Di pasal ini, perdebatan antara Yesus dan orang Yahudi terus memuncak. Karena diantara mereka terdapat benturan konsep, sehingga saat Yesus ingin memberi pengertian, mereka tak mau mendengar, bahkan mengatai Yesus: kerasukan setan. Tapi Yesus tak marah, tak balas dengan mengejak atau menghina, hanya berkata: “Aku tidak dirasuk setan. Aku menghargai BapaKu” “Siapa Kau?” “Aku adalah sang Pemberi hidup. Maka barangsiapa menuruti FirmanKu (bukan hanya mendengar FirmanKu. Karena orang yang mendengar belum tentu mendengarkan. Orang yang mendengarkan juga belum tentu mengerti. Orang yang mengerti belum tentu mau mengimani dan orang yang mengimani belum tentu mau menjalankan) dia tak akan mati sampai selamanya” “gila! Musa, Abraham dan semua nabi sudah mati. Siapa Kau berani berkata seperti itu?” Padahal Yesus sedang memberitahu mereka tentang perbedaan P.L dan P.B.: Taurat menvonis dosa. Dan upah dosa adalah maut. Tapi Aku datang membawa injil, memberimu hidup kekal yang melampaui Taurat. The Old Testament condemn you, but The New Testament will release you. In The Old Testament, you will die, but in The New Testament, you will get the eternal life. Tapi bangsa Yahudi menganggap diri mengerti Taurat dan jadi sombong. Kesombongan agama sering kali membuat orang beragama jadi jauh lebih bobrok dari orang yang tak punya agama. Maka saya tegaskan lagi, jika kau hanya berbangga, karena kau adalah orang Kristen Reformed, kau lebih buruk dari non Kristen bahkan Ateis.
Sejarah membuktikan, orang yang paling berani berbuat dosa, membunuh, membakar tempat ibadah, meledakkan bom bunuh diri…. bukan orang yang tak punya agama. Melainkan orang beragama yang melakukannya demi nama Allah. Ingat akan apa yang pernah alm. Gusdur katakan: “aku tak peduli jihad atau jahit, karena sesungguhnya, ada banyak orang yang salah mengerti, yang mempermainkan iman, agama dan melakukan dosa besar”? Bahkan saat salah sebuah sekolah teologi dibakar, ada yang kepalanya dibacok, dia menghimbau orang Islam buka pintu untuk orang Kristen yang teraniaya — sangat mengharukan.
Karena kebesaran jiwanya itulah, dia dihormati oleh orang beragama Budha, Kristen, Katholik, Hindu, dan puluhan juta orang NU. Sehingga saat dia meninggal dunia, puluhan ribu orang melayat. A great man is not manipulating the religion to do the evil things. Mengapa orang Yahudi ingin membunuh Yesus? Karena mereka arogan, maka waktu mereka mendengar Yesus berkata: “barangsiapa menuruti firmanKu, dia tak akan mati” mereka marah: kurang ajar! Siapa Kau? Tahukah Kau, Abraham, Musa, Yesaya, Hosea, Zefanya, Maleakhi….; semua nabi sudah mati. Apa Kau tak akan mati, bahkan bisa memberi hidup kekal pada orang yang menaati firmanMu? GR betul Kau!” Jawab Yesus: “jika kamu adalah keturunan Abraham, kamu pasti datang padaKu. Karena Abraham begitu merindukanKu, ingin melihat hariKu. Dia telah melihatnya dan bersukacita” “ini lebih gila lagi! Mana mungkin Abraham pernah melihatMu?”. Mereka tak dapat mengerti kata-kata Yesus Kristus, karena bagi mereka, semua statemen Yesus tak masuk akal; bagai kata-kata orang yang tak waras, lalu menuding Dia kerasukan setan — penghinaan besar. Kalau mereka tak dapat menerima pemikiranNya, mengapa harus menuding Dia kerasukan setan? Karena manusia memang sering membiasakan mulutnya berbicara sesuka hatinya.
Jadi sebenarnya, bukan karena Yesus mengatakan sesuatu yang salah, melainkan karena otak mereka begitu bebal, menganggap kata-kataNya tak masuk akal. Tak masuk akalnya siapa? Akalku. Dan tak pernah sadar, kalau akalnya keras bagai batu, mana mungkin menerima konsep yang berbeda? Maka jangan selalu beranggapan, semua pendapat yang berbeda dengan pendapatmu pasti salah. Belum tentu! Banyak orang menyatakan pendapat benar, tapi ditolak oleh orang-orang sezamannya. Copernicus menemukan kebenaran Heliocentric bukan Geocentric; bukan matahari yang mengelilingi bumi, bumilah yang mengelilingi matahari. Orang mengecam dia: ilmuwan gila, penentang gereja dan kebenaran Alkitab, lalu menghukum mati dia! Mengapa gereja beserta pimpinannya melakukan inkuisisi, bahkan menganiaya orang yang berbeda pendapat dengan begitu kejam? Membuat seorang Ateis menuliskan di bukunya: mari kita tinggalkan gereja. Karena agama Kristen adalah perintang bagi kemajuan manusia, mereka menganiaya ilmuwan yang benar, melawan kebenaran sejati.
Dua tahun silam, Katholik minta maaf pada seluruh dunia akan kesalahan yang mereka perbuat terhadap Galileo, Copernicus, Kepler. Masalahnya, mengapa harus menunggu tiga setengah abad baru sadar dan minta maaf? Karena rasa konfiden yang kaku: aku tak akan dan tak mungkin salah, membuat dia mungkin berbuat salah terhadap orang yang sebenarnya tidak salah. Tentu tidak semua hal seperti itu. Tapi khusus di dalam interpretasi kebenaran, tak boleh dibelenggu oleh kekolotan agama. “Kau kerasukan setan. Karena kataMu, Kau dapat membuat seorang tak akan mati untuk selamanya. Siapa yang dapat menerima statemenMu ini? Sebab Abraham, Musa, Yesaya mati…. semua nabi sudah mati. Siapa Kau, berani-beraninya Kau menganggap diri lebih dari mereka? Apalagi kataMu, leluhur kami: Abraham ingin bertemu denganMu. Dan setelah bertemuKu, dia penuh dengan sukacita. Ini lebih gila lagi!” “jika kamu adalah keturunan Abraham, pasti kamu datang kepadaKu. Tapi kamu tidak . Itu membuktikan, kamu bukan keturunan Abraham” “Apa kataMu, Abraham bukan bapa kami?” Yesus terpaksa mengatakan: “bapamu bukan Abraham tapi setan”. Jadi, mereka mengatai Yesus kerasukan setan, Yesus mengatai mereka anak setan. Apa karena Yesus dikatai lalu balas mengatai mereka? Bukan! Dia memaparkan fakta: setan adalah pembohong dan mereka, juga mengatakan hal yang tidak benar. Tapi mereka tak menyadarinya, malah mengira Yesus menghina mereka. Maka mereka menggunakan logika yang terakhir untuk membantah Yesus habis-habisan: “Kau pernah bertemu Abraham? Berapa usiaMu, belum lima puluh tahun, bukan?”. Padahal, usia Yesus baru tiga puluh sekian tahun, mengapa mereka mengira Dia sudah berusia lima puluh tahun? Karena Dia bekerja berat. Maka kalau seorang berkata padamu: “wah, umurmu baru dua puluh lima tahun ya” “tidak, usiaku empat puluh tahun” itu artinya, kau telah bermalas-malasan lima belas tahun. Karena cara Allah dan cara manusia menghitung memang berbeda: 1. setiap tahun baru, manusia bersyukur pada Tuhan, karena Dia menambahkan satu tahun untuknya. Tapi di mata Tuhan justru terbalik: waktu kerjamu berkurang satu tahun lagi. Karena setiap kali kau mengganti kalender baru, hidupmu lebih dekat kuburan satu tahun. 2. Manusia memandang setiap pagi sebagai hari yang baru baginya. Tapi Tuhan menghitung hari dari saat matahari terbenam, maka tertulis di Alkitab: datang malam dan pagi. Itu adalah satu hari yang baru. Mengajar kita, setelah mengalami ujian, penderitaan, menderita bagi Tuhan, barulah kita berhak menikmati terbitnya matahari. 3. manusia menjadikan hari Senin sebagai awal dari satu minggu. Tuhan justru mengawali satu minggu dari hari Minggu, dengan ke gereja, berjumpa dengan Tuhan untuk memulai satu minggu yang baru. Karena di mata Tuhan, umur kita bukan bertambah melainkan berkurang, maka kita harus melayani Tuhan dengan baik sampai akhir hidup kita.
Kata mereka pada Yesus: “umurMu belum sampai lima puluh tahun. Padahal, Yesus baru berumur tiga puluh sekain tahun , tapi tampangNya seperti sudah berumur lima puluh tahun. Itu artinya, Dia giat bekerja, dalam tiga setengah tahun itu, Dia melakukan pekerjaan yang orang lain lakukan dalam waktu + dua puluh tahun. Maka Dia kelihatan lebih tua dari usiaNya. UsiaMu belum sampai usia lima puluh tahun, mengapa kataMu, Kau pernah bertemu Abraham? Kalau kau memanggil seorang perempuan yang berumur tiga puluh tahun dengan sebutan “encim, umurmu lima puluh tahun ya?” tentu kau akan ditamparnya sambil katanya: apa sangkamu aku sudah setua itu? Tapi kalau kau mengatakan pada seorang yang sudah berumur lima puluh tahun: kau mirip anak yang berumur delapan belas tahun, tentu hatinya berbunga-bunga. Yesus baru berumur tiga puluh sekian tahun sudah dikatai lima puluh tahun adalah satu penghinaan, bukan? Tapi Dia tak marah. Karena sukacitaNya tak terganggu oleh penilaian, vonis orang terhadap diriNya. Omongan, penilaian orang tak dapat mengubah fakta, maka kita tak perlu takut dikeritik, dimarahi, dikutuk orang. Ingat kata orang Korea: “before a man curse you, the curse is on his lip; kutukan itu terlebih dulu melekat di bibirnya, baru terlontar dari mulutnya. Jadi, kalau kau memang patut dikutuk, ya terimalah. Tapi kalau kau memang tak patut dikutuk, kutukan akan kembali dua kali lipat padanya. Sdr. Suhendro dari GKY pernah bersaksi, waktu saya berkhotbah, datang seorang tukang sihir yang membenci kekristenan, duduk di baris paling belakang, mengeluarkan ilmu sihirnya, ingin menjatuhkan saya. Biasanya, sihirnya sangat manjur. Tapi hari itu, diapun merasa heran, waktu sihirnya sudah hampir mengena wajah saya, mendadak pecah. Maka dia mencoba lagi dengan kuasa yang lebih besar. Kali ini, bukan saja tak mengena, malah bagai ada tangan besar yang menangkis, membuat kuasanya berbalik menghantam dirinya, dia jatuh. Diapun mengaku, orang Kristen memang berbeda, apalagi yang melayani Tuhan, seperti Stephen Tong, bukan saja tak bisa dijatuhkan oleh ilmu sihir, malah berbalik. Bukan karena saya berkuasa, melainkan kuasa Tuhan menyertai kita, amin? Maka Yesus mengatakan statemen, you little group, do not be afraid pada orang Kristen zaman itu yang minoritas, yang dianiaya oleh: 1. orang Yahudi, yang berbeda pendapat agama dengan mereka. 2. Orang Romawi, yang tak mau memberi kekecualian pada orang Kristen seperti yang mereka berikan pada orang Yahudi. Dimana orang Yahudi diizinkan untuk tetap memanggil Allah sebagai Tuhan; tak memanggil Kaisar sebagai Tuhan. Jadi, bukan pemerintah Bei Jing yang mengawali policy satu negara dua system terhadap Hong Kong, mengizinkan Hong Kong menjual buku yang mencaci-maki Komunis, membentuk Partai Demokrasi yang tak sepaham dengan pusat. Melainkan kerajaan Romawi. Karena mereka menemui, di wilayah jajahan mereka, hanya orang Yahudi yang bersikeras, meski dibunuh, darahnya disiramkan ke mezbah, mereka tetap tak mau memanggil Kaisar sebagai Tuhan. Tentu mereka juga tak mungkin membunuh seluruh bangsa itu. Karena takut dituding oleh seluruh dunia melakukan genocide. Maka mereka membebaskan orang Yahudi dari peraturan memanggil kaisar sebagai Tuhan. Tapi tiga, empat puluh tahun kemudian, diantara orang Yahudi muncul satu kelompok orang yang memanggil Yesus, yang di mata mereka adalah manusia yang berdarah-daging itu sebagai Tuhan. Tak sama dengan Yahwe; Allah yang di sorga, yang orang Yahudi percaya sebagai Tuhan; Lord, Adonai, Yehovah adalah Tuhan yang tak nampak. Maka orang Romawi menganggap apa yang orang Kristen lakukan itu sebagai sejenis pemberontakan. Itu sebab Pilatus bertanya pada Yesus: “apakah Kau raja orang Yahudi?” “ya” —pemberontak. Dan tambahNya:“tapi KerajaanKu bukan di dunia”. Maka Pilatus stop, tidak menanyakan lebih lanjut: apakah Kau Anak Allah? — soal agama. Karena dia tak mau tahu soal agama, hanya mau tahu, apakah Dia Raja orang Yahudi? Sebab bila orang Yahudi punya raja, itu menandakan mereka memberontak pada Kaisar dan harus ditumpas. Maka jawaban Yesus begitu teliti: I am the King of Judah, but I am not establishing My Kingdom on this earth. Itu sebab, policy satu negara dua sistem tak mereka berlakukan pada diri orang Israel yang memanggil Yesus sebagai Tuhan. Mengapa? Karena orang Romawi tak bisa menerima orang menyebut Yesus yang bagi mereka adalah manusia itu sebagai Tuhan. Maka penganiayaan berlaku atas diri orang Yahudi Nasrani; orang Yahudi yang percaya Yesus. Kata orang Yahudi pada Yesus Kristus: “umurMu belum lima puluh tahun, mana mungkin Kau pernah bertemu dengan Abraham?” Sama halnya kalau saya mengatakan padamu: dulu, saya pernah bertemu dan ngopi dengan Kongfuzu di Starbucks. Tentu kau akan berpikir: Kongfuzu adalah orang yang hidup dua ribu lima ratus tahun silam, mana mungkin pak Tong pernah ngopi bersamanya? Apalagi Yesus Kristus menambahkan satu kalimat, yang hanya muncul satu kali di Kitab Suci dan hanya diucapkan oleh Dia, Firman yang menjadi daging: “verily, verily I tell you, before Abraham was (past tense) I am (eternal present tense, yang tak akan berubah sampai selamanya)”. Istilah “I am” di bahasa Ibrani juga mengacu pada “Aku adalah Aku, yang ada pada diriKu dari kekal sampai kekal”. Saat kita menyelaraskan statemen ini dengan statemen sebelumnya: barangsiapa mentaati perintahKu, dia tak mati sampai selamanya. Barulah kita mengerti, ternyata Yesus sedang memproklamirkan diri: I am the eternal One, Who grant you the eternal life. Because I am the eternal existence, so I give you the existence, which make you be with Me for ever. Satu kebenaran yang begitu dalam dan begitu sulit, tapi klop satu dengan yang lain. Tapi sayang, mereka tak mau mengerti, bukan tak bisa mengerti. Karena barangsiapa rindu untuk mengerti, Tuhan akan memampukan dia mendapatkan pengertian yang lebih dari apa yang dia dapat mengerti. Tapi jika seorang tak mau tahu, Tuhan akan membiarkanmu tak tahu sampai mati, bahkan sampai selamanya. Ay. 58 ini juga klop dengan satu ayat di P.L.: yong zai de shang di; Allah yang dari dulu sampai selama-lamanya ada. Dan satu ayat di P.B.: Ibr.13:8. P.L. menyatakan Allah itu kekal, P.B. menyatakan Kristus itu kekal. Kekal berarti itu tak perlu dan tak pernah perlu berubah; Dia terus sama. Saya sangat senang akan satu ungkapan bahasa Indonesia: “mari kita mengabadikan diri” — diambil foto dan dikenang secara abadi, tak akan membuatmu jadi tua atau keriput; terus sama. Tapi orang yang sesungguhnya, tetap akan jadi tua. Mengapa? Karena kita adalah manusia yang hidup di dalam proses. Sementara Yesus Kristus, Allah, tak berubah dari kekal sampai kekal. Maka waktu Musa bertanya: “Tuhan, orang Israel pasti akan bertanya padaku, siapa yang mengutus kau menemui Firaun dan mengatakan: keluarkan bangsa Israel dari tanah Mesir? Maka tell me your name, please” Adakah Allah menjawab: “tak perlu tanya”? Tidak! jawabNya: “tell them, I am who I am” Aku adalah Dia, yang ada pada diriKu sendiri dari kekal sampai kekal. Yesus mengakhiri pasal ini dengan statemen yang hanya Dia katakan satu kali; never again, never repeated, never told by other person in the history: “dengan sesungguhnya Aku berkata padamu, sebelum ada Abraham, Aku sudah ada”. Mendengar itu, seharusnya orang Yahudi berlutut padaNya, mengaku Dia adalah Allah. Tapi nyatanya, mereka mengambil batu ingin melempari Dia. Karena mereka tak dapat menerima pengakuan Yesus: Aku adalah Allah yang dari kekal sampai kekal. Bahkan menurut mereka, Dia sudah melangkah begitu jauh, begitu kurang ajar, menyetarakan diri dengan Allah yang kekal.
Baru-baru ini terjadi insiden, ratusan orang mati terinjak -injak . Karena memang tubuh manusia tak kuat untuk menahan tindihan benda yang berat dan keras, itu membuat semua organ di tubuhnya jadi gepeng, jantung akan pecah dan mati. Apalagi orang yang dilempari batu, salah satu hukuman orang Yahudi yang paling kejam dan menakutkan. Kalaupun tak mati, dia akan lumpuh seumur hidup. Maka biasanya, mereka akan merajam orang dengan batu sampai mati. Hanya satu kali, setelah Paulus dilempari batu, sangka mereka dia sudah mati, lalu menyeretnya ke luar kota. Tapi ternyata dia bangun dan berjalan masuk ke kota untuk mengabarkan injil lagi — mujizat besar, bukan? Saat mereka mau melempari Yesus dengan batu, kata Alkitab, Yesus berlalu dari mereka. Apa maksudnya? Kalau belum sampai waktunya untuk mati, jangan mati konyol. Saya bersyukur pada Tuhan, karena meski saya berkhotbah dengan sangat berani, masih Dia pelihara sampai hari ini. Kali ini ada orang datang dari Palopo mengisahkan kisah di th.1966, selesai KKR di Ujung Pandang yang begitu ramai dikunjungi, saya mengemukakan niat untuk mengadakan KKR di Palopo” “jangan, Palopo jauh sekali, 400 kilometer dari sini, harus ditempuh dua hari satu malam. Mengapa tak menambah beberapa malam KKR di Ujung Pandang saja, agar lebih banyak orang mendengar khotbahmu?” “orang di Palopo juga perlu firman Tuhan”. Ketua Majelis gereja di Ujung Pandang, seorang Kolonel, berkata: “saya tak mengizinkan kau ke sana. Karena di perjalanan ke Palopo terdapat tentara pembelot yang sering keluar membunuh orang. Khususnya membunuh hamba Tuhan, orang Kristen”. Maka saya menulis surat untuk mama saya: “saya ke Palopo atas kamauan sendiri. Maka kalau sampai saya mati, jangan salahkan majelis di Ujung Pandang. Maka akhirnya mereka membiarkan dia pergi, dengan mengutus seorang polisi dan seorang CPM mengawal saya dengan senapan, dan seorang pendeta yang mengendarai mobil Jeep menghantar saya. Mobil harus berjalan di bebatuan besar, bukan jalan aspal, maka jalannya lambat sekali. Kalau tiba-tiba ada penjahat muncul, kami tak mungkin lari. Maka saya berdoa, menyerahkan hidup pada Tuhan, lalu menikmati pemandangan yang luar biasa indah. Di sepanjang jalan, kami tak bertemu dengan mobil. Jam 20.00, kami tiba di Makale, menginap di sana. Pagi harinya, kami meneruskan perjalanan ke Palopo + lima jam. Waktu tiba di kota yang dihuni ratusan ribu orang, barulah kami merasa lega. Saya memimpin KKR tujuh malam, membahas tentang Yesus Kristus adalah satu-satunya Juru selamat di lapangan terbuka. Saya pernah bertemu dengan seorang tua yang bertanya: “kau adalah hamba Tuhan?” “Ya” “sudah 50 tahun saya tinggal di tempat ini, tak pernah melihat hamba Tuhan Chinese. Maka Saya bersyukur pada Tuhan, karena sebelum saya mati, dapat menyaksikan seorang muda mengabarkan injil”. Saya sangat terharu. Saya bersyukur pada Tuhan, karena sekarang, hamba-hamba Tuhan kita yang masih muda juga mengambil semangat memimpin KKR Regional di lapangan terbuka . Dan Tuhan memakai GRII, di tahun ini saja, sudah menginjili enam ratus lima puluh dua ribu orang di KKR Regional. Tujuh malam itu, saya menyampaikan Seri Khotbah Kristologi. Di hari keenam, seseorang bertanya: “pak Tong, sesudah KKR anda akan kembali ke Ujung Pandang?” “ya” “ada orang yang sudah siap membunuhmu. Maka jangan katakan jam berapa bapak akan tinggalkan tempat ini. Selesai KKR, ada yang berbisik di telinga saya, menganjurkan saya berangkat jam 04.00 pagi. Maka kami berangkat jam 04.30, hanya dikawal oleh seorang tentara, karena yang seorang bertugas di Palopo. Sampai + jam 07.00 , kami berada di tengah pegunungan, diantara Palopo dan Makale, daerah keluar-masuknya para tentara pembelot, pen yang ada di tengah shock-baker patah, roda mobil bergeser ke belakang, mengenai slebor dan tak bisa jalan lagi. Maka saya berdoa menyerahkan hidup ke dalam tangan Tuhan. Karena daerah itu rawan, maka saat mobil diperbaiki, harus tetap ada yang berjaga. Saya ikut masuk ke kolong mobil untuk menarik ban. Tapi mobil baru dua kilometer dan problem tadi timbul lagi. Padahal perjalanan yang harus kami tempuh masih tiga ratus delapan puluh kilometer. Lalu saya berpikir, bagaimana caranya agar mobil dapat tetap berjalan. Tiba -tiba saya melihat, ada orang yang menjemur pakaian di atas kawat. Sayapun ingin membeli kawat itu guna mengikat roda mobil, agar tak mundur ke belakang. Awalnya dia tak mau menjual, akhirnya dia buka harga seratus kali lipat harga kawat saat itu. Kami bayar saja dan memakainya untuk mengikat roda mobil, meneruskan perjalanan kami. Jam 23.00, tiba di Pare-Pare, istirahat. Saat bersyukur pada Tuhan, karena mobil tak mengalami gangguan lagi. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali kami meneruskan perjalanan ke Ujung Pandang.
Sekarang, sewaktu pergi ke pegunungan di Brastagi, Bandar Baru, di pedalaman Tapanuli, saya bertemu orang-orang lanjut usia yang bertanya: “kau dari mana?” “STEMI” “apa itu STEMI?” “Stephen Tong…” “oh, waktu berusia 20-an tahun, saya pernah mendengar khotbahnya. Apa sekarang dia masih hidup?” “masih” “berapa umurnya sekarang?” “70 tahun” “masih bisa berjalan?” “Masih berkhotbah di mana-mana tempat: New York…” “betul?” “Ya”. Saya bersyukur pada Tuhan, karena sudah berumur 70 tahun, tapi masih diberi anugerahNya mengalami banyak pengalaman melayani Dia. Yesus Kristus hari itu juga tidak mati. Karena waktuNya belum tiba. Kita bersyukur pada Tuhan, karena pagi ini kita bisa menyelesaikan pembahasan Yoh.8. Minggu depan, kita lanjutkan dengan pembahasan Yoh.9.
(ringkasan ini belum diperiksa oleh pengkhotbah – EL)
Oleh : Pdt. Dr. Stephen Tong
Sumber : https://www.grii-andhika.org/ringkasan_kotbah/jakarta/MRI1107.pdf