Sebelumnya

BAB IV :

ISTIRAHAT DI DALAM TUHAN

 

 “Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.” Sebab itu dengan yakin kita dapat berkata: “Tuhan adalah Penolongku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?” (Ibrani 13:5-6)

——————————————————-

Terjemahan lain untuk ayat 5 adalah: “Sebab itu janganlah kamu tamak akan uang yang banyak. Cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Tuhan berkata, “Aku tidak akan pernah meninggalkan engkau, dan Aku tidak akan pernah membuang engkau.”

Orang beriman adalah orang yang kembali kepada Tuhan, yang mengarahkan hidupnya kepada Tuhan. Krisis iman terjadi karena roh manusia tidak mempunyai arah yang tetap. Krisis iman dimulai saat manusia memalingkan dirinya dari takhta dan rencana Allah. Sebab itu iman yang sejati adalah iman yang kembali kepada Tuhan; iman yang hidup dan menghadap kepada Tuhan; iman yang memandang Tuhan; iman yang mengarahkan dirinya kepada kekekalan.

Iman adalah semacam penglihatan di dalam rohani, the vision in the spirit. Kita bukan hanya menghadap kepada Tuhan, tetapi kita melihat. Apa yang kita lihat? Allah yang duduk di atas takhta-Nya. Pada tahun di mana raja Uzia meninggal, Yesaya masuk ke dalam Bait Allah. Di situlah ia melihat Dia berada di takhta yang tertinggi.

Iman mengarahkan pandangan ke atas, menemukan takhta Tuhan lebih tinggi daripada segala kesulitan yang mengelilingi kita. If we failed to look around, do notforget to look upward. Jika kita tidak lagi menemukan pertolongan dari kanan-kiri, depan-belakang, timur-barat, utara-selatan, janganlah kita lupa bahwa kita dicipta oleh Tuhan menjadi makhluk yang berbeda dengan binatang yang melata. Kita bisa berdiri dan memandang ke atas. Barangsiapa memandang kepadaTuhan, dia tidak akan dipermalukan. Barangsiapa yang sungguh-sungguh, dengan niat hati yang betul-betul mencari Tuhan, Tuhan pasti tidak meninggalkan dia.

Iman adalah memegang tangan Tuhan. The certainty of the spirit. Faith is not onlyvision of the spirit, but also certainty in the spirit. Kita mempunyai pegangan, kekuatan dan kepastian di dalam jiwa dan kerohanian kita karena didalam iman kita sedang memegang tangan yang tidak terlihat. Tangan kita yang kelihatan sedang memegang tangan Tuhan yang tidak kelihatan, yang menciptakan langit dan bumi, yang menguasai sejarah, yang melindungi dan memelihara kita yang beriman kepada-Nya.

Siapakah yang bisa kita pegang? Dalam 20 tahun terakhir ini Indonesia bertumbuh pesat dalam bidang ekonomi. Uang menjadi hal yang penting, bukan saja di luar, bahkan di dalam Gereja. Kita tidak mendengar suara Tuhan lagi melainkan suara manusia. Kita tidak mendengar suara Tuhan lagi, melainkan suara uang. Yang memiliki uang bisa berbicara dengan keras. Deng Xiao Ping pernah mengatakan, moneyt alks loudly. Inilah dunia yang menempuh jalan Kapitalisme. Orang yang mempunyai uang selalu mempunyai kuasa yang besar, sepadan dengan uang yang dimilikinya. Kita memandang uang, bersandar pada uang, berbicara tentang uang, bahkan waktu membuat rencana pun kita mendasarinya dengan profit.

Di airport saya berjumpa dengan salah seorang yang sangat kaya dari Indonesia. Dengan sangat sedih ia berkata, “harta yang saya kumpulkan dengan susah payah selama 35 tahun hancur dalam 2 bulan ini. Usaha, harta benda, asset saya menjadi nihil.”

Bisakah kita bersandar kepada manusia? Bisakah kita bersandar kepada IMF? Bisakah kita bersandar kepada World Bank? Bisakah kita bersandar kepada tokoh-tokoh politik, pemerintah, dan semua kuasa yang ada di dalam dunia? Alkitab mengatakan, tidak! Semua itu sia-sia adanya. Dunia ini memang sia-sia. Orang yang memiliki harta, jangan merasa bangga atas hartamu. Orang yang berkuasa, jangan sombong karena kekuasaanmu. Orang yang pintar, janganlah membanggakan kepintaranmu. Sebelum ratu Victoria menghembuskan nafasnya yang terakhir, dia mengucapokan kalimat, “How great is my power, how great is my glory,but how short is my life.”

Kita hanya merupakan tamu selama berpuluh tahun di dunia. Dunia ini bukan milik kita. Selain kita harus bekerja dengan betul-betul jujur, setia dan rajin di dunia, jangan lupa, kita masih punyarumah yang kekal di sana.

Apakah iman? Iman adalah istirahat di dalam Tuhan, rest in the Lord. Iman berarti bersandar kepada Tuhan dan beristirahat di dalam Tuhan, the rest and the peace of the spirit. Sudahkah kita menikmati istirahat, sejahtera, sentosa yang begitu tenang dan stabil di dalam jiwa kita?

Perhatikanlah ikan-ikan kecil yang berenang di permukaan laut. Mereka terombang-ambing mengikuti pasang surutnya gelombang di permukaan laut. Tapi, ikan-ikan yang hidup jauh di dasar laut tidak dipengaruhi oleh gelombang-gelombang yang ada di permukaan. Mereka bisa menyelam, berenang dengan stabil, tidak mudah diombang-ambing.

Demikian juga dengan manusia. Saat krisis tiba, akan nyata siapa yang sudah beriman dengan stabil dan siapa yang belum mempunyai iman yang stabil. Apakah kita menyatakan iman kita, hidup beragama kita, dengan emosi yang meluap-luap seperti orang yang tidak mengenal doktrin dan kedaulatan Allah, ataukah jiwa kita mempunyai kestabilan sehingga kita tidak terpengaruh oleh gelombang yang ada di luar?

Orang yang beriman adalah orang yang mengetahui bagaimana menikmati Tuhan. Orang yang beriman adalah orang yang tahu bagaimana mempunyai kerohanian yang tenang dan stabil. Orang yang beriman adalah orang yang tidak mau digoncangkan oleh segala fenomena.

Aklhir-akhir ini di Indonesia terdapat banyak isu-isu yang sangat menakutkan. Banyak rencana dari kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab untuk membuat huru-hara, dsb. Sebagian dari rencana itu harus kita sadari sebagai kelemahan manusia yang berada di dalam kemiskinan dan kekurangan.

Beberapa waktu yang lalu seorang pencuri bersenjatakan pisau masuk ke rumah seorang pendeta di Jakarta. Pencuri itu berkata, “Jangan takut. Saya tidak akan mengambil radio, TV, emas, perak, uang, dll. Saya hanya mau minta beras, minyak dan gula, karena isteri dan anak saya membutuhkannya. Saya tidak punya uang lagi untuk membelinya. Berikanlah apayang saya minta dan saya akan pulang dan tidak akan mempersulit Anda.” Pendeta itu memberikan apa yang ia minta. Lalu ia menjabat tangan pendeta dan pergi.

Apakah kita takut akan kerusuhan? Orang yang membuat kerusuhan juga sebagian takut akan kerusuhan. Mereka sendiri juga tidak suka kerusuhan. Apa bedanya kita dengan mereka? Bedanya, kita belum sampai saatnya untuk membuat kerusuhan karena kita belum pernah merasa kelaparan, sehingga kita cenderung menganggap mereka sebagai orang jahat yang menakutkan. Pernahkah Anda menderita kelaparan selama 10 hari? Pernahkah Anda tidak makan selama seminggu? Pernahkah Anda melihat isterimu tergeletak di tempat tidur karena kelaparan sementara anak-anakmu kurus kering karena tidak mempunyai makanan? Jika engkau belum pernah mengalami hal itu, engkau tidak berhak memaki-maki pencuri. Bukan maksud saya membela pencuri, atau mendorong orang menjadi pencuri. Maksud saya adalah orang yang berkelimpahan selalu tidak mengetahui kesulitan orang lain dan selalu merasa berhak membela diri dan segala kekayaannya.

Kita memang berada di dalam krisis. Sudah lebih dari 8 juta orang di PHK. Begitu banyak orang yang tidak mempunyai kesempatan bekerja. Anda masih bekerja, gunakanlah kesempatan itu dengan baik. Di Indonesia, setiap tahun ada ratusan ribu lulusan SMA dan Universitas yang tidak ada lowongan kerja. Berbeda dengan di Amerika, kalau tidak punya pekerjaan, Anda bisa mengisi formulir dan meminta tunjangan sosial kepada Pemerintah, di sini tidak demikian.

“Bersandarlah kepada Tuhan”, kalimat ini mudah diucapkan waktu sedang membezuk orang yang berada di dalam kesulitan. Maksudnya, “jangan bersandar kepada saya, tak ada lagi yang bisa saya lakukan”. Engkau menasihati dia untuk bersandar kepada Tuhan tetapi dia tidak pernah diberitahu bagaimana bersandar kepada Tuhan.

Bersandar kepada Tuhan adalah termasuk relativitas mutual antara menggunakan bakat, melaksanakan tugas dan kewajiban yang Tuhan berikan kepadamu dan menyerahkan semua itu untuk Tuhan pelihara. Ini berlangsung mutual, dua belah pihak sama-sama bekerja. Di dalam diri seseorang pasti ada tanggung jawab yang Tuhan berikan. Ada rasa tanggung jawab yang Tuhan letakkan di dalam dirinya. Ada kesempatan dan hal-hal penting di dalam sejarah hidupnya. Namun bila dia mempermainkan talenta, kesempatan, kekuatan, kemungkinan, dan semua potensi yang sudah Tuhan tanamkan di dalam dirinya, lalu berkata bahwa dia sudah berserah kepada Tuhan, itu bukanlah berserah melainkan melarikan diri dari segala tanggung jawab. Kalau pendidikan kurang menekankan bagimana manusia harus bertanggung jawab, pendidikan itu tidak berhasil mengajar manusia untuk bersandar kepada Tuhan. Baik dari sudut pendidikan maupun dari sudut kehidupan Gereja, jika seorang Kristen hanya datang kepadaTuhan waktu ada masalah padahal dirinya belum pernah melaksanakan tanggung jawabnya, maka Tuhan hanya menjadi tempat pelarian untuk menghindar dari tanggung jawabnya. Tuhan tidak akan menerima doa yang tidak bertanggung jawab. Lakukanlah apa yang harus kaulakukan, tanggunglah apa yang harus kautanggung, lalu ikutlah Tuhan.

Yesus Kristus berkata, “Pikullah salibmu, menyangkal dirimu, dan ikutlah Aku.” Setiap orang harus memikul salibnya dan mengikut Kristus. Ini adalah ajaran yang penting, yang berbeda dengan ajaran-ajaran sekarang yang tidak bertanggung jawab, yang hanya mengajar orang untuk berserah kepada Tuhan tapi tidak pernah memberi pengertian tentang apa sebenarnya arti berserah kepada Tuhan. Do what you should do, do what you can do, setelah itu waktu engkau menemui kesulitan-kesulitan di luar kemampuanmu barulah berkata, “Tuhan, aku sudah melakukan bagianku, sekarang aku menghadapi kesulitan di luar kemampuanku. Sebagai anak, aku datang kepada-Mu. Aku percaya Kau tidak akan memberikan beban yang lebih berat daripada apa yang bisa kutanggung. Tuhan, tolonglah aku.”

Jika seseorang tidak pernah siap untuk menghadapi hari yang gelap, jika jiwamu tidak bersedia menghadapi kesulitan-kesulitan, maka ketika kesulitan itu tiba, engkau tidak tahu bagaimana menghadapinya. Saat itulah ketenanganmu akan hilang, sejahtera pun lenyap darimu, tidak ada kestabilan lagi di dalam dirimu. Engkau mulai goncang dan tidak keruan karena engkau tidak siap menghadapi kesulitan. Tuhan menciptakan malam dan pagi, angin dan awan, hari yang terang dan juga hari yang mendung. Tuhan memberi cahaya kepada kita, tapi terkadang Dia juga membiarkan kita dikelilingi kegelapan.

Mengapa engkau tidak bersiap sedia untuk menghadapi kesulitan? Mengapa engkau selamanya hanya mau menikmati hari-hari yang terang dan merasa berhak untuk selalu menerima yang baik dari Tuhan? Kita bukan mencari kesuksesan, keuntungan dan kemakmuran. Teologi kemakmuran tidak bisa memberikan kekuatan iman pada saat kita menghadapi kesulitan. Teologi Salib, teologi yang mengajarkan kita untuk berani hidup susah, berani melawan dosa, mau menderita bagi Tuhan dan bersiap untuk menjadi saksi Kristus, itulah yang memberikan kekuatan kepada kita.

Martin Luther mengenal Kristus dari dua aspek: the Christ of glory and the Christof cross.Kristus yang mulia dan Kristus yang sengsara. Kristus yang mulia dan Kristus yang tersalib. Kristus yang mati dan Kristus yang bangkit. Kristus yang berada di salib dan Kristus yang meninggalkan kubur yang kosong. Kristus yang memberikan mahkota dan Kristus yang mengajak kita memikul salib untukmengikut Dia. Kedua aspek ini harus seimbang sehingga iman kita tidak main-main. Banyak arus di dalam Kekristenan yang tidak pernah menghasilkjan orang Kristen yang akil baliq. Banyak suara dari mimbar hanya meninabobokan orang Kristen sehingga mereka tidak pernah menjadi dewasa.

Biarlah semakin mengerti firman Tuhan, kita semakin dewasa sehingga kita tidak hanya bersaksi secara lahiriah, tidak hanya hidup sebagai seorang Kristen secara fenomena, tidak hanya beriman di saat yang mulia dan makmur; tetapi kita bersedia menjadi saksi Tuhan meskipun di malamyang gelap. Di dalam kitab Ayub, tertulis satu ayat yang sangat menyentuh hati saya, “Tuhan menjadikan manusia bernyanyi di malam yang gelap.” Puji Tuhan! Ditengah malam yang gelap, di tengah kesulitan yang paling besar, Tuhan sanggup membuat kita bernyanyi dan memuji Dia. Itulah Tuhan yang hidup.

Mengapa kesejahteraan bisa hilang dari hidup kita? Mungkin karena rasa aman di sekitarmu hilang, maka hilanglah juga kesejahteraanmu. Karena uangmu tidak bernilai lagi, engkau merasa hidupmu pun tak bernilai lagi. Padahal dirimu jauh lebih penting daripada uangmu, lebih penting daripada lingkunganmu, atau segala sesuatu yang ada padamu. Sekalipun engkau memiliki seluruh dunia, ini tidak bisa dibandingkan dengan jiwamu yang memilikinya. Apa gunanya jika seseorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Kalimat firman Tuhan ini merupakan estimasi dan evaluasi bahwa human life has greater value than the whole world. Jika engkau mendapatkan seluruh dunia tetapi kehilangan jiwamu, apa gunanya? Berarti seluruh dunia pun tidak lebih berharga daripada jiwamu. Jika engkau melakukan bunuh diri hanya karena kehilangan uang, itu adalah perbuatan yang bodoh. Jika engkau bunuh diri karena patah hati, engkau hanya melakukan hal yang bodoh. Dirimu jauh lebih penting daripada segala sesuatu yang engkau inginkan. Jika engkau memperoleh seisi dunia sekalipun tetap tidak bisa dibandingkan dengan nilai hidup yang telah Tuhan berikan kepadamu. Sebab itu, kembalilah untuk menilai dirimu dengan kriteria Alkitab, bukan menilai diri dengan kriteria dari konsepmu yang salah. Jika engkau berkata, “Karena saya tidak dapat memperoleh begitu banyak uang, saya tidak mau mengikut Tuhan; kalau saya tidak bisa memelihara asset saya lagi, lebih baik saya meninggalkan iman saya; kalau saya tidak lebih kaya lebih baik bunuh diri saja,” semua itu adalah pemikiran yang dangkal sekali, pemikiran yang non Biblical, pemikiran yang melawan Tuhan Allah. Mengapa harus kaya dulu baru menjadi orang Kristen? Mengapa pada waktu miskin engkau justru membuang imanmu? Mengapa pada waktu lancar baru memuji Tuhan? Mengapa pada waktu sulit engkau merasa Tuhan tidak ada? Justru kita harus menemukan betapa kaya dan limpahnya sifat ilahi di dalam kegelapan, kesulitan dan kemiskinan.

Ada tujuh hal yang menyebabkan hilangnya kestabilan di dalam jiwa kita:

  1. Jiwa yang suka bersungut-sungut

Selalu tidak puas ini dan itu. Barangsiapa selalu bersungut-sungut, dia tidak pernah mempunyai kestabilan. Orang yang tidak puas terhadap Tuhan, orang yang tidak puas terhadap sesama, ia akan selalu mengomel dan tidak pernah merasa puas. Pernahkah engkau berjumpa dengan orang semacam ini, bila engkau berbicara kepadanya selalu dijawab dengan “tapi….” “Puji Tuhan hari ini cerah,” dia akan menjawab, “Tapi cerahnya cuma tiga jam saja.” “Puji Tuhan, keadaan Indonesia sudah mulai membaik.” “Tapi masih banyak kesulitan.” Dia tidak pernah merasa puas, tidak pernah mengucap syukur kepada Tuhan, selalu bersungut-sungut dan selalu mengkritik. Orang yang demikian tidak pernah menikmati sejahtera dan istirahat di dalam jiwanya.

  1. Hati yang sempit dan suka mendendam

Orang yang pada saat diperlakukan dengan baik tidak apa-apa, tetapi kesalahan kita yang sedikit saja akan terus menerus diingat, adalah orang yang kurang stabil jiwanya. Dendam yang tidak kau buang dari hatimu akan membuat dirimu tidak mempunyai sejahtera. Hati yang sempit,yang tidak mudah melupakan kesalahan dan kekurangan orang lain, akan selalu mengikat dirimu dan membuatmu tidak mempunyai dada yang lapang dan tidak bisa menikmati sejahtera yang sungguh-sungguh. Kita perlu belajar untuk selalu mengingat segala kebaikan orang dan melupakan segala kejelekan orang lain. Ini memang tidak mudah, tetapi di situlah letak rahasia untuk melepaskan diri dari kesukaran dan dari hati yang tidak beres. Jangan banyak mengingat kekurangan orang lain.

Di Hong Kong saya bertemu dengan seseorang yang selalu membicarakan kelemahan orang lain. Saya menegurnya, “Kalau otakmu selalu diisi dengan kekurangan orang lain, tahukah kau bahwa otakmu penuh dengan sampah? Bodoh sekali.” “Betulkah? Tapi masalahnya begini…..” “ Tak usah beritahukan kepada saya. Kalau kau bisa merubah dia, ubahlah. Kalau tidak bisa diubah, ya sudah. Bukankah dia mempunyai orangtua? Kalau ibunya kurang mengajar, ya sudah. Mengapa selalu mengeluh “ini tidak beres, itu tidak beres”, selalu mengkritik. Apa yang pernah kau ubah? Bisakah kau ubah dunia ini menjadi lebih baik? Kalu mungkin, datang dan berbicaralah kepadanya. Kalau dia tetap tidak berubah, serahkanlah kepada Tuhan. Kewajibanmu adalah sebelum datang menasehatinya, coba doakan dia dengan sungguh-sungguh, barulah nasehatmu berkuasa. Barangsiapa hanya mengkritik tanpa mendoakan, dia tidak berkuasa mengubah orang lain.”

Bersambung…

SUMBER :

Nama buku : Iman Dalam Masa Krisis

Sub Judul : Bab IV : Istirahat Di Dalam Tuhan

Penulis : Pdt. DR. Stephen Tong

Penerbit : Momentum, 2010

Halaman : 57 – 77