjadi teladan di sepanjang zaman. Dan setelah dipertimbangkan dalam konsili-konsili, maka kemudian diresmikan sebagai orang suci.

Maka bagi gereja Roma Katolik, tidak semua orang Kristen adalah orang suci. Sedangkan bagi gereja Protestan, setiap orang Kristen yang ditebus oileh Tuhan Yesus adalah orang suci, sebagaimana perkataan Paulus kepada jemaat di Korintus. Ia menyebut jemaat di Korintus sebagai orang-orang suci. Apakah semua orang Kristen di Korintus memiliki kehidupan yang suci? Ternyata tidak! Di antara mereka terdapat orang yang berzinah dengan ibu tirinya, terdapat kesombongan yang memecah-belah, dan terdapat perselisihan dalam perjamuan kasih. Namun Paulus tetap menyebut mereka sebagai orang-orang suci. Kesucian yang dimaksud adalah kesucian secara status, kedudukan sebagai orang-orang suci di dalam Kristus. Konsep ini menjadi jelas dalam Augsburg Confession, gereja adalah kumpulan atau komunitas orang-orang suci tersebut.

Menurut para Reformator, gereja adalah gereja yang melaksanakan dua syarat penting, yaitu: pertama, memberitakan dan mengajarkan Injil, dan kedua, melaksanakan Sakramen yang benar. Kedua syarat ini membuat orang dapat mendengarkan Firman yang sejati dan menikmati persekutuan dan kesatuan dengan Kristis dalam sejarah. Orang mendengarkan Firman yang benar dan menikmati persekutuan melalui Perjamuan suci dan Baptisan yang sejati. Maka jikalau kedua hal ini dilaksanakan dengan baik, menunjukkan gereja yang sungguh. Orang-orang Reformator menekankan hal ini berkenaan dengan pandangan gereja pada waktu itu di mana mereka menyaksikan gereja tidak mengabarkan Injil dengan benar, dan iman sebagai syarat diselamatkan telah menggantikan anugerah. Iman menjadi suatu kelakuan baik manusia sebelum diterima oleh Tuhan.

Bagi para Reformator, iman justru adalah berhenti bersandar diri oleh karena menyadari hal itu tidak ada gunanya, sebaliknya bersandar sepenuhnya pada Kristus yang telah mengerjakan segala sesuatu bagi keselamatan kita. Jadi Injil diberitakan dengan benar dan Sakramen ditata-laksanakan dengan benar. Untuk itu, para Reformator menolak pandangan gereja Katoilik yang menerima tujuh macam Sakramen. Mereka menegaskan kembali bahwa Alkitab hanya mengajarkan dua macam Sakramen, yaitu Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus.

Jikalau Lutheran menekankan gereja sebagai kumpulan atau komunitas orang-orang suci, maka Calvin menekankan gereja adalah kumpulan atau komunitas orang-orang yang dipilih. Konsep mengenai kaum pilihan menegaskan mengenai rencana kekal Allah (Internal God’s decree) yang dinyatakan dalam proses sejarah, sedangkan konsep orang-orang suci menegaskan suatu pengalaman yang dapat dinikmati. Dalam teologi Reformed, kaum pilihan Allah adalah orang-orang yang dipilih oleh Allah dan tidak ada orang yang dipilih oleh Allah, akhirnya tidak diselamatkan. Pilihan dan Keselamatan merupakan dua hal yang menyatu (election and salvation, election and redemption can not be separated in Calvinistic view). Orang-orang Lutheran pun percaya, bahwa menjadi orang suci sekaligus adalah kaum pilihan dan keduanya terpadu. Kemudian baik Luther maupun Calvin menegaskan bahwa gereja adalah gereja yang kelihatan dan tidak kelihatan (Visible Church and Invisible Church).

Amin.
SUMBER :
Nama Buku : Reformasi & Teologi Reformed
Sub Judul : Bab II: Teologi Reformasi
Penulis : Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit : LRII, 1994
Halaman : 17 – 41