journeyB. Apa Itu Dosa?

Jika dikatakan Saudara adalah manusia yang berdosa, sering kali Saudara langsung marah, Saudara tidak suka, jengkel, dan membenci orang yang mengatakannya. Mungkin Saudara akan berkata: “Engkau sembarangan mengatakan saya orang berdosa. Saya tidak pernah masuk penjara, saya bukan narapidana, saya tidak di Nusakambangan. Saya tidak pernah membunuh orang, dan saya juga tidak pernah mencuri atau menipu uang orang lain. Saya sudah melakukan kehidupan dengan sejujur mungkin. Bagaimana engkau bisa menuduh saya orang berdosa?”

Apakah hanya orang yang berada di Nusakambangan atau di penjara adalah orang berdosa, sementara orang yang di luar penjara adalah orang yang tidak berdosa? Tidak! Hati nurani Saudara sudah membuktikan dan memberi tahu bahwa Saudara sering berbuat salah. Hati nurani saya juga sudah menuding bahwa saya suka menyeleweng dari kebenaran. Pikiran kita kurang sesuai dengan Firman dan kebenaran Tuhan, emosi kita  kurang sesuai dengan cinta kasih Tuhan, dan kemauan kita kurang sesuai dengan kehendak Tuhan. Itulah dosa! Dosa tidak perlu sampai kita jadi pembunuh, dosa cukup dengan kita menjadi congkak, menganggap diri kita lebih baik, dan menghina orang lain dan kurang menghiraukan kebutuhan sesama manusia. Semua itu juga adalah dosa.

1. Pelanggaran Hukum

Dalam bahasan ini kita akan mempelajari Doktrin Dosa, yang sulit Saudara dapatkan secara lengkap seperti ini dalam buku mana pun juga. Dosa dimengerti oleh ahli-ahli hukum di berbagai negara dalam pengertian yang sangat dangkal. Para ahli hukum hanya mengerti dosa dalam pengertian pelanggaran konstitusi atau pelanggaran hukum. Jika di dalam tata hukum negara dicantumkan bahwa Saudara tidak boleh mencuri, maka ketika mencuri, Saudara berdosa. Jika tertulis tidak boleh memerkosa, ketika Saudara melakukannya, Saudara berdosa. Tertulis bahwa warga negara tidak boleh memalsukan surat-surat atau dokumen, maka ketika melakukan, Saudara berdosa. Di dalam tata hukum negara ada beribu-ribu butir atau pasal dan ayat tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Itu semua menjadi hukum, prinsip atau dasar bagi pengadilan untuk boleh menjatuhkan hukuman bagi Saudara. Ini disebut sebagai patokan standar untuk mengukur siapa yang berdosa dan siapa yang tidak berdosa. Tetapi dalam hal ini, kita perlu mempertanyakan bagaimana bisa banyak jaksa-jaksa yang menerima suap dari orang-orang yang tidak benar, sehingga orang-orang tersebut bisa tidak perlu masuk penjara, dan dia sendiri tidak dipenjarakan? Itu karena suapan itu tidak memberikan tanda apapun, sehingga tidak ada bukti yang bisa dipakai untuk menuding atau menghukum dia. Inilah kelemahan buku hukum. Saya ingin bertanya: Apakah orang-orang yang lolos dari hukum seperti ini mungkin bisa lolos dari hukuman Allah?

Hakim-hakim di dunia mungkin bisa disuap dengan uang, tetapi Tuhan Allah tidak mungkin disuap dengan apapun. Orang-orang berdosa yang bisa lolos dari pengadilan dan penjara tidak mungkin bisa lolos dari mata Allah. Itu sebabnya, orang Kristen harus mengerti dosa lebih dari pada pengertian para ahli-ahli hukum di dunia ini.

Pada waktu saya berkhotbah di Universitas Satya Wacana Salatiga, saya meneriakkan :”Hey, kalian mahasiswa hukum, celakalah kamu, jika pikiranmu dipenuhi dengan segala pengertian hukum-hukum, tetapi hatimu tidak kamu serahkan kepada Tuhan. Kamu akan mencari celah-celah ditengah-tengah hukum, supaya kamu bisa melanggar hukum tanpa kamu sendiri dihukum.” Siapakah ahli hukum? “Ahli hukum” adalah orang yang pandai dan mengerti hukum, sehingga bisa melanggar hukum tanpa dihukum. Ketika saya berkhotbah sampai butir ini, rektor universitas tersebut terus mengangguk-anggukan kepala. Selesai berkhotbah, dia mengundang saya ke kantornya, dan mengatakan bahwa ia sangat menghargai apa yang saya sudah khotbahkan. Dia mengatakan: “Saya adalah doktor hukum, dan saya tahu banyak ahli hukum yang menggunakan hukum untuk melarikan diri dari jerat hukum. Dan apa yang engkau katakan itu benar, bahwa Tuhan tidak mungkin disuap dan tidak mungkin ditipu.” Bukankah pengadilan seharusnya adalah tempat untuk memperjuangkan keadilan di dalam budaya manusia? Tetapi bukankah pengadilan juga merupakan tempat paling tidak adil dan sering kali kotor, yang ada di dalam kebudayaan manusia?

Ketika kita meneriakkan “Reformasi,” “anti-KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme),” bukankah terlihat bahwa korupsi makin hebat, kolusi dan nepotisme semakin hebat, kemunafikan dan kepura-puraan semakin hebat, sehingga Reformasi belum pernah bisa diselesaikan. Seperti Dr. Sun Yat Sen sebelum meninggal pernah mengatakan: “Revolusi belum selesai, hai, rekan-rekanku, marilah kita terus berusaha, karena kita masih harus terus berusaha untuk mencapai sesuatu.” Bukankah dari dulu manusia menginginkan untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur? Dari beribu-ribu tahun yang lalu, sebelum adanya kerajaan Romawi, sebelum adanya kerajaan Babilonia, kebudayaan yang paling kuno di Mesopotamia, seorang raja bernama Hammurabi mengatakan bahwa ia mendapat satu hukum dari Dewa Matahari. Lalu dia menulis semua hukum-hukum itu dalam konstitusi (undang-undang) yang terukir di sebuah batu menhir hitam dengan tinggi 2,27 m. Ini merupakan batu yang paling penting tentang hukum di dalam sejarah. Sekarang batu ini diletakkan disalah satu museum yang paling penting di dunia, yaitu Louvre Museum di Paris, Prancis. Dalam batu itu tertulis, bahwa siapa membutakan mata orang lain, matanya sendiri harus dicungkil keluar. Siapa memotong telinga orang lain, ia sendiri harus dipotong telinganya. Mata ganti mata, telinga ganti telinga. Siapa mematahkan gigi orang lain, giginya sendiri juga harus dipatahkan. Itu berarti, dari zaman sekitar empat ribu hingga enam ribu tahun yang lalu, kebudayaan manusia sudah berusaha mencari keadilan. Tetapi sampai sekarang di tahun 2003 ini, begitu banyak jaksa, begitu banyak hakim, begitu banyak pengacara, yang mereka perjuangkan bukan keadilan, bukan kebenaran, tetapi bagaimana lebih banyak uang yang bisa masuk ke kantong sendiri. Manusia sebagai makhluk yang paling tinggi ternyata menjadi jauh lebih rendah dan lebih hina perilakunya daripada binatang-binatang. Terkadang ketika seorang memaki orang lain: “Binatang!”, orang itu marah sekali dan orang yang memaki itu berfikir ia sedang menghina orang lain itu, padahal ia sedang menghina dirinya sendiri dan menghina semua binatang di seluruh dunia. Binatang tidak serusak manusia. Binatang setelah makan kenyang, tidak makan lagi, tetapi manusia setelah menipu satu masih kurang dan sekalipun sudah kenyang masih tetap kurang kenyang. Kita jauh lebih melarat daripada binatang.

Dosa itu apa? Dosa adalah pelanggaran hukum. Hukum itu apa? Hukum adalah aturan yang diakui oeleh negara pada zaman ini. Hukum yang berlaku harus kita hormati, harus kita jalankan, karena kalau tidak kita akan dibawa ke pengadilan. Ini dosa, tetapi menurut Alkitab pengertian ini masih terlalu sederhana dan terlalu dangkal. Oleh karena itu, Alkitab membawa kita kepada pengertian-pengertian yang jauh lebih mendalam. Alkitab mencatat tujuh pengertian-pengertian besar tentang dosa. Salah satunya adalah pelanggaran Taurat atau pelanggaran hukum, seperti yang kita lihat di sini.

2. Pergeseran Posisi

Tetapi pengertian dosa yang esensial adalah pergeseran dari suatu posisi atau kedudukan yang asli atau seharusnya. Pengertian seperti ini tidak ada di dalam buku hukum manapun, dan hanya ada di dalam Kitab Suci, karena Alkitab menegaskan bahwa malaikat-malaikat yang tidak memelihara status mereka, dianggap sebagai malaikat yang berdosa. Menggeser atau keluar dari posisi yang asli, tidak mempertahankan dan memelihara posisi yang ditetapkan oleh Tuhan Allah, adalah dosa. Apa artinya menggeser posisi? Alkitab menegaskan bahwa malaikat adalah malaikat, manusia adalah manusia, binatang adalah binatang, tumbuh-tumbuhan adalah tumbuh-tumbuhan, materi adalah materi, yang berhidup adalah yang berhidup. Ketika malaikat lupa bahwa ia adalah malaikat, ia tidak lagi hidup sebagai malaikat, lalu mau menjadi Tuhan. Itulah dosa. Ketika manusia tidak lagi hidup sebagai manusia. Kalau seorang profesor lupa bahwa ia adalah profesor, maka ia akan hidup seperti binatang.

Dua belas tahun yang lalu, seorang yang membunuh lebih dari 26 anak perempuan, ternyata adalah seorang yang pernah menjadi dosen di U. C. Barkeley, salah satu universitas terbesar dan paling bergengsi di Amerika Serikat. Saya pernah berkhotbah di universitas tersebut, di auditorium terbesar universitas itu untuk mengadakan Kebaktian Kebangunan Rohani. Ternyata salah seorang profesornya pernah memperkosa dan membunuh lebih dari 26 anak perempuan. Lebih dari dua tahun perbuatan ini tidak diketahui, sampai akhirnya terungkap. Mengapa bisa demikian? Karena seorang profesor bisa memiliki intelektual tinggi dan pengertian akademis yang hebat, tetapi mempunyai hati nurani yang rusak. Ia lupa kalau ia seorang profesor, seorang guru besar, seorang pendidik. Ia lupa kalau ia seorang manusia yang bermoral, seorang manusia yang hormat. Itu sebabnya, ia berkecimpung di dalam dosa dan perbuatan yang hina dan jahat. Inilah yang disebut sebagai meleset atau tergeser dari posisi yang seharusnya.

Tuhan Allah mencipta malaikat dengan harkat malaikat. Tuhan Allah mencipta manusia juga dengan kondisi manusia. Tuhan Allah mencipta binatang dengan status binatang. Jikalau memelihara pada posisi yang asli ketika diciptakan, maka disebut makhluk yang benar. Ketika ia lupa siapa dirinya dan bergeser dari posisi asilnya, ia berdosa. Ketika Tuhan Allah melukiskan bagaimana malaikat berdosa, Ia mengatakan bahwa malaikat telah tidak memelihara status. Di dalam Yesaya 14 : 12-14 dikatakan: “Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai Bintang Timur, putera fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan bangsa-bangsa! Engkau yang tadinya berkata dalam hatimu: Aku hendak naik ke langit, aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan aku hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh disebelah utara. Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai yang maha tinggi!” Penghulu malaikat telah berusaha untuk mengatasi Allah dan mau menguasai seluruh alam semesta. Jika seorang menteri atau seorang jenderal iri dengan posisi presiden maka bisa jadi ia melakukan kudeta. Kalau seorang istri iri pada posisi suaminya, maka ia mungkin bisa membuat revolusi dirumahnya. Jika majelis iri pada pendeta, malaikat iri pada penghulu malaikat, dan penghulu malaikat iri pada Tuhan Allah, maka akan terjadi kekacauan. Ketika malaikat mau menjadi Allah, itu yang disebut bergeser dari tempat aslinya. Inilah “kejatuhan ke atas.” Mungkin Anda berfikir jatuh pasti ke bawah. Tetapi di dalam hal-hal rohani, kita bisa jatu ke atas, bukan jatuh ke bawah. Kita selalu berfikir jatuh ke bawah karena pikiran kita selalu terikat pada hukum grativitasi dunia ini. Alkitab memberikan suatu pemikiran tentang “jatuh ke atas,” yaitu iri hati kepada Tuhan, dan mau menyamai Tuhan, mau merebut posisi dan taktha Tuhan. Maka Tuhan mengusir dan membuangnya, karena malaikat bukan dicipta untuk menjadi Allah, tetapi malaikat dicipta sebagai malaikat. Malaikat tidak bisa menjadi Allah, manusia tidak bisa menjadi malaikat, dan binatang tidak bisa menjadi manusia. Manusia juga tidak boleh turun menjadi binatang, malaikat tidak boleh menjadi manusia. Manusia harus menjaga status sebagai manusia.

Mengapa Saudara disebut manusia berdosa? Karena Saudara sering lupa bahwa Saudara dicipta sebagai manusia yang dicipta menurut peta teladan Allah, lalu Saudara bergeser dari status Saudara yang asli. Itu sebabnya Saudara disebut sebagai orang berdosa. Seorang yang seharusnya baik-baik di keluarga, mengapa malam-malam keluar mencari pelacur? Ia telah bergeser dari kedudukannya yang asli. Seorang wanita, pada saat suaminya pergi, mengapa mengundang pria lain untuk naik ke tempat tidurnya? Ia telah bergeser dari kedudukannya yang asli sebagai istri yang seharusnya setia. Ini adalah dosa. Setiap kali Saudara menggeser posisi dan setiap kali Saudara melupakan status yang asli, Saudara telah menjadikan diri Saudara berdosa. Mengapa jika Saudara seorang Kristen, masih pergi mencari peramal? Mengapa Saudara yang sudah dibaptiskan masih pergi mencari dukun? Mengapa Saudara yang adalah majelis gereja masih memakai jimat dan bermain dengan kuasa-kuasa kegelapan? Ini adalah pergeseran dari status Saudara yang asli. Ini adalah dosa.

Jangan Saudara hanya berbicara berdosa itu merokok, berjudi, dan menipu. Saya sangat  mengetahui bahwa semua itu adalah dosa, tetapi pengertian dosa yang hanya sampai sebatas itu, sangatlah dangkal. Alkitab mengatakan bahwa dosa adalah bergeser dari status aslinya. Mari kita saat ini melakukan instropeksi, menguji diri kita sendiri. Mari saat ini kita merenungkan dan menilik ke dalam jiwa kita, dalam hal apa kita telah bergeser dari status asli kita. Jika kita adalah manusia, dan ternyata hidup kita tidak mencerminkan status kita, sehingga status yang ada pada kita berbeda dari status yang seharusnya ada pada kita, maka Alkitab mengatakan kita telah berdosa.

Penulis : Pdt. Dr. Stephen Tong, Diambil dari Buku Yesus Kristus Juruselamat Dunia halaman 31 s.d 41