Faith In HimSurat Ibrani :

11:8  Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui.

11:9  Karena iman ia diam di tanah yang dijanjikan itu seolah-olah di suatu tanah asing dan di situ ia tinggal di kemah dengan Ishak dan Yakub, yang turut menjadi ahli waris janji yang satu itu.

11:10 Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah.

11:13 Dalam iman mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, tetapi yang hanya dari jauh melihatnya dan melambai-lambai kepadanya dan yang mengakui, bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang dibumi ini.

Apakah iman kepercayaan itu? Iman adalah sesuatu yang tidak mau digoncangkan, sesuatu yang berbeda dari segala sesuatu yang diberikan kepada kita atau yang berada di sekitar kita. Iman selalu transenden, selalu melampaui semua hal yang sering menakutkan hati kita. Itu sebab iman membuat orang dapat menyanyi di malam yang gelap. Iman membuat manusia bisa berseru dan bersyukur kepada Tuhan dalam kesulitan yang dihadapinya.

Iman adalah istirahat, rasa tenang, sejahtera yang kita nikmati di dalam pangkuan Tuhan. Segala kegelisahan, ketakutan, kekuatiran dan semua hal yang membuat kita kecil hati sebenarnya tidak pernah menolong kita dan tidak pernah membuat kerohanian kita bertumbuh menjadi lebih kuat dan lebih maju, melainkan justru mengikat kita dan membuat kita tidak bisa menjalankan kehendak Tuhan.

Iman adalah tanda ketaatan. Iman adalah sumber dari tindakan rohani. Faith is the action of spirit. Orang yang beriman bukanlah orang yang tinggal diam, bukan orang yang hanya mengaku di mulut percaya Tuhan saja, melainkan orang yang bertindak dan menyelaraskan langkah-langkah rencananya dengan rencana Allah di dalam kehendak-Nya yang kekal.

Allah adalah Allah yang berkehendak, Allah yang berencana, dan rencana Allah tidak pernah dibuat untuk sesuatu yang bersifat sementara. Allah juga tidak pernah menunggu sampai ada kesulitan untuk membuat rencana baru. Karena Allah adalah Allah yang kekal maka segala sesuatu yang diizinkan terjadi di dalam sejarah ini sudah ada di dalam kedaulatan Tuhan. Dia mengetahui dan memungkinkan hal-hal itu terjadi.

Masih ingatkah Anda yang pernah saya bahas bahwa kehendak Tuhan terbagi atas 4 (empat)  kategori :

  1. Yang direncanakan oleh Tuhan, yaitu hal yang langsung berasal dari takhta Tuhan sendiri;
  2. Yang diatur oleh Tuhan, yaitu pimpinan Roh Kudus kepada orang-orang yang dicintai-Nya. Sebab itu orang yang taat pimpinan Roh Kudus akan menyaksikan pengaturan Tuhan yang jelas sekali.
  3. Yang diizinkan oleh Tuhan. Tuhan menghormati kehendak bebas yang sudah Ia berikan kepada manusia. Maka Ia memperbolehkan manusia berbuat sesuatu yang tidak terlalu sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh-Nya, namun pada akhirnya tetap harus dihakimi.
  4. Yang dibiarkan oleh Tuhan. Manusia yang kehendaknya berlawanan total dibiarkan oleh Tuhan untuk melakukan segala sesuatu, tetapi kelak mereka harus berdiri dihadapan Tuhan menerima hukuman di dalam penghakiman Allah yang terakhir.

Kalau kita sudah mengerti 4 (empa)  kategori kehendak Tuhan ini, maka kita bisa melihat segala peristiwa dengan hati yang lebih tenang, lebih mengerti dan lebih mempunyai pegangan. Kalau kita menyebut iman adalah pegangan dan kepastian yang stabil bagi kerohanian, the certainty of spirit,  maka kita memerlukan pengertian lebih daripada segala sesuatu yang Allah rencanakan.

Tuhan kita bukan Tuhan yang dihasilkan dari proses waktu. Tuhan kita bukan Tuhan yang diikat oleh waktu. Tuhan kita bukan Tuhan yang tidak tahu apa yang akan terjadi sehingga bagi-Nya tidak ada hal yang bisa mengejutkan Dia. Tuhan bisa melakukan hal-hal secara mendadak sehingga kitalah yang dikejutkan. Tapi tidak ada seorang pun dan tak ada situasi, tidak ada satu unsur pun di luar Tuhan yang membuat-Nya terkejut.  Allah itu kekal, tidak berubah, paling tinggi bijaksana-Nya. Ia yang menciptakan segala dalil yang logis. Unsur-unsur inilah yang membuat kita percaya bahwa tidak ada sesuatu pun yang berada di luar kehendak atau izin atau pembiaran Allah bisa terjadi di dalam sejarah. Tidak ada satu tindakan yang muncul secara mendadak dan sebelumnya tidak diketahui Allah.

Jika Tuhan adalah Tuhan yang kekal, Tuhan yang tidak berubah, Tuhan yang mempunyai rencana, Tuhan yang adalah sumber bijaksana, Tuhan yang tidak pernah mempunyai sesuatu di luar pengetahuan-Nya sendiri, Tuhan yang sempurna, maka bagi kita mungkin ada hal-hal yang mengejutkan kita karena sebelumnya kjita tidak tahu. Sebab itu kita perlu mensinkronkan diri dengan sifat illahi yang kita kenal. Allah tidak pernah dikejutkan oleh siapapun, namun kadang-kadang Allah mengejutkan manusia. Hal yang begitu mendadak dan mengagetkan kita seharusnya tidak membuat kerohanian kita gagal karena Allah akan membawa kita mengalami pertumbuhan, latihan, pembentukan dan membuat kita menjadi semakin sempurna di dalam pimpinan Tuhan yang luar biasa.

Kehendak Tuhan yang direncanakan di dalam kekekalan itu harus diwujudkan di dalam kesementaraan. Sebab itu orang yang beriman bukan hanya melihat lingkungan dan proses waktu melainkan akan melihat sinkronisasi antara kesementaraan dan kekekalan. Di dalam kekekalan ada rencana, dan di dalam kesementaraan ada perwujudan. Di dalam kekekalan ada kehendak Allah, di dalam kesementaraan terdapat pelaksanaannya. Maka rencana Allah yang kekal pasti akan terlaksana di dalam proses berlangsungnya sejarah. Sebab itu, Yesus Kristus mengajarkan kita untuk berdoa, “Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.”

Biarlah kita berdoa agar kehendak Tuhan terjadi di Indonesia seperti yang direncanakan di sorga. Orang yang mempunyai iman seperti ini, waktu panggilan Tuhan datang atas dirinya, waktu rencana Tuhan dinyatakan atas dirinya, dia akan bersedia bertindak dan menerjunkan dirinya ke dalam pimpinan  Tuhan sesuai dengan apa yang Tuhan kehendaki.

Itulah sebabnya panggilan Tuhan didampingi dengan anugerah. Panggilan Tuhan diberikan, anugerah Tuhan pun diberikan. Tidak ada panggilan Tuhan yang tidak disertai dengan anugerah. Tidak ada orang yang diberi mandat oleh Tuhan, tetapi tidak diberi modal anugerah-Nya. Tuhan memanggil seseorang artinya rencana Tuhan telah keluar dari mulut-Nya dan diberikan kepada seseorang yang telah Dia tetapkan, di sana juga terdapat anugerah yang telah dipersiapkan untuknya agar dia mampu menjalankan atau melaksanakan kehendak-Nya.

Alkitab memberikan jaminan bahwa panggilan dan karunia Tuhan belum pernah Ia sesalkan.  Artinya, Allah tidak mungkin salah memanggil, dan Dia juga tidak mungkin menyesal setelah karunia itu Dia berikan. Allah yang sempurna dan tidak mungkin salah akan memanggil dan sekaligus memberikanan anugerah-Nya kepada orang yang dipanggil-Nya sehingga orang itu mempunyai kekuatan  untuk menjalankan atau melaksanakan panggilan-Nya. Sebab itu seumur hidup kita kita harus selalu peka, takut akan Tuhan dan mengikuti pimpinan Roh Kudus dengan hati-hati dan sungguh-sungguh ikhlas. Roh Kudus akan memimpin kita dan memperlengkapi kita untuk menjalankan dan menggenapkan kehendak Tuhan. Sebab itu kita harus mengerti dengan jelas bagaimana Roh Kudus memimpin kita, saat kapan dan rencana apa yang datang kepada kita. Dengan demikian maka sukacita yang terbesar dalam hidup kita yang hanya beberapa puluh tahun ini adalah hidup kita sejalan dengan rencana Allah di dalam kekekalan.

Sukacita tidak dapat disebut sukacita kalau sukacita itu bukan berasal dari Tuhan. Kalau sukacitamu bukan berasal dari Tuhan, itu berarti sukacita itu bukanlah sukacita yang asli dan sejati. Sukacita yang terbesar bagi kita adalah ketika kita menemukan diri kita telah sinkron dengan kehendak Tuhan di dalam rencana kekekalan-Nya. Berbeda dengan orang yang belum percaya, mereka merasa senang waktu mendapat untung, mendapat sukses dan naik pangkat. Karena itulah kehendak mereka sejak kecil hanya mengejar hal-hal itu, sehingga waktu mereka mendapat semuanya mereka merasa senang. Tetapi sukacita Kristen harus lebih tinggi daripada itu. Kita akan merasa sukacita kalau kita sudah bisa sinkron dengan kehendak Allah di dalam kekekalan.

Pada waktu rencana Allah diwujudkan dalam panggilan yang disertai dengan anugerah-Nya dan diberikan kepada orang yang dipimpin oleh-Nya, maka orang yang menerima panggilan dan anugerah ini akan melaksanakan kehendak-Nya dan hidupnya akan mengalami transformasi sehingga mempunyai nilai yang melampaui waktu. Hidupnya akan mempunyai bobot. Hidupnya tidak akan mungkin digeser oleh sejarah, karena langsung berkait dengan rencana dan kehendak Allah yang kekal. Inilah yang dimaksud oleh Alkitab: dunia ini dan segala nafsu duniawi akan lenyap, tetapi mereka yang melaksanakan kehendakAllah akan tetap sampai selama-lamanya.

Perahu-perahu yang dipakai Petrus dan Andreas di danau Galilea sudah hancur sejak 1900 tahun yang lalu, tetapi orang-orang yang menerima pelayanan Petrus dan murid-murid yang Tuhan panggil dari tepi danau itu tetap Tuhan pelihara di sorga sampai selama-lamanya. Kalau Petrus diizinkan kembali ke dunia, dia akan menyaksikan danau Galilea tetap ada di sana tetapi semua usaha dan rencana dirinya sudah layu sejak dahulu. Ketika dia melihat orang-orang yang telah menerima pelayanannya tetap tinggal di sorga, ia akan berkata, “Puji Tuhan, aku sudah menjalankan kehendak Tuhan.”  Wujud dari iman sejati kepada Tuhan, panggilan, anugerah, ketaatan, janji dan melaksanakan rencana Allah, semua ini Tuhan pelihara di dalam kekekalan. Betapa indah, betapa bagus, betapa menyenangkan dan betapa sempurna sukacita orang yang mengalaminya.

Ibrani 11:8 mencatat, waktu Abraham berada seorang diri di Ur, Mesopotamia, panggilan Tuhan datang kepadanya. Kita tentu sering mendengar kisah di mana Abraham segera meninggalkan Mesopotamia menuju tempat yang dijanjikan Tuhan. Dari sanalah sejarah Israel dimulai. Tetapi jangan lupa titik awal terwujudnya kerajaan Allah di dalam sejarah adalah melalui “bibit tunggal”. Mengapa disebut “bibit tunggal”? Bukankah saat Abraham dipanggil Tuhan, ia sudah menikah? Bukankah waktu meninggalkan Mesopotamia ada ratusan orang yang ikut dengannya, termasuk ayahnya? Mengapa Alkitab mengatakan waktu Abraham seorang diri Tuhan memanggilnya? Karena dia adalah satu-satunya orang yang menantikan panggilan Tuhan dan yang bersiap sedia melaksanakan kehendak Tuhan.

Di abad 20 ini banyak penemuan arkeologi yang semakin membuktikan bahwa di zaman Abraham kebudayaan sudah sangat tinggi. Di antaranya penemuan “Hammurabbi Stone”  yang sekarang disimpan di British Museum dan “Roseta Stone” yang disimpan di Louvre di Perancis, telah membuktikan di zaman Abraham telah terdapat undang-undang peradilan dan peraturan masyarakat melebihi undang-undang yang ditetapkan di zaman modern ini. Abraham bukan dipanggil dari tempat yang tidak berkebudayaan atau dari padang pasir. Abraham dipanggil dari kota dengan kebudayaan yang paling maju di dunia. Bisa kita bayangkan waktu Tuhan memanggil seseorang, Dia bukan memanggil orang kecil dan sederhana saja tetapi Dia juga memanggil orang yang paling kaya pada zamannya untuk menaati kebenaran yang sudah Tuhan sediakan baginya.

Pernah ada seorang arkeolog perlu memakai waktu 8 tahun untuk menyusun kembali sebuah kecapi yang dipakai pada zaman Abraham. Hal itu membuktikan bahwa kesenian dan ukiran dengan emas 24 karat sudah ditemukan dan dipakai sebagai perhiasan. Kecapi ini sekarang disimpan di Yerusalem. Juga ditemukan bahwa rumah-rumah orang kaya seperti Abraham memiliki 65 kamar. Abaraham pun dicatat mempunyai 118 pembantu. Mungkin Abraham termasuk salah seorang konglomerat atau raja di Mesopotamia.

Waktu Abraham keluar mengikuti kehendak Tuhan, keadaannya pasti amat sulit. Tuhan memanggilnya keluar untuk meninggalkan negerinya dan pergi ke tempat yang akan Tuhan tunjukkan kepadanya. Bisakah kita bayangkan kalau kita pindah rumah, membawa seluruh barang-barang kita tanpa tahu akan pindah kemana? Inilah iman. Iman bukan menunggu semuanya beres. Iman adalah tetap mau taat meski tidak tahu bagaimana hari depan. Iman disusul dengan ketaatan, dan ketaatan adalah reaksi terhadap panggilan. Waktu panggilan tiba, ketaatan menyambut meski belum tahu bagaimana hari depannya. Maka iman adalah tindakan rohani yang sangat sulit tetapi sudah dijalankan oleh orang-orang yang begitu besar rohaninya di dalam sejarah. Iman membawa kita menembus awan gelap, api yang membara, lautan yang tak terhingga untuk melihat ke seberang sana Tuhan yang setia memanggil kita. Ketaatan semacam ini mamang tidak mudah dinyatakan karena kita mempunyai keterbatasan jasmaniah sehingga kita terkendala beberapa hal:

  1. Kita takut susah dan penderitaan sehingga tidak taat bila panggilan yang tidak disertai jaminan itu datang;
  2. Kita takut kemampuan kita tidak memadai untuk menanggung beban berat yang diberikan kepada kita.

Semua pengalaman yang menakut-nakuti kita dan kemampuan diri yang terbatas membuat kita tidak berani maju ke depan. Hal-hal itu mengganggu kelangsungan iman kita untuk taat kepada panggilan dan pimpinan Tuhan. Namun kalau Tuhan sudah memanggil dan meletakkan mandat di bahu seseorang, Dia tidak pernah meninggalkannya. Sebagai manusia yang terbatas, siapakah yang berani memberi jaminan kepada kita? Tetapi iman berkata, “Tuhan, saya tidak mampu. Engkaulah yang mampu. Saya tidak sanggup, tetapi Engkau memberi kekuatan. Saya terbatas, tetapi Tuhan tidak terbatas.”  Maka dengan gentar dan rasa takut akan Tuhan dan dengan penuh penyerahan diri kita berserah di hadapan Tuhan.

Panggilan Tuhan selalu melampaui rasio manusia. Ini adalah trancent reasoning atau suprarational calling  yang tidak dapat kita mengerti dengan nalar kita. Kita juga tidak tahu mengapa cara Tuhan bekerja dan memanggil seperti ini. Tetapi panggilan Tuhan selalu supra rational.  Bukan saja demikian, panggilan Tuhan juga supra empirical, melampaui pengalaman kita. Maksudnya, apa yang pernah kita alami dan yang kita tahu seharusnya demikian, tetapi Tuhan bekerja di luar pengalaman kita. Tuhan berkata, “Aku tidak peduli dengan pengalamanmu, karena panggilan-Ku melampaui pengalamanmu.”

Di dalam hal ini saya melihat semakin lama semakin jelas bahwa pemimpin-pemimpin gereja yang banyak alasan, pada waktu menghadapi kesulitan mereka tidak berani maju sehingga tidak diberkati Tuhan. Itu karena mereka sudah diikat oleh pengalaman sendiri. Pemimpin-pemimpin yang sudah mendapatkan rumusan dari sejarah dan terkurung di dalam konsep itu selalu tidak mendapatkan wilayah baru di dalam kerajaan Tuhan. Sebaliknya pemimpin-pemimpin yang tidak mau diikat oleh rumusan logika yang kuat dan pengalaman kegagalan, merekalah yang dipakai oleh Tuhan. Saya melihat secara perlahan-lahan semua ini terus menggerogoti Kekristenan sehingga Gereja sulit maju.

Ada seorang rektor selalu menakut-nakuti mahasiswanya. Suatu hari saya memanggil dia, -usianya lebih muda 15 tahun daripada saya – dan berkata, “Maaf, saya harus berbicara denganmu. Saya sudah sejak lama mengenalmu dan tahu sifat dan cara kerjamu. Maka akan saya katakan terus terang bahwa caramu mendidik murid-muridmu hanyalah membuat mereka takut kepadamu, tetapi akhirnya mereka tidak berani mengerjakan apa-apa bagi Tuhan.”

Rektor ini dibesarkan dalam keluarga pendeta yang amat disiplin tetapi tidak mempunyai keberanian untuk mendobrak kesulitan, pengalaman dan sejarah yang telah menimbulkan kesalahan, sehingga ia tidak berani menerobos hari depan. Akibatnya ia membuat mahasiswanya tidak mempunyai dorongan ambisi untuk mendobrak dan mengerjakan sesuatu yang lebih besar. Memang mulanya ia tidak terlalu senang mendengar perkataan saya, tetapi setelah kembali ke negerinya, ia mengakui kebenaran perkataan saya dan minta didoakan agar ia berani mengembangkan pekerjaan Tuhan.

Saya berulang kali memikirkan mengapa dizaman Elia banyak murid-murid sekolah nabi, tetapi Tuhan tidak memilih satu pun di antara mereka untuk meneruskan pelayanan Elia? Mengapa Tuhan justru berfirman kepada Elia untuk mencari dan mengurapi Elisa untuk menjadi penerusnya? Mungkin sekali Elia membantah dan mengatakan bahwa ia bisa memilih salah satu yang paling berbakat di sekolah nabi, tetapi Tuhan tetap memilih Elisa. Siapakah Elisa? Ia adalah seorang petani, anak desa yang sangat miskin dan tidak terkenal. Ia masih amat muda dan tidak berpengalaman. Tetapi dia yang tidak berpengalaman juga tidak pernah terdistorsi oleh pengalaman yang salah. Sebab itu satu jiwa yang baru bagaikan anak keledai yang belum pernah ditunggangi, dialah yang Tuhan panggil untuk meneruskan pekerjaan Elia. Karena dia tidak punya alasan, dia hanya tahu panggilan Tuhan tiba atas dirinya, maka dia harus belajar dari Elia. Bagaimana dia belajar dari Elia? Alkitab mengatakan, dia mendampingi Elia tetapi tidak diajarkan apa-apa, hanya tiap hari menuangkan air minum bagi Elia. Bisakah orang yang seperti ini menjadi penerus? Tapi orang muda ini memperhatikan apa yang dikerjakan oleh Elia. Dia ingin mengetahui apakah rahasia yang terdapat didalam diri Elia? Apa yang membuat Elia berkuasa dalam melakukan pekerjaan Tuhan? Semua itu memupuk dia taat panggilan Tuhan yang melampaui pengalaman, logika dan rumusan-rumusan pengertian logis. Itulah sebabnya di hari perpisahan Elia bertanya kepadanya, apa yang akan ia minta dari Elia. Elisa meminta agar roh yang menggerakkan Elia bekerja secara berganda atas dirinya. Jadi dia minta sesuatu yang tidak mungkin bisa diberikan oleh Elia. Elisa meminta, kalau Elia telah mengerjakan pekerjaan Tuhan sampai satu porsi, Elisa mau mengerjakan dua porsi. Elisa ingin melampaui Elia, bahkan dua kali lipat daripada apa yang pernah Elia kerjakan.

Saya harap engkau pun  mempunyai semangat demikian. Jika mereka sukses membawamu menjadi orang Kristen, kau harus menjadi orang Kristen yang lebih sukses 2 kali lipat daripada mereka. Jika saya sudah membangun pekerjaan Tuhan sampai hari ini, penerus saya harus mempunyai ambisi untuk melakukan dua kali lipat daripada apa yang sudah saya lakukan. Jangan terus berpikir hal ini tidak mungkin, tetapi pikirlah bahwa hal ini mungkin. Saya terus berharap supaya pekerjaan Tuhan akan terus berkembang. Karena itulah kita taat kepada Tuhan.

Maka iman bukanlah pengakuan, bukan juga pelajaran dan bukan teologi yang hanya ada di otak. Iman adalah satu tindakan yang taat kepada apa yang Tuhan kehendaki sehingga hidup kita adalah hidup yang menjalankan kehendak Tuhan. Pada waktu kita mengimajinasikan kesulitan yang akan menimpa, permusuhan yang besar, rintangan yang berat dan beban yang melampaui kemampuan, maka semua ini akan menjadi suara setan yang menakutkan kita. Tidak salah kalau kita memperhitungkan kemungkinan sejelek mungkin, namun janganlah ditaklukkan oleh kesulitan itu. Kalau kita memperhitungkan kesulitan, itu akan mempersiapkan kita sehingga jika kesulitan itu memang tiba, kita tetap boleh berdiri tegak.

Tindakan iman terhadap panggilan Tuhan bukanlah tindakan melarikan diri. Mengamankan diri dan membuat diri berada dalam kesejahteraan tidaklah salah. Yesus pun melakukan hal itu. Ia pernah menghindarkan diri dari mara bahaya. Orang boleh saja menyembunyikan diri dan melarikan diri dari kesulitan secara wajar sampai ke tahap yang ditetapkan oleh Tuhan. Namun ketika waktu Tuhan tiba, saat pimpinan Tuhan menjadi jelas, Yesus tidak melarikan diri. Ia malah berjalan menuju Yerusalem. Itulah letak perbedaan antara ketaatan orang yang berani di dalam iman dengan orang yang mengaku diri beriman tetapi tidak mempunyai keberanian di dalam iman. Pada kesempatan terakhir Yesus masuk ke Yerusalem, Dia harus dipaku di kayu salib. Ia harus mengalirkan darah dan harus mati di Golgota. Ia tahu saat-Nya sudah tiba, maka Ia menuju Yerusalem dengan berani. Lukas melukiskan saat itu orang-orang merasa takut dan murid-murid-Nya tercengang. Mereka merasa kaget mengapa Yesus mempunyai keberanian seperti itu. Sifat dan momen inilah yang membuat Jean Jacques Rousseau kagum dan menulis bahwa dari keberanian Yesus itulah ia tahu Yesus paling hebat daripada siapa pun di dalam sejarah. Keberanian Yesus, yang sudah tahu bagaimana cara Ia akan mati karena sudah 3 kali hal itu Ia katakan kepada murid-murid-Nya, tetap membawanya menuju Yerusalem. Itulah yang membuat Rousseau menganggap Yesus Kristus berbeda dengan Socrates. Menurut Rousseau kematian Socrates adalah kematian seorang yang saleh, tetapi kematian Kristus harus kita sebut sebagai kematian Anak Allah.

 

Sumber:

Nama buku        :  Iman, Pengharapan dan Kasih Dalam Krisis
Sub Judul          : Berbuat Di Dalam Tuhan
Penulis              : Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit            : Momentum, 2010
Halaman            : 79 – 98
 
 
 
https://www.facebook.com/notes/sola-scriptura/berbuat-di-dalam-tuhan-artikel-pdt-dr-stephen-tong/782240851824370