Pendeta“Wanita, inilah anakmu…..inilah ibumu.”

—————————————–

Bacaan : Yohanes 19:23-27

Yesus mengatakan perkataan pertama di atas salib, bukan kepada manusia. Segala sesuatu yang datang kepada-Nya dari manusia tidak akan mempengaruhi hubungan-Nya dengan Allah Bapa. Segala siksaan dan sengsara yang diderita-Nya memang adalah salah satu tujuan kedatangan-Nya ke dalam dunia. Hal ini tidak bisa merusak hubungan vertikal antara Kristus sebagai Anak yang suci dengan Bapa yang suci.

“Ya Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” Dari sini-lah titik tolak timbulnya cinta kasih yang paling agung yang keluar dari Sumber Kasih itu sendiri ke dalam sejarah manusia. Di luar Kristus tidak ada sumber kasih yang lain yang boleh dibandingkan dengan-Nya yang menjadi Sumber Kasih yang murni dan mutlak sejati. Kristus mengatakan kalimat pertama itu di atas salib, yang merupakan satu teori yang dibarengi dengan fakta, satu doa yang diiringi pencurahan darah diri sendiri. Tanpa pengorbanan, doa syafaat bagi pengampunan dosa orang lain itu hanya doa yang kosong. Kristus tidak hanya mendirikan semacam teori pengampunan dosa yang tidak memerlukan pengorbanan atau tidak perlu substitusi. Kristus mati bagi orang-orang yang didoakan-Nya, Kristus mati berkorban bagi orang-orang yang memusuhi Dia dan darah-Nya sudah bersedia menerima mereka yang suatu saat mengalami pengenalan akan Dia.

Jika kalimat pertama ditujukan Kristus kepada Allah yang Mahasuci, maka kalimat yang ke-dua ditujukan-Nya kepada orang yang maha jahat. Demikianlah Kristus menjadi Pengantara antara Allah dan manusia. Mediator between The Holy God and sinful man. Mediator between The Highest God anda wicked man. Sekarang Kristus menjadi Pengantara antara Allah yang Mahatinggi dan suci dengan manusia yang paling jahat dan najis. Di antara dua ekstrim ini, Yesus Kristus ada di tengah-tengah Allah dan manusia. Dia dikirim ke dalam dunia untuk menjadi Pengantara. Hanya ada satu Allah, di tengah-tengah Allah dan manusia hanya ada satu Pengantara. Dia adalah Kristus yang pernah turun menjadi manusia. Apakah orang yang sudah hampir mati masih boleh mendapatkan pengharapan akan hidup? Apakah orang yang sudah tidak mempunyai pengharapan masih boleh dihiburkan? Apakah orang yang sudah meneteskan darah menuju kepada kuburan masih mempunyai pegangan untuk boleh diselamatkan? Ya!

Jawaban yang tegas muncul dari Kekristenan, jawaban yang tegas muncul dari salib dan Golgota. Itulah sebuah jawaban positif dari Allah. Kristus memberikan jawaban yang tegas dan positif mewakili Kekristenan, dengan semangat yang begitu hebat dan tidak ada bandingnya di dalam dunia. Orang yang paling besar dosanya pun masih bisa diselamatkan! Tidak ada satu dosa yang terlalu besar sehingga tidak bisa diampuni oleh Yesus Kristus. Tidak ada satu dosa yang terlalu besar sehingga darah Kristus tidak berkuasa menghapuskannya. Tidak ada satu hal pun yang merintangi manusia sehingga Kristus tidak bisa menyelesaikan, kecuali tanpa iman dan menolak Kristus sebagai satu-satunya jalan pengampunan, satu-satunya Mediator atau Pengantara antara Allah dan manusia. Di dalam kalimat pertama dan ke-dua kita melihat Kristus sebagai satu-satunya Pengantara. Kristus sebagai satu-satunya yang memperdamaikan manusia dengan Allah. Kristus satu-satunya Juruselamat yang memberikan pengharapan kepada manusia anak-anak Adam. Anak-anak pemberontak dan anak-anak murtad. Bagi anak-anak yang sudah melupakan janji Allah, Kristus menyediakan jalan untuk boleh kembali.

Sesudah menyatakan pekerjaan sebagai Pengantara yang menyatukan manusia dengan Allah, maka Kristus melihat kembali kepada mereka yang memaku Dia dan orang-orang di bawah salib yang menonton-Nya. Tontonan ini terlalu hebat karena yang di atas kayu salib bukan saja dua orang perampok tetapi juga Orang terkenal. Pada waktu hidup-Nya Kristus adalah orang yang paling terkenal di zaman-Nya. Gubernur Pilatus sudah berjam-jam melihat Dia dan akhirnya menjatuhkan hukuman kepada-Nya, Herodes juga berjumpa dengan Dia. Banyak politikus Romawi, hakim-hakim, ahli-ahli Taurat dan pemimpin-pemimpin agama Yahudi yang tertinggi sampai kepada rakyat jelata bahkan pengemis-pengemis pernah melihat Dia. Waktu Yesus berkhotbah, berpuluh-puluh ribu orang berduyun-duyun datang mendengarkan Dia (Lukas 12). Begitu banyak orang mengenal nama-Nya, begitu banyak orang yang sudah menerima kesembuhan dari Dia; begitu banyak orang yang sudah mendengar khotbah yang begitu dahsyat dari Dia dan begitu banyak orang sudah menerima anugerah yang mengalir keluar dari hidup-Nya yang ajaib itu. Nama-Nya sudah disiarkan di sana-sini. Dia pernah membangkitkan orang mati lebih banyak dari nabi siapa pun dalam sejarah. Dia menyembuhkan orang yang timpang, mencelikkan mata orang yang buta, meluruskan orang yang bongkok dan menghentikan air mata seorang ibu yang harus menghantar anak tunggalnya pergi ke kuburan.

Yesus Kristus dengan pekerjaan-Nya yang ajaib dan kuasa-Nya yang besar telah menggemparkan zaman itu, maka nama-Nya disiarkan di sana-sini. Bahkan orang dari Yunani datang mencari Dia. Nama Yesus bukan saja termashur di Galilea, tanah Yudea dan Samaria melainkan telah termashur ke daerah Yunani. Orang Yunani yang telah banyak dipengaruhi oleh Sokrates, Plato dan Aristoteles dan menjadi bangsa yang penuh dengan filsafat, mengirim orang kepada Yesus untuk menawarkan kemungkinan bagi Dia mengajar orang Yunani. Dan menurut orang banyak, tidak mungkin Orang yang begitu termashur sekarang disalibkan. Ini merupakan satu hal yang tidak mungkin terbayangkan. Bagaimana Orang yang begitu baik sekarang disalibkan? Sekarang, orang-orang di bawah salib boleh memikirkan apa artinya politik, hukum dan agama. Jika di bawah kolong langit masih ada keadilan, cinta kasih dan arti agama yang sesungguhnya, mengapa Yesus Kristus di paku diatas kayu salib? Apa artinya agama? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu terus timbul di antara massa yang menonton penyaliban. Masa yang tidak dapat dihitung banyaknya.

Beribu-ribu bahkan mungkin puluhan ribu orang yang pergi ke Golgota menonton Orang terkenal yang disalibkan. Tuhan Yesus melihat kepada orang-orang yang ada di bawah salib. Dia yang ada di atas salib melihat kepada massa yang terbentuk dari macam-macam orang. Ada orang yang tidak tahu apa-apa, ada orang yang terheran-heran tidak mengerti, ada yang sekedar mampir untuk melihat peristiwa yang hebat. Ada sekelompok orang lain yang sekedar ikut-ikutan. Itulah orang-orang yang pada beberapa waktu sebelumnya ikut-ikutan berteriak: “Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!” Pada saat Yesus masuk ke kota Yerusalem, beribu-ribu orang berbaris di tengah jalan bagaikan menyambut raja yang agung. Tetapi orang-orang yang berteriak-teriak “Hosana! Hosana!” adalah juga orang-orang yang berteriak-teriak: “Salibkan Dia! Salibkan Dia!” Itulah perubahan massa. Massa tidak dapat diterima sepenuhnya. Massa tidak dapat disandari, juga tidak bisa dipercaya.

Soren Aabye Kierkegaard mengatakan dalam bukunya bahwa massa itu bagaikan seekor anjing yang menggoyangkan ekor pada waktu ia baik dan menggigit tuannya sendiri pada waktu ia marah. Massa adalah orang-orang yang selalu tidak mengetahui arah tujuan mereka. Dari atas salib Yesus melihat manusia yang suka berubah. Ia melihat manusia yang dicipta menurut peta dan teladan Alllah dengan sifat kekekalan yang begitu mulia tetapi yang sekarang sudah tidak memiliki kemuliaan yang sesungguhnya. Yesus melihat lagi sekelompok yang lain yang simpatik kepada diri-Nya. Sebagai manusia, Yesus terhibur karena orang-orang seperti itu. Jikalau di bawah kayu salib tidak ada orang-orang yang simpatik kepada Yesus, maka dunia ini terlampau kejam. Di dalam kesengsaraan, kesulitan dan air mata pasti ada beberapa orang yang dikirim oleh Tuhan untuk menghibur Anda. Di dalam dunia yang penuh dengan kekejaman, kepedihan dan penganiayaan, Tuhan tidak meninggalkan orang yang cinta akan Dia.

Pada waktu Yesus melihat dari kayu salib, darah menetes dari kepala-Nya yang sudah tertusuk oleh mahkota duri, Darah-Nya tercampur oleh keringat dan masuk ke dalam luka-luka yang lain, sehingga mengakibatkan keperihan yang besar. Selain dari prajurit-prajurit yang menjalankan tugas, ahli-ahli Taurat yang bersyukur atas kematian-Nya, penonton, pengawas keamanan, perampok-perampok yang berteriak-teriak kesakitan di atas salib yang lain, orang-orang yang mengolok-olok dan mengejek Yesus di bawah salib dan orang-orang yang mencaci-maki perampok-perampok, Yesus juga mendengar suara tangisan dari beberapa perempuan. Siapakah yang mengatakan bahwa perempuan itu lemah? Yang berjiwa berani adalah perempuan. Perempuan-perempuan yang berjalan kaki mengikuti sampai di bawah salib, mempunyai satu keberanian yang terlalu besar. Ketabahan, keberanian dan ketekunan seperti ini, tidak bisa dibandingkan dengan pria-pria. Di manakah Petrus, Thomas, Andreas, Filipus dan Natanael? Di manakah rasul-rasul yang lain? Di manakah rasul-rasul yang mengatakan bahwa mereka tidak akan meninggalkan Yesus meskipun sampai mati? Mereka semua sudah pergi.

Alkitab mengatakan bahwa ada perempuan-perempuan di dekat salib Tuhan Yesus. Perempuan mempunyai peranan yang penting di dalam melayani Tuhan. Para ibu hendaklah menjadi ibu yang agung, perempuan-perempuan hendaklah menjadi wanita Kristen yang agung. Wanita yang bukan hanya berdiri di sisi pohon natal dan yang bukan hanya berdiri di pinggir peti mati. Banyak orang Kristen yang bisa disebut sebagai orang Kristen di pinggir pohon natal, artinya waktu pohon natal keluar orang tersebut ikut keluar dan waktu pohon natal pergi, orang itu ikut pergi. Orang Kristen di pinggir peti mati adalah orang yang tidak pernah mau mendengar firman Tuhan sampai dokter mengatakan pada dirinya bahwa ajalnya sudah dekat dan peti mati sudah tersedia. Pada waktu dekat dengan peti mati orang tersebut cepat-cepat menjadi orang Kristen dan menerima Tuhan, itulah orang Kristen di pinggir peti mati. Perempuan-pertempuan yang dilihat oleh Yesus pada waktu mengalami kesengsaraan-Nya yang terbesar adalah perempuan-perempuan yang mengikut Dia sampai di pinggir kayu salib. Di pinggir salib, bukan di pinggir pohon natal dan bukan di pinggir peti mati. Di pinggir salib, mereka menyatakan hati yang begitu mulia dan agung kepada Yesus Kristus yang mereka kasihi.

Di antara perempuan-perempuan itu ada ibu Yesus Kristus, ibu Yohanes istri Zebedeus, dan ada juga seorang bernama Maria Magdalena. Mereka adalah orang-orang yang pernah menerima anugerah-Nya, orang-orang yang mencintai Dia. Ibu-ibu yang ada di situ melihat Yesus Kristus. Betapa sulitnya bagi seorang wanita untuk merebut tempat paling depan di antara ribuan orang yang berjejal di satu tempat. Kekuatan apa yang ada pada perempuan-perempuan ini? Kekuatan cinta kepada Tuhan!

Perempuan-perempuan yang sudah tua ini naik ke bukit Golgota bukan dalam suasana gembira melainkan dengan hati yang hancur karena Orang yang paling mereka cintai, hormati dan disembah sujud oleh mereka adalah Orang yang sekarang di paku di atas kayu salib. Mereka menjejakkan kaki di bukit Golgota dan duduk dan berlutut di bawah salib Kristus. Pada waktu itu tidak seorang pun yang bisa mengatakan perkataan apa pun selain dari menangis dan merasa simpatik. Dan simpatik mereka pun pernah ditolak oleh Kristus secara terhormat. Yesus Kristus mengatakan: “Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu.” (Lukas 23:28). Apa arti kalimat ini? Kalimat ini berarti: Kristus yang menanggung dosa tidak perlu akan simpatik dari manusia. Kristus tahu bahwa manusialah yang memerlukan kasih-Nya dan bukan Dia yang memerlukan kasih manusia. Jelaslah pada waktu Kristus mau disalibkan untuk menanggung dosa manusia, Ia mempunyai satu kesadaran yang begitu jernih. Ia mempunyai pemikiran dan prinsip yang begitu ketat yaitu bahwa Dialah yang akan menanggung segala dosa dan manusia tidak mempunyai bagian di dalam mengerjakan keselamatan.

Siapakah isteri Zebedeus? Ibu dari Yohanes dan Yakobus. Orang yang beberapa hari sebelumnya pernah berdoa supaya kedua anaknya kelak dalam kerajaan sorga boleh duduk di sebelah kanan dan kiri Tuhan (Matius 20:20-22). Ibu dari Yohanes dan Yakobus ini ingin agar keluarganya menonjol lebih dari murid-murid lain yang mengikut Yesus Kristus. Secara jasmaniah, kedua anak dari Zebedeus mempunyai hubungan darah dengan Yesus Kristus. Mereka juga mempunyai harta benda yang jauh lebih banyak dari para murid yang lain. Di antara pengikut Yesus, ada yang kaya dan ada yang miskin. Yohanes dan Yakobus tampaknya lebih kaya dari orang-orang lain yang mengikut Yesus. Ibu ini mau agar kedua anaknya menjadi orang yang paling penting di dalam Kerajaan Allah. Ia akan puas jika melihat kedua anaknya mempunyai kedudukan yang paling tinggi. Perempuan lain yang ada di bawah salib adalah Maria Magdalena. Tuhan pernah mengusir tujuh setan dari tubuhnya. Maria Magdalena mengetahui dengan sesungguhnya akan arti kuasa Allah melalui Kristus. Dia mengetahui dengan sesungguhnya akan anugerah yang besar yang pernah dialaminya. Anugerah dan kuasa Allah dimengerti oleh Maria Magdalena karena pengalaman pribadinya selama bertahun-tahun diikat oleh iblis, sudah dilepaskan dari padanya.

Kristus melihat lagi seorang yang paling menyedihkan diri-Nya sebagai manusia. Ibu-Nya. Ibu-Nya sendiri. Siapakah ibu yang suka melihat jika anaknya di paku di atas kayu salib? Siapakah ibu yang tidak mengharapkan anaknya berumur panjang? Ibu mana yang tidak mengharapkan agar anaknya sehat-sehat dan mengalami hari-hari yang lancar? Pada waktu mudanya, Maria begitu mengharapkan kedatangan Mesias. Pada waktu mudanya, Maria adalah seorang perawan yang begitu hormat dan takut kepada Allah, beriman dan siang malam berdoa di hadapan Tuhan. Dia seorang wanita yang tenang dan tidak banyak bicara tetapi dia bukanlah orang biasa. Dia adalah orang berbijaksana, beribadat dan mempunyai teologi yang kuat dan memiliki pengenalan akan Tuhan yang tepat. Di dalam nyanyian pujian Maria kepada Allah yang disebut Magnificat (Lukas 1:46-56), kita dapat melihat pengenalannya akan Perjanjian Lama. Istilah yang dipakainya untuk memuji Tuhan, menunjukkan bahwa dirinya bukan manusia biasa melainkan seorang gadis yang luar biasa dan sungguh-sungguh cinta kepada Tuhan serta mengutamakan Allah lebih daripada yang lain.

Maria adalah anak gadis yang diterima dengan baik oleh Tuhan. Ia diberkati lebih besar dari pada orang lain. Ia dikunjungi oleh Gabriel, penghulu malaikat yang besar. Jika kita perhatian maka tidak ada seorang gadis yang mendapat berkat begitu besar untuk menerima kunjungan dari penghulu malaikat Gabriel. Pada waktu Gabriel menyatakan diri kepada Maria, Maria begitu takut, hormat dan menerima perkataan-perkataan nubuat yang ajaib yang keluar dari pada Gabriel: “Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah yang Mahatinggi. Dan Tuhan Alah akan mengaruniakan kepada-Nya takhta Daud, bapa leluhurnya, dan Ia akan menjadi Raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan. Ia kan disebut sebagai Yang Kudus dari Allah.” (Lukas 1:31-33).

Hal-hal ini didengar oleh Maria sebelum ia menikah. Meskipun ia sudah bertunangan dengan Yusuf, tetapi ia belum menikah. Di dalam watak yang begitu suci dan murni, Maria mendengar perkataan-perkataan ini. Perkataan-perkataan yang memberikan satu penghartapan dan satu kekuatan yang terbesar di dalam dunia. Dan tidak ada satu orang gadis pun yang pernah menerima pengharapan yang besar seperti ini.

“Hendaklah engkau menamai Dia Yesus.” Yusuf juga pernah menerima perkataan ini dan Maria juga. Mereka berdua menerima nama yang sama untuk anak yang akan dilahirkan yaitu Yesus. Waktu mendengarkan semua janji ini, ia segera mengaitkannya dengan kehidupannya sendiri. Maria bukan seorang yang beribadat dengan cara emosionil saja melainkan ia amat rasionil. Ia bertanya, “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?” Dan Gabriel mengatakan pula kepadanya bahwa Roh Kudus akan turun atas dia dan kuasa Allah akan menaunginya. Bagi Maria, perkataan-perkataan Gabriel ini menimbulkan kontradiksi yang besar. Ia tahu bahwa hal ini adalah satu kebahagiaan yang didampingi oleh satu bahaya yang besar. Ada kewajiban, tetapi ada juga bahaya. Betapa banyak orang yang sudah menerima bahagia dan berkat dari Tuhan, tetapi tidak menghiraukan kewajiban yang harus dijalankan oleh mereka di dalam dunia ini.

Maria tahu bahwa dia memang diberkati oleh Allah tapi di hadapan manusia dia akan diejek, diolok-olok selama bertahun-tahun yang akan datang. Setiap kali orang yang melihat dia akan mengatakan: “Inilah orang yang hamil sebelum menikah!” Orang lain akan menganggapnya sebagai perempuan yang tidak beres dan anak yang dilahirkannya akan disebut sebagai anak haram. Perkataan semacam ini amat tidak enak didengar sekalipun oleh seorang pelacur ataupun seorang wanita yang tidak setia dalam hidup seks. Bagaimana mungkin perkataan seperti ini didengarkan oleh seorang perawan yang begitu suci, mencintai Tuhan dan begitu hormat kepada Allah?

Maria tahu bahwa mulai dari hari datangnya Gabriel mengabarkan berita itu, maka sejak itu hidupnya akan mengalami bahagia yang didampingi dengan bahaya. Ejekan-ejekan, umpatan-iumpatan, olok-olokan dan tertawaan dari masyarakat yang tidak habis-habis, akan menimpa dirinya. Sebagai seorang perempuan yang belum menikah, apakah dia mempunyai kekuatan? Sebagai seorang yang pendiam, Maria tidak membela diri dan tidak berkata apa-apa. Alkitab menyiratkan bahwa Maria adalah tipe seorang yang berpikir apabila mendengarkan hah-hal yang ganjil atau supra rasionil. Dia adalah tipe orang yang mempergunakan fungsi rasio dengan baik, namun dia juga tahu bahwa apa yang dialami dan ditemukan olehnya adalah hal-hal yang supra rasionil.

Ada dua hal yang kontras dialami oleh Maria, yaitu perkataan dari malaikat Gabriel dan nubuat dari Simeon. Yang dinubuatkan oleh Simeon, berlainan dengan yang dikatakan oleh Gabriel (band. Lukas 12:31-33 dengan Lukas 2:34-35). Pada waktu Yesus sudah dilahirkan dan di bawa ke Yerusalemn, Simeon menubuatkan beberapa hal yang penting tentang Yesus yang baru dilahirkan itu. Tuhan Yesus dibawa ke dalam bait Allah (Lukas 2:25-35). Di sana Simeon mengucapkan kalimat-kalimat penting tentang Yesus: 1). Karena Ia adalah Kristus, maka banyak orang yang dibangkitkan; 2). Karena Ia adalah Kristus, maka banyak pula orang yang dijatuhkan; 3). Hati manusia dapat dinyatakan karena kedatangan Kristus; 4). Hati Maria akan ditusuk dengan pedang.

Maria tidak mengerti apa arti nubuat itu. Gabriel mengatakan kepadanya bahwa anak yang dilahirkannya itu adalah Mesias yang adalah Raja yang mempunyai kedudukan di atas takhta Daud untuk selama-lamanya. Simeon menubuatkan bahwa hatinya sendiri akan ditusuk dengan pedang? Apa artinya? Perkataan kontradiktif dari Simeon ini disimpan dalam hatinya. Di tengah-tengah dari dua perkataan (Simeon dan Gabriel) ini, Maria sudah mengambil satu sikap yang menjadi contoh bagi setiap orang Kristen di dunia dan contoh bagi semua wanita Kristen di dunia. Di dalam Magnificat (Nyanyian pujian dari Bunda Maria) terdapat perkataan seperti ini:

Jiwaku memuliakan Tuhan

Dan hatiku bergembira karena Allah Juruselamatku

Di sini Maria mengaku bahwa dirinya memerlukan Juruselamat. Ia adalah seoirang biasa yang hidup di bawah aliran hidup Adam yang mempunyai dosa asal. Maria perlu akan Juruselamat. Maria menjunjung tinggi Juruselamat. Maria bersukacita karena Tuhan Yesus adalah Juruselamat. Perkataan yang agung ini keluar dari mulut Maria menyatakan bahwa dia bersedia untuk keadaan yang bagaimana pun untuk anak yang dilahirkannya. Anak yang akan dilahirkannya ini berlainan dengan semua anak yang lain. Hal ini belum pernah dialami oleh wanita mana pun sepanjang sejarah, dari Hawa sampai Maria hidup dan sampai sekarang bahkan sampai kiamat, tidak ada orang lain yang mengalami pengalaman seperti yang dialaminya. Maria sudah mengambil sikap yang positif dan tegas, “Hatiku membesarkan Tuhan dan rohku bersukacita karena Juruselamatku.” Sikap seperti ini digerakkan oleh Roh Kudus dan telah menjadi arah yang benar dalam membimbing Maria menempuh kesulitan-kesulitan yang akan datang.

Kalimat nubuatan dari Simeon adalah kalimat yang sulit. Kalimat yang kontradiktif dan irrasional: “Dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri.” Ditembus oleh pedang artinya ditusuk dengan pedang sampai sedalam-dalamnya hingga ujung pedang keluar dari punggung. Kini kita akan melihat tusukan pedang apa yang pernah dialami oleh hidup Maria.

1. Pada waktu Yesus berumur 12 tahun (Lukas 2)

Yesus di bawa ke Yerusalem dalam suatu perayaan tradisi orang Yahudi. Tradisi Yahudi mengajar untuk membawa setiap anak orang Yahudi yang berumur dua belas tahun menuju Yerusalem. Semacam upacara agama akan dilaksanakan di situ. Pelaksanaannya ialah dengan memberikan satu jubah yang ditumpangkan di atas bahunya dan anak tersebut diberi satu sebutan dalam bahasa Ibrani: Bar Mizwah, yang artinya Anak Taurat. Yesus di bawa ke Yerusalem oleh Maria dan Yusuf, dipakaikan jubah dan ditumpangkan tangan dan diberi satu sebutan yang baru yaitu Anak Taurat. Yesus adalah Ben Mizwah.

Waktu mereka pulang, di tengah-tengah massa dalam perjalanan pulang, mereka menginsyafi keadaan bahwa anak mereka tidak bersama mereka lagi. Lalu ibu dan bapa Yesus kembali ke Bait Allah dengan perjalanan berhari-hari sampai mereka tiba di Yerusalem. Di sana mereka melihat Yesus yang berumur dua belas tahun sedang berbicara dengan para ahli Taurat. Yesus bertanya jawab dengan mereka dan menyatakan satu bijaksana yang luar biasa. Waktu itu Maria sebagai ibu-Nya mengatakan kepada Dia: “Nak, mengapakah engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau.” Pertanyaan ini dijawab oleh Yesus: “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu bahwa Aku harus berada di rumah Bapa-Ku?” Terjemahan lain dari perkataan Yesus adalah: “Tidak tahukah engkau bahwa Aku harus selalu menaruh niat Bapa-Ku di dalam hati-Ku?” Waktu Yesus berkata: “Niat Bapa-Ku di dalam hati-Ku.” “Di dalam rumah Bapa-Ku” maka dengan perkataan ini Ia mengaku dengan terus terang bahwa Bapa di sorga-lah yang mengutus Dia, bukan bapa di dunia.

Inilah pertama kali Maria merasa ditusuk dengan perkataan Yesus, karena tidak pernah ada seorang anak kecil yang pernah mengatakan hal semacam itu. Kalau dilihat dari sudut pandang manusia, Yesus seolah-olah tidak lagi menghormati akan orangtua-Nya. Alkitab berkata bahwa Maria tidak berkata apa-apa dan menaruh perkataan itu dalam hatinya serta membawa Yesus pulang ke Nazaret. Tuhan kita mempunyai satu perasaan tanggung-jawab untuk menjalankan kehendak Allah Bapa yang mengutus Dia. Dan di sini ada satu kesulitan relasi antara ayah-ibu dan Yesus Kristus.

2. Perjamuan di Kana (Yohanes 2)

Yesus Kristus berada di dalam pesta pernikahan dan Maria ada di situ juga. Di situlah Yesus melakukan mujizat yang pertama dari tiga puluh lima kali mujizat yang dicatat dalam Injil. Waktu itu para tamu yang datang begitu banyak dan tuan rumah mulai kewalahan menyediakan minuman bagi mereka. Hal ini dilihat dan diketahui bukan oleh tuan rumah sendiri melainkan oleh seorang wanita bernama Maria.

Apakah sebabnya Maria memberitahu kepada Yesus? Motivasi apa yang mendorongnya memberitahu kepada Yesus? Kenapa bukan memberitahu hal itu kepada tuan rumah? Maria adalah seorang ibu yang baik. Seorang ibu yang dari hati sedalam-dalamnya meneliti dan melihat bahwa anaknya ini adalah anak yang ajaib dan dia tahu di dalam Yesus ada kuasa. Tetapi waktu Maria memberitahukan hal itu, Tuhan Yesus menjawab dia: “Wanita, apakah hubungannya Aku dengan engkau?” Maria ditusuk sekali lagi.

Ini adalah tusukan yang kedua, Menyebut ibu-nya sendiri sebagai wanita, bukanlah merupakan hal yang tidak hormat pada zaman itu, tetapi bagaimana pun sebagai seorang ibu, Maria menginginkan anaknya menyebut dia ibu, bukan wanita. Tetapi Kristus tidak mau ada campur tangan orang lain atau oknum mana pun di dalam pekerjaan Ilahi, meskipun dari ibu yang paling dikasihi-Nya dan paling dekat dengan Dia. Sebagai manusia, Kristus menghormati ibu-bapa-Nya dan Dia mengetahui kewajiban-Nya terhadap orang tua. Tetapi sebagai Allah, Dia mengetahui bahwa manusia tidak boleh turut campur dalam pekerjaan Allah, maka Dia menusuk dengan perkataan: “Wanita, apakah hubungan-Ku dengan engkau?”

3). Dari Masyarakat

Pada waktu Maria berada di masyarakat, ia menanggung ejekan dan cemoohan dari orang-orang di sekitarnya yang mengatakan dirinya sebagai wanita yang melahirkan bayi di luar pernikahan. Anak yang dilahirkan Maria dianggap sebagai anak haram. Kala Maria mendapat pertanyaan tentang siapa ayah dari anak pertamanya, ia tidak memiliki jawabannya. Pertanyaan seperti itu menusuk batinnya, tetapi dia tahu dan sudah mempersiapkan diri secara batin bahwa bagaimana pun, dirinya akan meperoleh sukacita dari Tuhan. Jikalau ia ditolak dari keluarga, itu soal kecil. Tidak bisa memperoleh sukacita dari manusia dan masyarakat itu soal kecil. Dia menganggap kecil akan penolakan dari manusia dan yang dipentingkannya adalah sukacita dari sorga karena Juruselamatnya.

4). Dari Pengajaran Yesus Kristus (Lukas 8:19-21)

Seorang ibu yang memperhatikan anaknya yang sedang bertumbuh besar tidak mengetahui kapan hari di mana anaknya itu akan berkata: “Sekarang Aku harus pergi menuju kepada kota yang lain untuk menjalankan tugas Bapa-Ku yang di sorga.” Yesus Kristus pergi dari rumah pada waktu umur-Nya 30 tahun untuk melakukan pekerjaan Mesias. Mengapa bukan pada usia 18, 21 atau 25 tahun? Ada dua penyebabnya:

  1. Menurut Taurat, orang yang belum berusia 30 yahun, tidak boleh menjadi imam. Kristus sebagai Imam, Raja dan Nabi harus menjalankan syariat Taurat karena dilahirkan di bawah Taurat (Galatia 4:4).
  2. Yusuf sudah mati dan adik-adik Tuhan Yesus yang dilahirkan Maria melalui perkawian dengan Yusuf, perlu pertolongan-Nya sebagai anak tertua yang mencari nafkah bagi keluarga.

Yesus Kristus menjalankan syariat Taurat dengan begitu tuntas dan setelah Yusuf meninggal, Dia tetap menyokong keluarga-Nya sehingga pada usia 30 tahun, barulah Ia keluar rumah untuk menjalankan tugas dari Bapa. Sebagai ibu, Maria merestui perjalanan Yesus yang pergi ke sana-sini mengabarkan Injil dan berseru: “Bertobatlah kamu karena Kerajaan Allah sudah dekat!” Orang banyak datang kepada Dia dan memperoleh penghiburan dan mendengarkan Injil. Kristus mendidik banyak orang dengan memberikan perumpamaan tentang Kerajaan Sorga, mengulurkan tangan-Nya yang telah mencipta alam semesta kepada orang sakit, mencelikkan mata orang buta, membuka telinga orang tuli, membuka mulut orang yang bisu dan menghidupkan orang yang sudah mati. Tangan-Nya melakukan pekerjaan yang besar.

Semua kabar yang baik ini dikabarkan kembali kepada Maria. Maria senang dan ingin sekali melihat pelayanan yang agung dari pada Allah. Maria teringat kembali kepada perkataan-perkataan dari malaikat Gabriel kepadanya: “Anakmu akan menjadi besar. Anakmu yang nama-Nya besar, Dia adalah Yang Suci dari Allah, Anak Allah yang Mahatinggi.” Satu dua kali Yesus pergi ke Yerusalem. Inikah proses menduduki takhta Daud? Maria berdoa supaya Yesus sukses. Bukanklah setiap ibu akan merasa senang melihat anaknya menjadi sukses? Namun Maria tetap juga mengingat bahwa sukacita terbesar ada di dalam Juruselamatnya, bukan di dalam kesuksesan lahiriah.

Satu kali saya bertanya kepada ibu saya: “Seandainya saya dibunuh mati karena Injil, apakah ibu rela? Ibu saya sendiri tidak rela melihat jika saya dibunuh karena mengabarkan Injil. Ibu saya suka melihat saya memberitakan Injil, tetapi ia tidak rela jika saya dibunuh. Hati ibu saya penuh kontradiksi,. Di satu sisi, ia senang melihat anak-anaknya menjadi hamba Tuhan. Tetapi di pihak lain, ia harus menyaksikan anak-anaknya pergi darinya. Ia tidak tahan jika saya dibunuh, apalagi jika hal itu terjadi di hadapannya. Ia mengatakan, jika Tuhan mau supaya saya dibunuh, memang Tuhan yang berdaulat, tetapi ibu saya tetap tidak ingin saya dibunuh. Itu sebab waktu merenungkan tentang Maria, ibu dari Yesus Kristus, kita dapat memiliki bayangan tentang apa yang pernah terjadi dalam hatinya.

Waktu Yesus berkhotbah di tengah lapang di Kapernaum, banyak orang yang datang dan di tengah-tengah orang banyak, ibu-Nya datang. Lalu orang-orang berkata kepada Yesus: “Lihatlah inilah ibu-Mu dan inilah saudara-Mu!” Orang-orang yang mendengarkan Yesus langsung memutar perhatiannya dari Yesus kepada suara yang mengatakan hal itu. Tuhan Yesus berteriak pula: “Siapakah ibu-Ku, siapakah saudara-Ku?” Lalu Ia menunjuk kepada orang-orang dan berkata: “Barangsiapa menjalankan kehendak Bapa-Ku, Ia adalah ibu-Ku, ia adalah saudara-Ku laki-laki, ia adalah saudara-Ku perempuan.”

Inilah tusukan ke-empat kepada Maria. Ibu yang datang melihat keunggulan anaknya dan mencari Yesus, seolah-olah tidak dihargai. Di satu pihak Maria melihat Yesus semakin maju, unggul dan terlihat mulai menaik ke arah kerajaan yang tinggi. Tetapi pada pihak yang lain, Maria mengetahui bahwa dirinya sedang mengalami tusukan-tusukan.

Menjadi seorang ibu dari seorang anak yang menyerahkan diri kepada Allah, perlu memikul salib. Jika Tuhan mau memanggil anak Anda menjadi hamba-Nya, bersediakah Anda memikul salib? Sudahkah Anda bersedia hati jika suatu waktu anak Anda memasuki sekolah teologi, berdiri menjadi saksi Tuhan, dan bahkan mungkin dibunuh? Sebagai manusia kita mengharapkan anak kita hidup baik-baik dan sukses. Tetapi kita perlu memikirkan kembali akan pisau-pisau yang pernah menusuk hati Maria. Pisau yang pernah menusuk hati Maria adalah pisau yang perlu kita tunggu dan terima dalam hati apabila kita sudah mencintai Tuhan.

Kristus yang mulai menjadi dewasa dan kelihatan akan segera menjadi raja adalah Kristus yang juga menusuk hati Maria tanpa Maria tahu penyebabnya. Namun tusukan-tusukan itu tidak lebih besar dari tusukan yang diterimanya ketika mendengar bahwa Krsitus sudah dijatuhi hukuman mati. Dengan cara apakah Kristus akan dihukum mati? Dengan cara yang paling susah, paling kejam dan paling menyedihkan, yaitu dengan cara disalibkan. Dapatkah kita membayangkan reaksi Maria waktu mendengar berita ini? Seorang ibu yang begitu halus perasaannya dan memiliki cinta demikian besar mendengar berita semacam itu. Lalu bagaimana pula Maria yang tinggal di Nazaret bisa tiba di Yerusalem? Padahal dari Nazaret ke Yerusalem harus ditempuh dengan perjalanan kaki yang cukup lama. Jarak antara seratus sampai dua ratus kilometer ditempuh Maria dengan berjalan kaki. Saat itu ia sudah berusia lanjut dan hari-hari di mana ia semakin dekat memasuki kota Yerusalem adalah hari-hari mendekatnya kematian Yesus.

Alkitab dengan jelas mengatakan kepada kita bahwa pada waktu Yesus di atas kayu salib, Maria sudah ada hadir di situ. Dengan kaki yang berat ia mendaki bukit Golgota dan di tengah-tengah perjalanan menuju Golgota, kita dapat membayangkan akan dia yang sudah lemah dipapah oleh saudara-saudaranya yaitu ibu dari Yakobus dan Yohanes. Ini terjadi di waktu pria-pria yang gagah yaitu murid-murid Tuhan Yesus, sudah pergi melarikan diri. Waktu Tuhan menyembuhkan dengan kuasa yang besar, para murid ada di situ tetapi waktu Tuhan di paku di atas kayu salib, maka mereka semua tidak ada. Petrus dan rasul-rasul yang berjanji untuk rela mati bersama Yesus dan tidak akan meninggalkan-Nya, kini tidak ada.

Maria ditolong dengan susah payah mendaki bukit Golgota. Di tengah-tengah jejak kaki Tuhan Yesus ia melihat tetesan darah yang mengalir dari mahkota duri, kepala dan tubuh Tuhan. Lukisan dari Grünewald pada halaman muka, amat berbeda dengan semua lukisan tentang penyaliban Kristus yang dilukis oleh seniman dunia yang lain. Kesan yang ditimbulkan lukisan itu amat dalam walaupun lukisan aslinya begitu kecil. Mahkota duri begitu besar di atas kepala-Nya dan karena beratnya tubuh maka salib menjadi sedikit miring. Karena sakit dan derita yang ditanggung, maka tangan Tuhan meregang tetapi wajah-Nya terlihat tenang. Di sebelah Yesus Kristus, berdirilah Yohanes Pembaptis memakai pakaian bulu unta yang berseru dengan lengan teracung kepada-Nya: “Lihatlah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia!”

Allah dinyatakan sebagai Allah yang tidak terpengaruh waktu. Maka Yohanes Pembaptis yang sudah mati pun, tetap dihadirkan dalam lukisan peristiwa penyaliban Kristus. Cacat-cacat dan memar yang ditimbulkan oleh cambukan ada di seluruh tubuh Tuhan. Cambuk-cambuk yang digunakan pada waktu itu adalah cambuk yang ditambah dengan duri-duri yang terbuat dari besi. Daging orang yang terkena cambuk itu akan sobek dan tercabut dari tubuhnya sedikit demi sedikit. Dengan bilur-Nya Yesus menyembuhkan kita yang mempunyai penyakit murtad kepada Allah! Ia menyembuhkan kita yang tidak beriman kepada Allah. Nabi Yeremia berkata: “Hai Israel kembalilah. Hai anak-anak yang menamakan dirinya milik Tuhan kembalilah, karena Allah akan menyembuhkan penyakitmu yang murtad itu!” (Terjemahan lain dari Yeremia 3:22). Oleh bilur-Nya kita disembuhkan.

Pada waktu di Golgota, Maria adalah orang yang paling sedih. Ia melihat Yesus yang dilahirkan melalui dirinya, anak yang dicintai, dirawat, dipeliharanya, sekarang di seluruh tubuh-Nya penuh dengan cacat dan darah yang mengalir. Maria tertusuk di dalam hatinya. Airmata telah mengaburkan pandangannya. Ia teramat pucat. Peter Paul Riben melukis adegan penyaliban dan menggambarkan wajah Maria yang memandang ke atas salib lebih pucat dari semua orang lain. Maria tertusuk hatinya lebih dalam lagi. Maria tidak bisa tahan akan kejadian penyaliban. Bukankah Maria mencintai Tuhan? Tetapi apa yang terjadi padanya? Tuhan pernah berfirman kepadanya melalui Gabriel bahwa anak yang dilahirkannya akan menjadi Raja yang memerintah di atas takhta Daud, apakah itu hanya tipuan? Apakah Allah berbohong? Tetapi Maria pernah mengambil sikap yang bersukacita karena Juruselamat.

Bagaimanakah Yesus dapat menjadi Juruselamat Maria? Siapakah Yesus bagi Maria? Apakah hubungan antara Maria dengan Yesus? Anak atau Juruselamat? Maria itu ibu atau pengikut Yesus? Di sini Maria harus mengambil satu sikap yang benar di dalam relasi kekekalan. Di dalam kekekalan, siapakah Maria? Di dalam kekekalan, siapakah Yesus? Apakah artinya kelahiran Yesus melalui Maria? Dan apakah artinya Maria menjadi ibu dari Yesus? Apakah Maria menjadi ibu Yesus untuk selama-lamanya? Atau hanya pada waktu Yesus berada di dalam dunia? Apakah Maria menjadi ibu Yesus di dalam sifat kemanusiaan atau dalam sifat keilahian?

Yesus Kristus pernah berkata, “Wanita, apakah hubungan-Ku dengan engkau?” Dia pernah berkata pula: “Siapakah ibu-Ku, siapakah saudara-Ku? Barangsiapa menjalankan kehendak Bapa-Ku, dialah ibu-Ku, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan.” Maria mulai memikirkan satu hal yaitu bahwa dirinya hanyalah pengikut Kristus saja. Didalam pemikiran supra-rasionil antara Yesus sebagai anak dan Yesus sebagai Juruselamatnya, Maria selalu mempunyai sikap yang tenang dan diam. Dia bukannya bodoh, tidak fasih lidah, tidak mengerti Alkitab ataupun tidak mengerti kata-kata yang indah seperti syair, bahkan ia adalah seorang yang bijaksana. Maria bijaksana untuk tidak membuka mulutnya di dalam kontradiksi rohani. Kita harus belajar dari Maria untuk tidak membuka mulut dalam kontradiksi rohani yang kita hadapi dan tinggal diam sampai jawaban Tuhan nyata bagi kita.

Maria amat mengharapkan agar sebelum Yesus menghembuskan nafas terakhir, rahasia itu diberitahukan kepadanya. Dibandingkan dengan semua orang di dunia, orang yang paling dekat dengan Yesus adalah Maria. Yesus dilahirkan melalui kandungan Maria. Lagipula bukankah sebelum seseorang mati, ia menyampaikan pesan-pesan terakhirnya hanya kepada mereka yang paling dekat dengan orang itu? Bukankah Tuhan Yesus sudah berkata-kata kepada Allah Bapa? Bukankah Tuhan Yesus sudah menjawab pertanyaan perampok yang disalibkan berserta Dia? Jika Tuhan Yesus berbicara dan menjawab pertanyaan perampok, bukankah sudah waktunya bagi Maria untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan yang selama ini timbul dalam batinnya? Tidak. Namun Maria tetap tenang dan tidak bertanya. Maria tidak bisa berkata apa-apa, dia hanya bisa membiarkan waktu dan kekejaman memeras hatinya. Apakah itu nasib? Apakah itu satu hal yang harus dialaminya? Apakah itu kehendak Alah? Semua ini menjadi kabur karena dulu Maria mempunyai satu ide yang besar dan cita-cita yang agung terhadap anak-anak yang dilahirkannya. Sekarang semuanya tidak terjadi, bahkan kejadian penyaliban amat menyakitkan hatinya.

Setelah menanti-nanti, sekarang tibalah waktunya Yesus melihat kepada Maria, ibu-Nya. Ia melihat pula kepada Yohanes murid-Nya, lalu keluarlah kalimat ke-tiga dari atas kayu salib. Mata Yesus terkonsentrasi kepada kelompok yang kecil, minoritas yang sudah susah payah datang dari kota lain kepada-Nya. Kapankah Yohanes tiba di bukit Golgota? Apakah ia ada di situ sejak dari permulaan penyaliban? Yohanes pasti sudah mengetahui apa yang terjadi karena ia mengikuti rombongan orang yang menangkap Yesus di Getsemani dari dekat. Pada waktu Yesus dijatuhi hukuman mati, Yohanes cepat-cepat lari untuk memberitahukan orang-orang yang dekat kepada Yesus agar mereka datang melihat dan menghibur Yesus. Dua kaki dari seorang yang muda lari ke sana-sini dengan cepat memberi tahu kepada keluarga Kleopas dan keluarga yang lain. Dengan segala letih lesu dan susah payah akhirnya Yohanes tiba di Golgota berdiri di samping Maria, ibu Yesus. Yesus sekarang memandang Yohanes yang begitu muda dan berani dan kepada Maria. Ia berkata kepada ibu-Nya: “Wanita, inilah anakmu.” (terjemahan Yunani). Lalu Yesus berkata kepada Yohanes: “Inilah ibumu.” Yesus menyapa Maria dengan sebuatan wanita. Tetapi Yohanes disebutnya sebagai anak. Tetapi kepada Yohanes, Yesus tidak menyebutnya anak. Ia mengatakan: “Inilah ibumu.”

Kita harus memperhatikan bahwa Kristus memilih istilah yang tepat. Dalam hubungan Ilahi, Yesus adalam Pencipta semesta, termasuk Maria dan Yohanes. Tetapi dalam hubungan manusiawi, Yesus pernah meminjam rahim Maria. Sebagai Allah, sebagai Raja, sebagai Pencipta, sekarang Yesus memberikan perintah kepada ciptaan-Nya! Di sini Tuhan Yesus berdiri sebagai Pencipta, bukan sebagai anak.

Yohanes adalah orang yang Maria perlukan untuk memelihara dirinya pada masa tuanya. Sebagai anak yang dilahirkan di bawah hukum Taurat, Yesus harus menjalankan hukum Taurat, Ia harus menghormati ibu-bapa (Keluaran 20:12). Yesus tahu tugas-Nya. Maria adalah orang yang paling dekat dengan Dia, orang yang sudah menanggung beban dari sejak diri-Nya kecil. Tetapi di lain pihak sebagai Allah, Yesus juga tahu apa yang harus dilakukan untuk menjalankan penebusan. Yesus menyebut Maria sebagai wanita, tetapi ia tidak memberi sebutan apa-apa kepada Yohanes. Mengapa Yohanes yang diberi kepercayaan untuk memelihara Maria? Apakah karena kebetulan hanya Yohanes satu-satunya rasul yang kembali mengikut sampai ke Golgota? Di sini kita bisa melihat sebab-sebab tertentu:

Yohanes adalah murid Kristus yang paling muda. Dengan kemudaannya, ia boleh mempunyai kemungkinan berumur paling panjang, paling sehat dan paling kuat di antara murid-murid yang lain.

  1. Yohanes juga mempunyai kekayaan lebih dari murid-murid yang lain, sehingga ia mempunyai kesanggupan untuk merawat Maria lebih baik daripada yang lain.
  2. Yohanes adalah murid yang paling bertanggung jawab, ia berbeda dengan murid-murid lain yang berjanji kepada Tuhan untuk mengikut Dia sampai mati. Mengikuti gerakan massal adalah hal yang selalu terjadi dalam diri pemuda-pemudi, tetapi Yohanes tidak hanya bisa bicara melainkan menjalankan apa yang dikatakannya.
  3. Yohanes menyadari akan cinta Kristus kepadanya lebih dalam dari rasul-rasul yang lain. Dalam Injil, Yohanes selalu menyebut dirinya bukan dengan namanya melainkan dengan sebutan murid yang dikasihi Kristus. Apakah Tuhan Yesus pilih kasih dengan mencintai Yohanes lebih dari yang lain? Tidak. Alkitab tidak pernah mengatakan bahwa Yesus mengasihi Yohanes lebih dari yang lain, tetapi Yohanes sendiri yang menyebut dirinya sebagai murid yang dikasihi Kristus. Betapa banyak orang yang dikasihi Kristus, tetapi berapa banyak orang yang sadar akan harganya kasih itu? Yohanes mempunyai kesadaran lebih daripada murid-murid yang lain tentang kasih Kristus, itulah sebabnya ia disebut rasul kasih.

Rasul yang paling muda, tetapi yang satu-satunya berdiri di sisi kayu salib adalah Yohanes. Ayat yang teragung dalam Alkitab adalah “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Dia mengaruniakan Anak-Nya yang Tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yohanes 3:16). Siapakah yang menuliskan ayat tersebut? Yohanes. Semua ayat mengenai kasih, yang paling penting dan agung, dituliskan oleh Yohanes yang mempunyai pikiran yang lebih dalam daripada rasul-rasul yang lain. Yesus berkata kepada Yohanes: “Inilah ibumu.” Maria dan Yohanes mendengarkan dan taat pada apa yang dikatakan oleh Yesus, dan Alkitab mengatakan bahwa mulai hari itu Yohanes menerima Maria di rumahnya. Tradisi mengatakan bahwa Maria tinggal di rumah keluarga Yohanes dua belas tahun lamanya sampai Maria mati, baru kemudian Yohanes pergi mengabarkan Injil ke Efesus.

Apakah arti perkataan Yesus kepada Yohanes? Perkataan itu berarti bahwa Tuhan mau supaya setiap orang yang sudah menyadari cinta Tuhan atas dirinya, juga menanggung satu beban tanggung jawab dari Tuhan. Hanya dalam beberapa hari, hidup rohani Yohanes berubah jauh dari semula. Beberapa hari sebelum penyaliban, ia menginginkan supaya kelak duduk di sebelah kanan atau kiri Yesus, ia menginginkan kedudukan yang paling tinggi. Namun kini ia tahu bahwa itu bukan hidup rohani yang benar. Orang-orang Kristen yang belum mengerti arti salib dan Golgota, sering berlaku seperti Yohanes dan Yakobus yang meminta kedudukan yang paling tinggi dalam gereja bahkan jika perlu menggunakan kekerasan dan senjata untuk mencapai kekuasaan.

Siapa saja yang sudah mengalami salib dan cinta Tuhan Yesus, ia meninggikan cinta kasih Tuhan dan menanggung beban serta resiko di hadapan Tuhan seumur hidupnya. Bukan gila hormat, bukan gila kekuatan ataupun gila kekuasaan. Pelayanan yang sungguh, mutu yang baik dan tanggung jawab di hadapan Tuhan serta pengorbanan diri yang sungguh-sungguh, lebih berharga daripada hormat dan kuasa yang bisa diberikan oleh manusia.

Pemuda-pemudi, jika Anda dipanggil Tuhan untuk melayani Dia, maukah Anda mencintai Dia dengan bersedia hati dengan mutu dan bertanggung jawab sungguh-sungguh mengikuti-Nya dan bukan gila hormat manusia?

Salah satu hal yang paling lucu yang terjadi pada waktu Yohanes membawa Maria pulang ke rumahnya. Hal itu terjadi pada ibu Yohanes. Ibu Yohanes adalah saudara Maria dan sekaligus tuan rumah yang menerima Maria kakaknya di rumahnya dan ikut memikul tanggung jawab merawat dia selama bertahun-tahun. Ibu Yohanes yang pernah meminta agar kedua anaknya duduk di sebelah kanan dan sebelah kiri Yesus Kristus kini tahu bahwa bukan kedudukan yang membuktikan seseorang mencintai Tuhan, tetapi pelaksanaan kewajiban dan ketaatan dalam hidup sehari-hari yang sungguh. Itulah semangat Kekristenan.

Setelah menerima perkataan dari atas salib, Maria menemukan jawaban atas segala kontradiksi dalam hidupnya., Ia tenang kini. Pada masa mudanya Maria belum mengerti dengan jelas tetapi ia sudah berjanji menyerahkan diri pada kehendak Tuhan. Maria pernah berkata: “Hatiku memuliakan Tuhan, rohku bersukacita karena Juruselamatku.” Sekarang setelah mengerti pengobanan Yesus Kristus di atas kayu salib, Maria mengerti bahwa Yesus bukan hanya anak, tetapi Juruselamat.

Maria melihat Sang Juruselamat mati terpaku di atas kayu salib dalam keadaan begitu susah. Yesus mati bagi Maria. Lalu setelah itu Maria pulang bersama Yohanes dengan tenang. Maria tidak punya kedudukan bersama-sama dengan Kristus menggenapkan keselamatan. Ia bukan co-reedemer. Maria pernah di sebut oleh Elisabet (ibu Yohanes Pembaptis) sebagai ibu Tuhanku (Lukas 1:43), namun itu bukanlah mengarah kepada pengertian bahwa sifat Ilahi Kristus berasal dari Maria, melainkan menunjuk pada pengertian bahwa Yesus Kristus sungguh-sungguh dilahirkan melalui rahim perempuan bernama Maria. Yesus Kristus sudah mempunyai sifat Ilahi dan sifat kemanusiaan sejak Ia dilahirkan. Sifat dan tubuh jasmani Kristus, dilahirkan melalui Maria, tetapi sifat Ilahi Yesuis Kristus bukan dilahirkan oleh Maria karena Ia Anak Allah.

Pergumulan teologis dan pengertian akan rencana keselamatan Allah dalam Kristus dalam hati Maria sudah selesai. Sekarang ia pergi ke Yerusalem mengikut Yohanes dan tidak kembali lagi ke Nazaret kepada anak-anaknya yang lain. Yesus tidak menyerahkan Maria kepada adik-adik-Nya yang ada di Nazaret karena mereka belum menerima Dia sebagai Juruselamat.

Barangsiapa belum menerima Tuhan Yesus, orang itu tidak berhak menerima tugas kerohanian sekalipun hubungan antara mereka dengan orang yang sudah menerima Tuhan dekat sekali. Menerima Yesus sebagai Juruselamat dan bukan hanya anak, mengakibatkan Maria dengan rasul-rasul yang lain berlutut berdoa kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat (Kisah Para Rasul 1:15).

Adakah wanita-wanita yang mau meneladani hidup Maria? Adakah orang-orang muda yang mau meneladani hidup Yohanes?

Amin.

 

SUMBER:

Nama buku : 7 Perkataan Salib
Sub Judul : Wanita, inilah anakmu
Penulis : Pdt. DR. Stephen Tong
Penerbit : Lembaga Reformed Injili Indonesia, Jakarta, 1992
Halaman : 43 – 65