Dalam Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2015 beserta nota keuangannya pada Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, Jumat (15/8). Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikian bahwa dalam RAPBN 2015, total penerimaan negara ditargetkan Rp. 1.762,3 triliun atau meningkat Rp. 126,6 triliun dibandingkan dengan target APBN perubahan 2014. Sementara total anggaran belanja mencapai Rp. 2.020 triliun atau meningkat Rp. 143 triliun dibandingkan dengan pagu APBN Perubahan 2014 (defisit sebesar Rp. 257,6 triliun (2,32%).

Belanja anggaran yang menembus di atas Rp. 2.000 triliun adalah pertama kali dalam sejarah Indonesia. Idealnya, anggaran sebesar itu mempunyai daya stimulus tinggi untuk perekonomian nasional. Namun faktanya sebaliknya, karena meningkatnya volume anggaran tidak untuk program produktif, tetapi lebih sebagai konsekuensi melambungnya belanja mengikat, antara lain subsidi BBM yang bertambah 44,6 triliun, pembayaran bunga utang yang bertambah 18,5 triliun, dan transfer daerah yang bertambah Rp. 43,5 triliun.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance menyatakan, RAPBN 2015 yang disusun dengan perhitungan konservatif sekalipun  sudah menembus Rp. 2.000 triliun. Namun daya stimulusnya minim. Dibandingkan Malaysia dan Thailand Produk domestik bruto Indonesia jauh lebih besar, namun peran belanja pemerintah terhadap perekonomian nasional di kedua negara tersebut lebih besar. Anggaran untuk fungsi ekonomi di Malaysia dan Thailand sudah di atas 20 persen dari total anggaran belanja, sementara di Indonesia sebesar 8 – 9 persen. Anggaran untuk fungsi ekonomi ini tercermin pada belanja modal. “Jadi, kesimpulannya RAPBN 2015 masih tersandera belanja mengikat yang sebagian tidak produktif. Akibatnya, stimulus ekonominya kecil.”

Pengertian Stimulus

“Dengan anggaran mencapai Rp. 2.000 triliun seharusnya  Indonesia mempunyai daya stimulus tinggi untuk perekonomian nasional.” Bahkan  Direktur Indef menyimpulkan bahwa RAPBN 2015 masih tersandera belanja mengikat yang sebagian tidak produktif yang mengakibatkan  stimulus ekonomi menjadi kecil.

Dari kedua pernyataan di atas terdapat 2 (dua) sisi yang ditonjolkan, yang pertama kemampuan daya stimulasi yang tinggi untuk perekonomian nasional dan kedua Kenapa stimulus perekonomian nasional sangat kecil. Lalu apa sebenarnya pengertian stimulus dimaksud? Beberapa pengertian yang dapat memberi contoh tentang pemberian stimulus ekonomi dimaksud adalah seperti digambarkan sebagai berikut :

  • Melakukan penurunan tingkat suku bunga, agar dana yang ada di Bank Indonesia dapat mengalir kepada masyarakat banyak.
  • Melakukan penghapusan/penurunan bea impor, ini dilakukan agar para importir yang biasa mendapatkan barang dari luar negeri mau mengimpor barang dagangannya dari luar negeri sehingga barang bisa diedarkan di dalam negeri.
  • Melakukan penyaluran KUR/Kredit Usaha Rakyat, ini dilakukan agar kegiatan usaha di level bawah dapat bergerak dan berjalan lancar karena ada kucuran kredit lunak yang difasilitasi pemerintah dan perbankan.

berdasaran contoh tersebut di atas dapat dikatakan bahwa stimulus adalah suatu rangsangan agar keadaan perekonomian nasional yang sedang mengalami krisis dapat kembali normal dan bergairah kembali.

Stimulus Fiskal

Stimulus fiskal merupakan bagian dari kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat dengan pengharapan akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek. Umumnya, stimulus fiskal diberikan ketika perekonomian berada pada level terendah di mana angka pertumbuhan cenderung mengalami penurunan secara terus menerus.

Pada tahun 2009, dalam rangka mencegah perlemahan ekonomi yang lebih parah sebagai akibat dampak negatif krisi global, pemerintah menerapkan kebijakan countercyclical. Kebijakan countercyclical berupa stimulus fiskal tersebut ditujukan terutama untuk :

  • memelihara dan/atau meningkatkan daya beli masyarakat untuk menjaga agar konsumsi rumah tangga tumbuh 4,0 sampai dengan 4,7 persen
  • Menjaga daya tahan perusahaan/sektor usaha menghadapi krisi global;
  • Menciptakan kesempatan kerja dan menyerap dampak PHK melalui kebijakan pembangunan infrastruktur pada karya.

Total dana yang dialokasikan untuk program stimulus fiskal ini sebesar Rp. 71,3 triliun (Lihat gambar 1).

1. Memelihara Dan/Atau Meningkatkan Daya Beli Masyarakat

Dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi yang telah ditargetkan, faktor-faktor pendorong pertumbuhan ekonomi terutama konsumsi masyarakat perlu dipertahankan dan bahkan jika mungkin ditingkatkan. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam rangka memelihara dan meningkatkan daya beli masyarakat untuk menjaga agar konsumsi rumah tangga mampu tumbuh di atas 4.0 persen hingga 4.7 persen pada tahun 2009. Pemerintah memberikan stimulus fiskal, baik dalam bentuk penurunan tarif pajak penghasilan orang pribadi (OP) dan peningkatan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) maupun melalui memberikan subsidi, antara lain berupa subsidi harga obat generik, subsidi harga minyak goreng, serta subsidi PPN atas beberapa produk akhir untuk minyak goreng dan bahan bakar nabati (BBN).

Dari sisi perpajakan, dalam APBN 2009 telah dimasukkan penurunan tarif pajak orang pribadi sebagai hasil dari diberlakukan amandemen UU PPh. Dengan demikian pendapatan riil masyarakat meningkat sehingga diharapkan mampu mendorong daya beli. Penurunan tarif PPh OP memberikan pengurangan pembayaran pajak (tax saving) sebesar 24,5 triliun yang akan menambah likuiditas perekonomian dan mendorong daya beli rumah tangga. Stimulus fiskal yang diberikan kepada wajib pajak OP tersebut akan meringankan beban masyarakat sebesar 24,5 triliun. Stimulus tersebut terdiri atas penyederhanaan dan penurunan tarif per lapisan penghasilan untuk wajib pajak OP (sebelumnya tertinggi 35% menjadi 30%) hal ini memberikan dampak sebesar Rp. 13,5 triliun, dan kenaikan PTKP dari 13,2 juta menjadi 15,8 juta per individu memberikan dampak sebesar Rp. 11.0 triliun.

Di sisi belanja negara, dalam rangka menjaga daya beli masyarakat dalam APBN 2009. Pemerintah telah menetapkan kebijakan kenaikan gaji pokok PNS, TNI, Polri dan pensiunan sebesar 15 persen dan pemberian gaji ke-13, serta pemberian BLT bagi 18,2 juta rumah tangga sasaran (RTS) selama 2 bulan dengan pembayaran Rp100.000,00 per bulan per RTS.

Selanjutnya, Pemerintah juga telah menyiapkan suatu paket stimulus yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif dari terjadinya krisis ekonomi global terhadap masyarakat sebesar Rp. 1.410,0 miliar. Stimulus tersebut terdiri atas subsidi pajak atau PPN ditanggung pemerintah (PPN DTP) atas minyak goreng Rp 800,0 miliar, dan subsidi PPN DTP atas bahan bakar nabati (BBN) Rp 200,0 miliar, serta pemberian subsidi untuk minyak goreng sebesar Rp210,0 miliar, dan subsidi untuk obat generic sebesar Rp200,0 miliar.

Subsidi PPN (DTP) atas minyak goreng merupakan lanjutan dari fasilitas PPN DTP pada tahun 2008. Dalam tahun 2009, subsidi PPN tersebut ditujukan bagi penjualan minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan sederhana dengan menggunakan merek generik milik Pemerintah, yaitu “Minyakita”.

Selain melalui subsidi PPN atas  Alokasi minyak goreng, dalam rangka menurunkan dan menstabilkan harga minyak goreng dipasar, serta mengurangi beban masyarakat berpenghasilan rendah, Pemerintah juga akan memberikan subsidi harga minyak goreng dalam rangka operasi pasar sebesar Rp1.000/liter, sehingga untuk kondisi saat ini (harga CPO internasional US$600/ton) harga jual “Minyakita” adalah sebesar Rp6.000/liter. Target dari operasi pasar minyak goreng adalah seluruh rumah tangga sasaran (RTS) program penanggulangan kemiskinan yaitu 18,2 juta RTS, dengan penjualan 1 liter per bulan selama 10 bulan. Penyaluran ini akan menjangkau 100 persen rumah tangga masyarakat berpendapatan rendah atau 11,7 persen dan total pasar minyak goreng curah untuk rumah tangga.Sedangkan penyalurannya akan dilakukan melalui mekanisme penjualan minyak goring bersubsidi melibatkan peran pemda dan pelaku usaha (sudah dilaksanakan tahun 2008).

Sementara itu, dalam rangka menjamin ketersediaan, keterjangkauan, dan pemerataan obat di seluruh daerah sebagai antisipasi apabila terjadi resesi ekonomi, Pemerintah memberikan subsidi harga obat generik atau Obat Generik Bersubsidi (OGS) sebesar Rp200,0 miliar. Subsidi tersebut diberikan untuk obat-obatan yang paling dibutuhkan masyarakat (fast moving) dan obat-obatan untuk menyelamatkan nyawa (life saving). Subsidi juga diberikan bagi obat esensial, obat program kesehatan, dan obat yang tidak bernilai ekonomis tetapi sangat dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan.

2. Menjaga Daya Tahan Perusahaan/Sektor Usaha dalam Menghadapi Krisis Global

Meningkatkan daya saing dan daya tahan usaha dan ekspor, Pemerintah juga memberikan stimulus melalui perpajakan dan pemberian berbagai subsidi, serta dalam pembiayaan. Stimulus perpajakan diberikan dalam bentuk penurunan tariff tunggal WP badan, sedangkan pemberian stimulus subsidi berupa pembebasan BM, falisitas PPN, fasilitas PPh pasal 21 karyawan, potongan tarif listrik untuk industri, dan penurunan harga solar. Sementara itu, pemberian stimulus dalam pembiayaan berupa penyertaan modal negara (PMN) untuk kredit usaha rakyat (KUR) dan penjaminan ekspor.

Dari sisi perpajakan, telah diberikan stimulus fiskal untuk meningkatkan daya saing dan daya tahan usaha dan ekspor yang telah diperhitungkan dalam penyusunan APBN tahun 2009. Stimulus fiskal tersebut antara lain berupa penghematan pembayaran (tax saving) sebesar Rp18,5 triliun, yang berasal dari pelaksanaan amendemen UU PPh.

3. Menciptakan Kesempatan Kerja dan Menyerap Dampak PHK melalui Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Padat Karya.

Dalam rangka penciptaan kesempatan kerja dan penyerapan dampak PHK, Pemerintah akan mengalokasikan stimulus fiskal sebesar Rp8.376,5 miliar dalam tahun 2009, yang akan digunakan untuk (1) belanja infrastruktur sebesar Rp7.775,0 miliar, dan (2) Program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) sebesar Rp601,5 miliar.

Alokasi tambahan dana stimulus untuk penciptaan kesempatan kerja serta penyerapan dampak PHK tersebut akan diprioritaskan untuk melaksanakan pembangunan infrastuktur padat karya di berbagai bidang. Bidang-bidang yang akan memperoleh alokasi dana tersebut antara lain adalah bidang pekerjaan umum, bidang perhubungan, bidang energi, dan bidang perumahan rakyat. Secara lebih rinci, kegiatan yang akan memperoleh alokasi tambahan dana belanja infrastruktur tersebut adalah sebagai berikut:

  1. pembangunan infrastruktur bidang pekerjaan umum Rp3,385 triliun;
  2. pembangunan infrastruktur bidang perhubungan Rp1,325 triliun;
  3. pembangunan infrastruktur bidang energi Rp1,0 triliun;
  4. pembangunan infrastruktur bidang perumahan rakyat Rp680,0 miliar;
  5. pembangunan infrastruktur pasar Rp315,0 miliar;
  6. pembangunan dan rehabilitasi infrastruktur jalan usaha tani dan irigasi tingkat usaha tani Rp650,0 miliar;
  7. peningkatan pelatihan bidang ketenagakerjaan Rp300,0 miliar; dan
  8. rehabilitasi gudang penyimpanan bahan pokok Rp120,0 miliar.

Alokasi anggaran bagi program pembangunan infrastruktur bidang pekerjaan umum akan digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan sebagai berikut (1) penanganan bencana (termasuk banjir Bengawan Solo); (2) rehabilitasi jaringan irigasi dalam rangka ketahanan pangan (di Sumsel, Banten, Jabar, Jateng, Yogyakarta, Jatim, Maluku, Sulsel, dan Papua); (3) perluasan jaringan distribusi dan pembangunan instalasi pengolahan air minum; (4) percepatan penyelesaian multi years contract; dan (5) jalan inspeksi dan irigasi sentra produksi tambak.

Penutup

Pemahaman terhadap definisi tentang Stimulus Fiskal sangat penting untuk menghindari kesalahpahaman atau kesalahan dalam menafsirkan informasi dari pemerintah. Beberapa kalangan beranggapan jika yang dimaksudkan stimulus fiskal adalah pemberian dana kepada pengusaha untuk memperkuat struktur modal dalam rangka menambah kapasitas produksi atau investasi. Sementara itu, berdasarkan teori fiskal, kebijakan stimulus fiskal bukan memberikan modal, akan tetapi memberikan rangsangan dari sisi fiskal atau anggaran pemerintah. Jika dibuatkan perumpamaan, pemerintah di sini hanya memperbaiki jalan sehingga kendaraan (sektor usaha) dapat lebih mudah/cepat untuk bergerak. Pada prinsipnya, kebijakan stimulus fiscal tergolong jenis kebijakan ekspansi anggaran atau disebut juga kebijakan defisit (deficit spending).

Berdasarkan pengertian tersebut, maka judul satu tulisan disalah satu surat kabar nasional “APBN Raksasa, Stimulus Minim” masih menimbulkan pertanyaan bagi penulis, apakah hal tersebut berarti bahwa situasional pereknomian nasional sedang mengalami krisis atau sekedar pemanis saja, karena berhasil menarik perhatian saya 🙂 ?

loading…

Sumber : https://www.anggaran.depkeu.go.id, dan beberapa tulisan rekan bloggers