Istilah Omnibus Law terdengar pertama kali oleh penulis di saat pidato pertama bapak Presiden Joko Widodo saat dilantik sebagai presiden RI 2019 – 2024, yaitu penyederhanaan kendala regulasi yang saat ini berbelit dan panjang.

Menurut Obrien (Obrien, 2009) Omnibus Law adalah undang-undang yang mencakup lebih dari satu aspek yang digabung menjadi satu Undang-Undang. Hal ini dikenal sebagai praktik lazim dalam tradisi Common Law seperti Amerika Serikat, namun tidak dikenal dalam tradisi Civil Law seperti Indonesia. Dari sejeak orde lama sampai sekarang, Indonesia tidak memiliki pengalaman dalam merancang UU Omnibus Law dan sampai saat ini tidak memiliki satu pun UU Omnibus Law.

Lalu tiba-tiba penulis mendengar bahwasanya Menteri Keuangan Sri Mulyani ujug-ujug telah menyiapkan dan dalam Finalisasi terkait Omnibus Perpajakan. Dimana ranah yang dijadikan Omnibus Law adalah terkait Undang-Undang PPh, PPN, KUP, UU PDRD serta UU lain yang terpengaruh atau dipengaruhi oleh UU Perpajakan ini.

Omnibus Law Perpajakan

Pengaturan hukum di bidang perpajakan dipandang perlu membuat UU Omnibus Law dengan alasan beberapa UU dianggap tidak sesuai dengan perkembangan lanskap perpajakan global, ekonomi digital, dan seterusnya. Betulkah demikian? Sejujurnya penulis tidak paham, banyak rancangan-rancangan telah dibuat mulai dari UU Bea Meterai khususnya tarif, RUU KUP, dan lain-lain hingga sampai saat ini tidak jelas juntrungannya, lalu tiba-tiba muncul wacana Omnibus Law Perpajakan?

Sebagai petugas perpajakan ditingkat pelaksana yang sudah lebih dari 2 (dua) dekade penulis melihat bahwa sebetulnya aspek kepastian hukum dalam perpajakan sangat dijunjung tinggi bahkan jika dibandingkan dengan ketentuan lain sepanjang sejarah kepastian hukum dalam Undang_undang hanya pajak yang melakukannya termasuk masalah jangka waktu. Sebagai contoh ketika bertugas sebagai Penelaah Keberatan, tidak ada petugas yang berani memutuskan lebih dari 12 bulan sejak permohonan keberatan diterima lengkap, karena jika terlewat maka keberatan Wajib Pajak otomatis diterima.

Tapi apapun itu, sebagai petugas lapangan yang masih setia, penulis tetap akan concern mensupport apa yang dapat dilakukan sebagai petugas di lini terdepan.

Kebijakan dalam Omnibus Law Perpajakan

Konon katanya proses harmonisasi telah memakan waktu beberapa bulan dan dilakukan lintas kementerian dengan kemenkumham sebagai pemangku kepentingan utama. Hal ini sebagaimana tulisan terdahulu yang berjudul : Dari Wacana Penurunan Tarif sampai Penurunan Sanksi Administrasi dalam tulisan tersebut, tidak ada wacana atau isu omnibus law perpajakan yang ada adalah kebijakan fundamental yang dibingkai dalam RUU tentang ketentuan dan fasilitas perpajakan. Dan kini terjawab bahwa RUU tentang ketentuan dan fasilitas perpajakan itu bernama Omnibus Law Perpajakan.

Kebijakan yang masuk dalam Omnibus Law Perpajakan diantaranya adalah :

  • Penurunan tarif PPh Badan
  • Penyesuaian tarif PPh Pasal 26
  • Penggunaan sistem teritorial
  • relaksasi pengkreditan pajak masukan
  • pengaturan ulang sanksi administrasi
  • Rasionalisasi pajak daerah

Dalam Omnibus Law Perpajakan ini pemerintah juga memasukan kewajiban perusahaan digital (pemilik marketplace) untuk memungut, menyetorkan, dan melaporkan PPN serta meredefinisi bentuk usaha tetap (BUT).

Keputusan Omnibus Law Perpajakan Secara Prudent

Sejak niatan pembentukan badan semi otonom yang terpisah dari Kemenkeu yaitu Badan Penerimaan Negara namun dimentahkan oleh Ibu Menkeu sempat membuat penulis pesimis keseriusan dalam menuju kemandirian bangsa hingga munculnya sesuatu yang bernama Omnibus Law Perpajakan.

Ada kekhawatiran bahwasanya skema omnibus law tidak menjamin masuknya investasi ke Indonesia demikian juga kepercayaan atas kepastian hukum. Iklim investasi tidak bisa diperbaiki dengan jalan pintas seperti penurunan tarif, sanksi, dan-lain-lain. Bahkan konsolidasi aturan dalam omnibus law perpajakan akan mendistorsi aturan yang berlaku saat ini dan rancangan perubahan yang sudah hampir 4 (empat) tahun terkatung-katung.

Namun kekhawatiran ini, akan hilang sepanjang kita sebagai anak bangsa bersatu dan sinergi melakukan, mendukung kebijakan-kebijakan yang telah dan akan diambil oleh pemerintah, namun juga tidak meniadakan dan mengindahkan para pemikir yang berbeda.

Penyederhanaan dari segi jumlah, dari segi konsistensi, dan kerapihan pengaturan dimana prosedur lebih sederhana dan tepat sasaran itu bernama Omnibus Law  adalah baik adanya.