Disleksia adalah gangguan belajar yang ditandai dengan kesulitan membaca, terjadi pada anak-anak dengan penglihatan dan intelektual normal. Gejala termasuk terlambat bicara, lambat dalam belajar kata-kata baru dan membaca. Namun, pada usianya yang ke-10 tahun, ia mengayuh sepedanya mengililingi daerah kompleks rumahnya untuk menjajakan dekorasi natal, ikan, dan pensil kepada para tetangganya. Pada usia yang ke-17 tahun, ayahnyamenghadiahinya sejumlah kecil uang oleh karena prestasinya di sekolah, meskipun ia sebenarnya mengidap gangguan disleksia yang sebetulnya dapat menghabat proses belajarnya.

Uang yang dihadiahkan oleh ayahnya menambah modal usahanya sehingga semakin lama usahanya semakin berkembang, bahkan ia menerima pesanan dari luar kota. Ia adalah Ingvar Kamprad, nama Ingvar Kamprad mungkin terdengan kurang familiar di telinga masyarakat Indonesia. Tapi tidak dengan IKEA, perusahaan furnitur dunia yang kantornya tersebar di seluruh dunia. Termasuk Indonesia. IKEA yang merupakan singkatan dari IK (Ingvar Kamprad) dan EA (Elmtaryd Agunnaryd) yang merupakan nama keluarga dan desa tempat tinggal masa kecilnya. Ya, dia adalah sosok Ingvar Kamprad pendiri sekaligus tokoh di balik kejayaan bisnis perabot asal Swedia.

Meski dikenal kaya raya berkat bisnisnya, sosok Ingvar Kamprad merupakan tipe pengusaha yang tetap memelihara kebiasaan lamanya. Bersikap sederhana dan tampil apa adanya. Berkat dirinya pula, masyarakat di seluruh belahan dunia bisa merasakan perabot dengan harga terjangkau. Tentu saja, perjalanan hidupnya yang inspiratif sangat menarik untuk diselami.

Miskin dan Berjuang dari Muda

Lahir dan tumbuh di Smaland pada 1926, Kamprad yang akrab dengan kemiskinan sedari muda merupakan figur yang pekerja keras. Dilansir dari tirto.id, ia memerah sapi serta berjualan korek, pensil, biji-bijian, dan kaus kaki sejak berusia lima tahun dan hidup mandiri. Hasil dari bekerjanya itulah yang digunakan Kamprad membiayai sekolahnya. Saat beranjak dewasa, Kamprad mencoba peruntungan dengan mendirikan bisnis sendiri di bidang furniture.

Pada 1943, di usia 17 tahun, Kamprad mendirikan IKEA, bergerak di bidang pembuatan perabotan untuk keperluan rumah tangga. Pada awalnya, Kamprad hanya berjualan furnitur sederhana, seperti bingkai foto. Namun semakin lama, bisnisnya pun berkembang sangat signifikan. Sejak pertama didirikan, Kampard berjibaku mengembangkan bisnis IKEA sampai menjadi perusahaan kelas dunia saat ini.

Seiring kemajuan usahanya, Kamprad mulai berekspansi untuk meluaskan jangakuan bisnisnya. Pada 1953, Kamprad membuka showroom di Almhult yang akhirnya menjadi toko IKEA pertama pada 1958. Setelah itu berlanjut di Norwegia (1963), Denmark (1969), Swiss dan Jerman menyusul pada 1973 dan 1974. Amerika Utara (1976), toko IKEA dibuka di Kanada. Baru pada 1985 toko IKEA dibuka di Amerika Serikat. IKEA sendiri telah masuk pada 1991 di Indonesia, dan baru membuka toko pertama mereka di tahun 2014.

Persiapkan Masa Pensiun

Kesuksesan IKEA membawa Ingvar Kamprad menjadi salah satu miliarder paling kaya di dunia. Ingvar Kamprad mengendalikan aset perusahaan furnitur sebesar US$ 73,8 miliar atau Rp 11.010 triliun. Perjalanan kesuksesan Kamprad hingga mampu membawa IKEA dikenal seperti saat ini cukup bisa membuat kita berdecak kagum. Kamprad sendiri telah mendedikasikan hidupnya untuk membangun perusahaan ritel furnitur ini selama lebih dari 70 tahun.

Warisan Kekayaan Ingvar Kamprad

Saat Ingvar Kamprad tutup usia tanggal 27 Januari 2018 (Usia 91 Tahun), pendiri IKEA ini tidak meewariskan kekayaannya kepada keluarga namun difokuskan kepada 2 (dua) hal yaitu inovasi untuk keberlanjutan IKEA di masa depan dan memberikan bantuan dalam bidang sosial dan masyarakat. Kamprad mengatur harta kekayaanya melalui holding company IKEA yaitu the Stichting INGKA Foundation. Lewat perusahaan ini, aset milik miliarder tersebut juga telah diatur jelas pembagianya.

Keberhasilan memang tidak hanya bisa diukur dengan jumlah kekayaan yang dimiliki. Namun, keberhasilan yang hakiki adalah bagaimana kita menyikapi hidup dengan harta berlimpah yang dimiliki. Ia tetap sederhana dan tampil apa adanya hingga akhir hayat. Bukan hanya soal harta, tapi bagaimana kita memaknai kekayaan tersebut dengan lebih bijaksana.

Diambil dan kompilasi dari berbagai sumber : Google