Komunikasi Salib

Setelah kita menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat dan dibasuh dengan darah-Nya untuk menjadi orang yang berstatus kudus, maka sejak saat itu kita menjadi milik Kristus. Jika kita hidup dalam terang, hidup di dalam kejujuran, hidup di dalam ketulusan dan motivasi yang murni, tidak mungkin kita tidak diampuni pada saat kita terjatuh ke dalam dosa. Terkadang kita memiliki pikiran yang jahat dan motivasi yang mulai menyeleweng. Pada saat itu kita harus bertekad untuk tidak hidup di dalam kegelapan. Kita harus sesegera mungkin berdoa memohon Tuhan membersihkan dan mengampuni dosa kita. Jika kita bersalah terhadap istri atau suami, anak atau ayah, pegawai, atau siapapun, dan terus menerus kita tutup-tutupi dan sembunyikan, maka kita telah menipu diri sendiri, dan mulai membengkokkan diri dan memakai cara-cara untuk mengampuni diri. Tindakan dosa seperti ini tidak akan diampuni. Jikalau kita hidup di dalam terang sebagaimana Tuhan berada di dalam terang, maka kita bersekutu dengan Tuhan di dalam terang dan darah Yesus menyucikan kita dari segala dosa kita. Ini adalah suatu hubungan atau komunikasi yang bersifat salib (the communication of the cross).

Apa yang dimaksud dengan “Komunikasi yang bersifat salib”? Jika kita berada di dalam terang, maka “kami” dan “kami” bersekutu. Artinya, sesama anak-anak Tuhan, sesama manusia ini akan bisa bersekutu di dalam terang. Ini merupakan komunikasi horizontal. Jika kita berada di dalam terang, maka Allah, yang adalah terang, akan bersekutu dengan umat-Nya yang juga berada di dalam terang. Ini merupakan komunikasi vertikal. Gabungan kedua komunikasi horizontal dan vertikal ini membentuk format salib. Inilah komunikasi yang bersifat salib. Mengapa antara orang Kristen dan orang Kristen lain tidak bisa berdamai? Itu karena adanya dendam yang tidak disisihkan. Masih ada kegelapan yang terpelihara dan tidak dibersihkan. Dosa kita tidak akan diampuni jika kita masih menyembunyikan  dalam kegelapan. Jika kita hidup di dalam terang, kita bersekutu satu terhadap yang lain. Di manakah terjadi batas dari gabungan cahaya lampu yang datang dari sebelah kiri saya dan cahaya lampu dari sebelah kanan saya? Jawabnya: Di mana-mana. Tidak ada titik khusus yang menggabungkan keduanya, dan tidak ada titik yang tidak menggabungkan pertemuan keduanya. Inilah persekutuan. Tanpa batas dan tanpa garis tepi. Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari segala dosa. Ini terjadi terus menerus dan secara otomatis membersihkan kita. Maka pengudusan kita harus meliputi; pengudusan pikiran, pengudusan emosi, dan pengudusan kemauan kita.

Tiga unsur di atas  merupakan tiga unsur dasar pembentukan pribadi manusia. Ketiga unsur ini merupakan unsur pembentukan pribadi yang paling hakiki. Kita bisa berfikir, kita bisa mengasihi, dan kita bisa mengambil keputusan. Itulah tiga unsur yang paling dasar di dalam pribadi kita. Jikalau pikiran kita dipenuhi oleh Firman, emosi kita diselaraskan dengan emosi Tuhan (mencintai yang dicintai Tuhan, membenci yang dibenci Tuhan), dan kemauan kita pimpin oleh kehendak dan rencana Tuhan, maka kita berjalan di dalam pimpinan Roh Kudus. Inilah yang dituntut oleh Theologi Reformed. Kita harus berfikir menurut pikiran Allah, merasa menurut perasaan Allah, mengasihi apa yang Allah kasihi dan membenci apa yang Allah benci, dan bertindak menurut tindakan dan pimpinan Roh Kudus. Dengan demikian kita bisa hidup sesuai dengan rencana Tuhan. Inilah kehidupan Kristen yang diajarkan oleh Theologi Reformed.

Memang tidak mudah bagi seseorang untuk bisa mencapai hal ini. Tidak seorangpun yang dapat dengan mudah melaksanakan kehidupan seperti ini. Namun hal ini harus kita perjuangkan, apalagi bagi seorang pemimpin, karena sebagai pemimpin dia akan dituntut lebih berat, dia harus lebih berusaha mengoreksi diri, berusaha menjalankan apa yang diajarkan atau dikhotbahkan, supaya kuasa itu tetap berada dan mengalir dari mimbar kepada setiap orang yang menerimanya.

Saya selalu bertanya di dalam hati saya, “Adakah orang yang saya benci?” Pikiran-pikiran seperti ini menuntut koreksi diri. Saya tidak boleh membenci seorang pun. Jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari segala dosa. Secara otomatis darah itu membersihkan kita. Pembicaraan kita ini difokuskan pada pengudusan emosi kita, yang nanti akan dilanjutkan dengan dukacita Kristen, sukacita Kristen, dan tema-tema yang lain. Semuanya berada di bawah tema utama “Pengudusan Emosi.”

Manusia mempunyai emosi. Kita bisa mengasihi, kita bisa membenci, kita bisa iri hati, kita bisa dengki dan dendam. Kita bisa marah, kita bisa sabar. Ini adalah aspek emosi dan berbagai ekspresi yang ditimbulkannya. Tetapi bagaimana kita bisa menjaga emosi kita, supaya kita bisa tetap kudus? Sehingga ketika kita mencintai, kita mencintai dengan cinta yang kudus. Kalau kita sedih, kita  bisa sedih yang kudus. Kalau kita senang, kita senang yang kudus. Jika kita benci, kita bisa benci yang kudus. Jika kita marah, kita bisa marah yang kudus. Memang sangat tidak mudah. Tetapi Tuhan kita telah menjadikan diri-Nya sebagai teladan bagi kita.

Tuhan kita adalah Tuhan yang memiliki emosi. Tuhan kita adalah Tuhan yang penuh dengan kasih. Apakah artinya “penuh dengan kasih?” Jikalau kamu mencintai seseorang, kamu akan selalu mengingat dia, selalu ingin dekat dengan dia, selalu ingin berbicara dengan dia. Itulah cinta. Cinta yang kudus adalah cinta dari Tuhan. Cinta yang najis adalah cinta dari setan. Sama-sama cinta, tapi berbeda. Apa bedanya cinta dari seorang yang betul-betul mencintai kekasihnya dengan cinta seorang pelacur? Cinta pelacur adalah cinta yang najis, karena dia tidak murni di dalam cinta kasih yang kudus. Yang diinginkannya adalah imbalan, uang, dan berbagai hal lainnya, dan yang dipermainkan adalah seks dan cinta berahi. Dia bukan dikuasai oleh cinta yang kudus. Cinta yang kudus membangun pribadi, cinta yang najis merusak kerohanian. Cinta yang kudus membangkitkan gairah hidup, sementara cinta yang najis menghancurkan hari depan. Jika para pemuda pemudi tidak bisa membedakan hal ini, berbahayalah mereka. Jika keluarga-keluarga tidak bisa membedakan hal ini, berbahayalah mereka. Cinta yang kudus adalah cinta yang membangun, mempersatukan, mengutuhkan, menyempurnakan, membangkitkan iman, membangkitkan gairah, dan membangkitkan kekuatan pribadi yang masih terpendam. Dengan cinta yang kudus, kata-kata seseorang bisa membangun orang, mendorong orang untuk maju, menjadikan orang yang malas menjadi rajin, dan membangkitkan orang yang kecewa menjadi penuh pengharapan. Itulah sebabnya kita sangat memerlukan cinta yang kudus. Kita sangat perlu emosi yang dikuduskan. Dan di antara emosi yang dikuduskan, salah satunya adalah “Dukacita yang Kudus.” Inilah tema pertama yang akan dibahas dalam rangkaian tema besar “Pengudusan Emosi” ini.

Dukacita Yang Kudus

Dukacita yang kudus berarti kesedihan yang sesuai dengan kesedihan Tuhan. Jika seorang bertanya, Apakah di sorga masih ada kesedihan?” Jawabnya :”Ada.” Bahkan kesedihan itu ada selama-lamanya. Kesedihan sorgawi itu adalah kesedihan dari Tuhan Allah. Allah di sorga bersedih melihat manusia yang berdosa di dunia ini. Ketika kita sudah diselamatkan dan berada di sorga, apakah kita masih sedih? Ya, kita masih memiliki semacam kesedihan, yaitu sedih memikirkan mengapa ketika kita berada di dunia dulu, kita tidak sepenuhnya taat kepada Tuhan. Kesedihan yang Kudus atau kesedihan Tuhan ini merupakan kesedihan yang harus ada.

Alkitab mencatat ada empat macam kesedihan yang kudus yang harus ada pada orang Kristen.

1. Dukacita karena Membenci Dosa

Kesedihan yang pertama-tama ada ketika manusia berdosa bertobat adalah kesedihan karena membenci dosa. Kesedihan ini muncul ketika Roh Kudus menanamkan perasaan yang baru di dalam hati seseorang. Memang konsep ordo salutis di dalam  pemikiran Theologi Reformed berbeda dari pemikiran Injil pada umumnya. Orang injili biasa berkata :”Bertobatlah kamu, maka kamu akan dilahirkan kembali.” Tetapi orang Reformed akan mengatakan: “Jika tidak ada kelahiran kembali yang terlebih dahulu diberi oleh Roh Kudus, bagaimana seseorang bisa sedih akan dosa dan bertobat?” Dengan demikian, kita mengerti bahwa Roh Kudus telah bekerja terus menerus di dalam hati manusia, sampai suatu saat Firman Tuhan mengakibatkan kesadaran di dalam hati manusia sehingga ia dapat menjadi sedih dan menangis karena dia telah berdosa. Itu terjadi karena kita sudah mendapatkan hidup yang baru, yang bisa sedih karena dosa. Itu berarti, dilahirkan kembali terlebih dahulu, baru bertobat.

Dalam pemahaman orang yang belum mengenal Firman Tuhan, pertobatan dimengerti : saya salah, saya menyesali dosa dan bertobat. Inilah yang dipikirkan  manusia pada umumnya sebagai suatu pertobatan. Dia merasa berdosa, lalu dia datang kepada Tuhan dan menyesali dosanya. Maka dia dikatakan bertobat. Ini adalah pikiran manusia umum yang sudah dicemari oleh dosa. Tetapi Firman Tuhan menunjukkan bahwa banyak orang yang menjadi sedih, susah, karena takut akan hukuman. Orang yang tidak takut hukum pasti akan mencari pengacara untuk membela dosanya dengan menggunakan uangnya. Jika orang kaya memakai uang untuk membela dosanya, maka dosanya berlipat ganda dihadapan Tuhan. Jangan kira ketika kamu sudah menang di pengadilan, maka kamu sudah luput dari pengadilan Tuhan. Tuhan tidak menerima suap, dan tidak menghargai uangmu. Tuhan adalah Tuhan yang adil, yang menebusi hati sanubari manusia hingga tuntas, dan tidak ada seorangpun yang bisa menutup diri sedemikian rupa sampai bisa bersembunyi dari hadirat Tuhan.

Itu sebabnya, pengertian orang biasa tentang pertobatan berbeda dari pengertian orang Reformed. Orang biasa mengerti pertobatan sebagai suatu penyesalan. Penyesalan karena semua upaya untuk membela diri sudah gagal, pengacaranya sudah kalah dan sudah ketahuan kesalahannya. Jadi dia sedih karena dihukum. Tetapi ini bukanlah pertobatan. Ini hanya takut akan hukuman, takut kesusahan dan penderitaan akibat murka dari keadilan yang harus dijatuhkan kepada dia yang berdosa.

Pertobatan sejati adalah pekerjaan Roh Kudus di dalam hati manusia yang membuat kita sadar bahwa kita sudah melukai hati Tuhan. Pertobatan adalah karena Tuhan membuat kita sadar bahwa kita telah menyakiti dan menyedihkan hati Tuhan. Pertobatan sejati adalah akibat pekerjaan Roh Kudus, bukan suatu penyesalan karena harus menerima hukuman.

Jika kesalahan yang mendatangkan hukuman itu mendatangkan ketakutan, itu bukanlah pertobatan. Itu merupakan normalisasi fungsi hati nurani. Pada saat kedua anak Harun dihanguskan oleh api Tuhan, hari itu adalah hari di mana kedua anak itu baru saja dilantik sebagai iman untuk melayani bait Allah. Pada hari itu, mereka begitu ceroboh, menggunakan api biasa untuk mempersembahkan korban. Peristiwa itu telah membuat Tuhan Allah marah dan menghanguskan kedua anak laki-laki itu. Bayangkan jika kedua anak lelaki kita pada suatu hari ditahbiskan menjadi pendeta, dan pada hari pelantikan itu, Tuhan menurunkan api dari sorga untuk menghanguskan kedua anak tersebut, tentu kita bisa membayangkan perasaan hati kita saat itu. Itulah yang dirasakan oleh Harun. Itu suatu musibah dan aib besar, suatu perasaan malu yang luar biasa. Tetapi melalui Musa Tuhan berkata kepada Harun:”Janganlah bersedih akan kematian mereka, tetapi bersedihlah karena dosa mereka (Im 10 :6 dst). inilah pertama kalinya Alkitab dengan tajam membedakan antara kesedihan yang kudus dan kesedihan yang tidak kudus.

 

Nama Buku        :  Pengudusan Emosi
Sub Judul           :  Sukacita Yang Kudus
Penulis                :  Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit              :  Momentum, 2011
Halaman           :  10 – 15

Artikel Terkait :