Dalam artikel-artikel sebelumnya penulis pernah mengupas Sekilas Tentang Perubahan Penomoran Faktur Pajak, dimana prinsip perubahan mendasar yang berlaku sejak tanggal 1 April 2013 adalah bahwasanya penomoran Faktur Pajak (FP)  tidak lagi dilakukan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), melainkan dikendalikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui pemberian nomor seri Faktur Pajak yang ditentukan bentuk dan tatacaranya oleh DJP. Penulis juga pernah menulis tentang Sekilas Informasi Perpajakan berlaku di tahun 2014 yaitu bahwasanya Pengusaha Kena Pajak yang telah diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik namun tidak membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik atau membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik namun tidak mengikuti tata cara, Pengusaha Kena Pajak tersebut dianggap tidak membuat Faktur Pajak. Berdasarkan informasi ini maka bahwa dalam rangka memberikan kemudahan kepada Pengusaha Kena Pajak dalam membuat Faktur Pajak dengan menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi secara aman, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai tata cara pembuatan dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak.

Oleh karena itu maka penulis menuangkan kembali tentang Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.011/2013 tentang tata cara pembuatan dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2014 dengan judul “Sekilas Tentang Pembuatan dan Pembetulan/Penggantian FP” semoga informasi ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan khususnya bagi penulis sebagai pelayan sekaligus pengawas masyarakat dalam bidang perpajakan :P.

Dasar Hukum

  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.011/2013 tanggal 11 Nopember 2013 tentang tata cara pembuatan dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak.
  • Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini dan/atau belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Peraturan Menteri ini.

Kewajiban Membuat Faktur Pajak

Dalam ketentuan ini tidak ada perubahan tentang kewajiban Pengusaha Kena Pajak dalam membuat Faktur Pajak, artinya PKP wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap

  1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
  2. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
  3. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
  4. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai; dan/atau
  5. Ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

Saat Pembuatan Faktur Pajak

Kewajiban PKP dalam membuat Faktur Pajak sebagaimana diuraikan diatas harus dibuat pada saat :

  1. Saat penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
  2. Saat penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
  3. Saat ekspor Barang Kena Pajak Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
  4. Saat ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai; dan/atau
  5. Saat ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

Seain poin 1 sampai 5 tersebut di atas Faktur Pajak juga harus dibuat pada:

  • saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
  • saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
  • saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.

Terkait Penyerahan BKP Pada poin 1

a. Atas penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang bergerak, terjadi pada saat:

  1. Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan secara langsung kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli;
  2. Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan secara langsung kepada penerima barang untuk pemberian cuma-cuma, pemakaian sendiri, dan penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan antar cabang;
  3. Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha jasa angkutan; atau
  4. Harga atas penyerahan Barang Kena Pajak diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten.

b. Penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang tidak bergerak, terjadi pada saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai Barang Kena Pajak berwujud tersebut, secara hukum atau secara nyata, kepada pihak pembeli.

c. Penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud, terjadi pada saat:

  1. harga atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten; atau
  2. kontrak atau perjanjian ditandatangani, atau saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, sebagian atau seluruhnya, dalam hal saat sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak diketahui.

d. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan terjadi, adalah pada saat yang terjadi lebih dahulu di antara saat:

  1. ditandatanganinya akta pembubaran oleh Notaris;
  2. berakhirnya jangka waktu berdirinya perusahaan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar;
  3. tanggal penetapan Pengadilan yang menyatakan perusahaan dibubarkan; atau
  4. diketahuinya bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau sudah dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atau berdasarkan data atau dokumen yang ada.

e. pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 1A ayat (2) huruf d Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai atau perubahan bentuk usaha, terjadi pada saat:

  1. disepakati atau ditetapkannya penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha sesuai hasil Rapat Umum Pemegang Saham yang tertuang dalam perjanjian penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha; atau
  2. ditandatanganinya akta mengenai penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha oleh Notaris.

Terkait Penyerahan JKP Pada poin 2

Penyerahan Jasa Kena Pajak terjadi pada saat:

  1. harga atas penyerahan Jasa Kena Pajak diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten;
  2. kontrak atau perjanjian ditandatangani, dalam hal saat sebagaimana dimaksud pada nomor 1 tidak diketahui; atau
  3. mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya, dalam hal pemberian cuma-cuma atau pemakaian sendiri Jasa Kena Pajak.

Terkait saat ekspor Barang Kena Pajak Berwujud pada poin 3

Atas ekspor Barang Kena Pajak Berwujud  terjadi pada saat Barang Kena Pajak dikeluarkan dari Daerah Pabean.

Terkait saat ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud pada poin 4

Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud terjadi pada saat Penggantian atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan.

Terkait ekspor JKP pada poin 5

Ekspor Jasa Kena Pajak terjadi pada saat Penggantian atas jasa yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan.

Bentuk Faktur Pajak

Adapun Faktur Pajak yang dibuat atas penyerahan sebagaimana dijelaskan tersebut di atas dapat berbentuk Elektronik  atau Kertas (Hardcopy).

Faktur Pajak berbentuk elektronik (e-tax invoice)  adalah Faktur Pajak yang dibuat secara elektronik sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai tata cara pembuatan Faktur Pajak yang berbentuk elektronik, untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dijelaskan terkait Penyerahan BKP Pada poin 1 dan  Penyerahan JKP Pada poin 2.

Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah Faktur Pajak yang dibuat tidak secara elektronik berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak untuk setiap penyerahan dan/atau ekspor Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dijelaskan di atas yaitu :

  • saat ekspor Barang Kena Pajak Berwujud pada poin 3
  • saat ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud pada poin 4
  • ekspor JKP pada poin 5

Faktur Pajak Bagi Pedagang Eceran

Dalam ketentuan ini ditegaskan bahwa Pedagang eceran yang membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual, tidak diterbitkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e angka 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.

Pedagang eceran sebagaimana  adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dengan cara sebagai berikut:

  1. melalui suatu tempat penjualan eceran atau langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
  2. dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan
  3. pada umumnya penyerahan Barang Kena Pajak atau transaksi jual beli dilakukan secara tunai dan penjual atau pembeli langsung menyerahkan atau membawa Barang Kena Pajak yang dibelinya.

Termasuk dalam pengertian pedagang eceran adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan cara sebagai berikut:

  1. melalui suatu tempat penyerahan jasa secara langsung kepada konsumen akhir atau langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
  2. dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan
  3. pada umumnya pembayaran atas penyerahan Jasa Kena Pajak dilakukan secara tunai.

Faktur Pajak Gabungan

Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak dan/atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender. Faktur Pajak ini disebut Faktur Pajak gabungan. Faktur Pajak gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.

Bukan Faktur Pajak

Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat, tidak diperlakukan sebagai Faktur Pajak. Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak. Dan atas Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak yang melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.

Terkait dengan pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif yang tidak dilakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, dikecualikan dari penerbitan Faktur Pajak.

Faktur Pajak Elektronik

Faktur Pajak berbentuk elektronik wajib dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak mengikuti tata cara sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak, dan Kriteria Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. (Informasinya bagi Pengusaha Kena Pajak dengan omset di atas Rp. 4,8 Milyar Pertahun). Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik dan telah memenuhi kriteria akan ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

Pengusaha Kena Pajak yang telah diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik  namun tidak membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik atau membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik namun tidak mengikuti tata cara, Pengusaha Kena Pajak tersebut dianggap tidak membuat Faktur Pajak. Faktur Pajak berbentuk elektronik wajib dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak.

Tata cara pelaporan Faktur Pajak berbentuk elektronik kepada Direktorat Jenderal Pajak diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. Faktur Pajak berbentuk elektronik yang tidak dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak atau dilaporkan tidak sesuai dengan tata cara pelaporan bukan merupakan Faktur Pajak.

Pembatalan Atau Penggantian Faktur Pajak

Dalam hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya telah diterbitkan, Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak harus melakukan pembatalan Faktur Pajak.

a. Faktur Pajak Berbentuk  Elektronik

Atas Faktur Pajak berbentuk elektronik yang salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas, dan benar, Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut dapat menerbitkan Faktur Pajak pengganti.

Atas hasil cetak Faktur Pajak berbentuk elektronik yang rusak atau hilang, Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik tersebut dapat melakukan cetak ulang Faktur Pajak.

Atas Faktur Pajak berbentuk elektronik yang rusak atau hilang, Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permintaan data Faktur Pajak berbentuk elektronik kepada Direktorat Jenderal Pajak.

Dalam hal terjadi keadaan tertentu yang menyebabkan Pengusaha Kena Pajak yang diwajibkan membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik namun tidak dapat membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik, Pengusaha Kena Pajak tersebut diperkenankan untuk membuat Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy).

Keadaan tertentu yang menyebabkan Pengusaha Kena Pajak tidak dapat membuat Faktur Pajak berbentuk elektronik  adalah keadaan yang disebabkan oleh peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab lainnya di luar kuasa Pengusaha Kena Pajak, yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

b. Faktur Pajak Berbentuk Kertas (Hardcopy)

Atas Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) yang rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas dan benar, Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut dapat menerbitkan Faktur Pajak pengganti.

Atas Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) yang hilang, baik Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan maupun pihak yang menerima Faktur Pajak tersebut dapat membuat copy dari Faktur Pajak dan dilegalisasi oleh Kantor Pelayanan Pajak.

Bersambung…