Firman : Ibrani 13 ayat 20-21

Terjemahan di dalam Bahasa Mandarin mengatakan, “Supaya kamu di dalam segala kebajikan boleh disempurnakan, sehingga kamu menjadi orang yang melakukan kehendak-Nya dan melalui Yesus Kristus bekerja di dalam hatimu hal-hal yang berkenan kepada Dia.”

Minggu yang lalu kita telah bicara mengenai bagaimana diperlengkapi dengan kebajikan. Orang Kristen diberikan keselamatan, kita diberikan hidup yang baru, bukan berhenti di situ untuk menunggu hanya masuk Sorga. Orang Kristen diselamatkan, diberikan hidup yang baru supaya kita melanjutkan sesuatu buah dari pada hidup yang baru. Hidup yang baru anugerah Tuhan, dan buah dari hidup yang baru perlu ketaatan kita kepada Roh Kudus sehingga kita memang diperanakkan pula melalui Roh Kudus dan kita harus berbuah dan berbuat baik bersandarkan ketaatan kepada Roh Kudus. Di dalam hal ini keselamatan adalah semata-mata seluruhnya adalah anugerah dari pada Tuhan, tetapi kehidupan yang berkemenangan, kehidupan yang baru adalah sesuatu kerjasama antara orang yang sudah diselamatkan untuk terus taat kepada pimpinan Roh Kudus sehari-hari. Saudara-saudara, di dalam doktrin yang kita terima, kesucian ada 3 tahap.

Pertama, to be sanctified as a new status, status kita dikuduskan, ini adalah sanctification. Kedua, adalah progressive sanctification, yaitu kesucian yang bersifat progresif dari saat engkau sudah mendapatkan status yang baru, terus menuju penyucian, penyucian, purifikasi, sampai akhirnya ajal kita tiba Yesus menerima kita kembali. Ini adalah satu jangka yang panjang sekali. Secara status serentak, secara status satu kali; tetapi secara progresif terus menerus, tidak berhenti dari hari ke hari, dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun. Saudara ada mendengar orang ini melayani 40 tahun, orang itu melayani 40 tahun, saya sudah berkhotbah 47 tahun, saya sudah menjadi orang Kristen pada saat umur 17, saya menerima Yesus sebagai Juruselamat, sekarang saya umur 64. Saya tidak tahu berapa tahun lagi saya boleh melayani Tuhan, mungkin 5 tahun lagi, mungkin 10 tahun lagi, mungkin 20 tahun lagi, saya tidak tahu, tetapi saya tahu setiap hari saya harus hidup suci, setiap hari harus takut kepada Tuhan, setiap hari harus bersandarkan firman-Nya, setiap hari harus melaksanakan prinsip-prinsip Alkitab ke dalam setiap segi kelakuan dan tantangan di dalam hidup, setiap hari saya harus melihat pimpinan Roh Kudus bagaimana.

Kepekaan terhadap pimpinan Roh Kudus itu menjadi salah satu kunci dan rahasia kita boleh terus menerus hidup di dalam kemenangan. Victorious life is depend on your obedience to the Holy Spirit and be sensitive to His new guidance everyday. Roh Kudus setiap hari memimpin kita. The way of the guidance of the Holy Spirit in on only one principle: with the Word of God. Roh Kudus tidak akan memimpin kita di luar Kitab Suci, Roh Kudus akan memakai prinsip-prinsip Alkitab untuk menjadi pedoman membawa kita. Dan di situ kita membaca Kitab Suci, kita yang peka terhadap pimpinan-Nya klop di dalam mengamati dan menjalankan apa yang Tuhan inginkan kepada kita. Dengan demikian kita bisa melakukan kebajikan, kebajikan, kebajikan. Beberapa bulan yang lalu kita telah bicara mengatakan apa itu kebajikan dan di dalam ayat yang lalu kita telah memakai 3 kali, hampir satu bulan, untuk menyelesaikan.

Tuhan berkata melalui Mikha: “What is good?” Allah sudah menyatakan apa itu kebajikan kepadamu, yaitu engkau menjalankan keadilan, dan engkau membenci dosa, dan engkau dengan hati yang rendah hati engkau mempunyai cinta kasih kepada sesama, berjalan dengan Tuhanmu, itulah kebajikan. Setelah menunjukkan kepada Saudara, kebajikan selalu disebut sebagai sesuatu sebab di dalam agama lain, tetapi di dalam Kitab Suci goodness have not been pointed even once to be the source but that is only a result. Kebajikan bukan suatu sumber dari manusia, no anthropocentric goodness. Yang ada di dalam diri manusia adalah kejahatan, adalah egoisme, adalah perlawanan, resistensi kepada Tuhan. Kebajikan hanya bersumber dari Tuhan, hanya Tuhan satu-satunya yang baik. Tuhan yang bajik mendorong, memberi hidup yang baru, lalu hidup yang baru membuahkan kebajikan. Maka di dalam agama yang lain kebajikan itu adalah suatu sebab, suatu unsur yang diinginkan untuk mengganti keselamatan, di dalam Kekristenan tidak pernah begini. Kebajikan adalah sesuatu hidup baru yang melahirkan, mengeluarkan, menghasilkan buah. Dan di dalam Kekristenan kebajikan itu buah.

Minggu lalu kita telah membicarakan tentang bagaimana mungkin kita melakukan kebajikan, kita harus mengerti prinsip takut kepada Tuhan Allah, dan di dalam kita takut kepada Tuhan mengenal Dia, di situ kita menemukan prinsip-prinsip yang sudah ditunjukkan kepada kita. Dan kebajikan sering menjadi sesuatu yang mungkin dilakukan oleh orang yang sudah mengalami penderitaan menurut kehendak Tuhan. Jikalau engkau melakukan kebajikan di dalam menjalankan kehendak Tuhan, demikian Petrus mengatakan, maka kita berkenan kepada Dia. Jadi kadang-kadang Tuhan mengizinkan kita melewati, mengalami kesulitan-kesulitan dan di situ mereka diajak, dididik oleh Tuhan untuk melakukan kehendak Tuhan. Melakukan kehendak Tuhan melalui penderitaan. Dan di dalam Alkitab dengan jelas, penderitaan adalah cara Tuhan menghibur. Nah Saudara-saudara, konsep kita selalu adalah kalau saya di dalam penderitaan maka saya berharap dihibur, sehingga hiburan diluar penderitaan. Alkitab mengajar berlainan sekali, penderitaan mengandung penghiburan. Maka Paulus berkata kami yang mengalami penderitaan dan sengsara, di dalam penderitaan kami mendapatkan hiburan; dan kami mengalami hiburan ini boleh melalui penderitaan menghibur orang lain yang berada di penderitaan. Inilah suatu kebajikan yang lebih dalam dari kebajikan-kebajikan yang diperoleh di dalam agama-agama antroposentris. Saudara-saudara, kalau agama adalah hasil dari orang yang sudah jatuh di dalam dosa maka keselamatan adalah sesuatu karunia yang diturunkan dari Tuhan kepada orang yang sudah jatuh di dalam dosa, ini perbedaan yang besar sekali. Maka Tuhan akan melengkapi engkau di dalam segala kebajikan, untuk apa? Supaya engkau bisa menjalankan kehendak Allah. Nah di sini urutannya sangat-sangat ajaib, berbeda dengan banyak konsep kita. Setiap kali saya menemukan konsep-konsep yang melampaui konsep setelah manusia di dalam dosa, saya berkata inilah superioritas Alkitab, inilah sesuatu yang melampaui semua filsafat, semua ajaran, semua kebudayaan, dan semua agama. That is the Word of God, the superiority of the Word of God above all cultures, all religions, all philosophies. Puji Tuhan. Setelah engkau dilengkapi di dalam segala kebajikan maka engkau menjalankan kehendak Tuhan.

Banyak orang ingin menjalankan kehendak Tuhan maunya Tuhan cocok dengan dia, bukan dia cocok dengan Tuhan. Nah ini adalah sangat egois dan antroposentris. Jadi kita mengerjakan sesuatu dengan kemauan kita, “begini,” lalu kita harap ini kehendak Tuhan? Salah. Kita mencari kehendak Tuhan, bukan minta lotere, bukan minta konfirmasi, bukan minta disetujui oleh Tuhan atas apa yang kita sudah ambisikan, apa yang kita sudah tetapkan, itu salah sekali. Saudara-saudara, lalu kita berusaha mencari kehendak Tuhan dengan menemukan sesuatu, “Nah ini kehendak Tuhan,” itu bahaya sekali. Setelah engkau dilengkapi dengan segala kebajikan, setelah engkau dikuduskan dengan pimpinan Roh Kudus, setelah engkau mengetahui akan rencana Tuhan, engkau sudah dilengkapi dengan segala kebajikan, baru engkau bisa melakukan kehendak Tuhan. Orang yang melakukan kehendak Tuhan sebelum itu dia harus mengetahui isi hati Tuhan. To do the will of God you should know what is delighted by God first.  Apa yang Tuhan inginkan, apa yang Tuhan mau, apa yang menjadi utama dihadapan Tuhan, baru engkau jalankan. To understand, to know God, that is the reason you can do His will. Banyak orang mengerjakan kehendak Allah bukan demikian.

Dua orang yang penting di Jerman, satu Arthur Schopenhauer, yang kedua adalah Friedrich Nietzsche. Ini dua orang mempunyai filsafat yang melawan zamannya atau melawan arus dari pada German idealism. Dari pada German Idealism kita melihat mulai dari Kant, Fichte, Schelling, Hegel, keempat orang ini terus mementingkan tentang sesuatu aspek dan akhirnya sedikit menyeleweng, yaitu pentingnya rasio, meskipun orang seperti Kant tidak percaya bahwa rasio hanya berada di dalam vernum yang murni seperti apa yang diajarkan oleh tiga orang, yaitu seperti Spinoza yang di Amsterdam, seperti Leibniz yang ada di Jerman Utara, dan satu lagi Renee Descartes yang berada di Paris. Lalu dia mulai membagikan rasio di dalam ketiga bidang. Tetapi akhirnya terus sampai Fichte, Schelling, dan Hegel, rasio tetap diutamakan, menjadi sesuatu dalil mirip satu orang filsuf di yaitu Grika yang kuno. Jadi yang bisa dipikirkan itu ada, yang tidak bisa dipikirkan  itu tidak ada. Being and thinking, itu adalah similaritasnya. Dengan demikian, akhirnya memutlakkan rasio. Meskipun mereka idealisme, tetapi rasio mempunyai peranan yang penting sekali.

Maka di Jerman zaman sama dengan Hegel timbul satu orang. Orang ini namanya Arthur Schopenhauer. Arthur Schopenhauer mengatakan, saya lihat, lain sekali. Apakah saya tahu baru saya lakukan? Tidak. Saya mau lakukan baru cari tahu. Nah ini kelemahan. Arthur Schopenhauer mengatakan, manusia selalu diperbudak oleh kemauannya. Nah ini satu perubahan yang besar sekali. Dia mempunyai satu pikiran inovatif dan mempunyai  satu kreativitas yang luar biasa, sehingga Arthur Schopenhauer berani membikin satu kuliah, sengaja jamnya sama dengan Hegel untuk mengadu siapa lebih pinter. Akhirnya, kelasnya Hegel penuh sesak, semua orang sampai duduk berdiri di luar, sudah bayar tidak dapat bangku pun rela. Tapi, saat yang sama, yang menandingkan dia, Arthur Schopenhauer, cuma dua orang yang masuk kelas dia. Dia tidak laku. Dia makin tidak laku makin pesimis, dan dia menjadi raja pesimisme pada zamannya. Saudara-saudara, tetapi buku dia yang ditulis yang tidak laku namanya The World as the Phenomena of Will, dunia ini dilihat sebagai  suatu fenomena daripada kemauan. Itu akhirnya berpuluh-puluh tahun kemudian dijual di loak, di tempat-tempat buku yang lama, tidak ada orang mau, dan ditemukan oleh seorang muda namanya Friedrich Nietzsche. Lalu Friedrich Nietzsche membaca buku itu, dia berobah konsep. Dengan satu buku, dia seumur hidup berubah. Dari orang Kristen tadinya waktu kecil, menjadi paling lawan Kristen, dan dia menemukan sesuatu yang menjadi dorongan, impulse yang dianggap paling kuat di dalam mempengaruhi tindak tanduk orang, manusia, yaitu will. Nah dia menemukan, will to power untuk melawan kekristenan. Nietzsche mengatakan, “Christian ethic is an ethic of the slave,” karena kita disuruh taat, taat sama Tuhan, akhirnya manusia menjadi budak, manusia menjadi sama sekali tidak bergairah, manusia menjadi pasif, manusia menjadi sama sekali negatif, manusia menjadi diperalat oleh yang disebut Tuhan Yesus. Ini Nietzsche. Nietzsche menemukan ini dari buku Arthur Schopenhauer, The World as the Phenomena of Will. Menurut Arthur Schopenhauer, apakah ini gini, gini, gini, oh, saya harus jalankan. Tidak. Terbalik. Dia mengatakan, saya ingin jalankan, sesudah itu kalau ditanya, mulai cari alasan, gini lho, gini lho, gini lho. Jadi semua orang otak itu adalah budak daripada kemauan. Semua orang otaknya itu diperalat oleh keinginan, nafsu, kemauan, birahi. Itu yang mendorong, itu yang menjadi satu kekuatan, lokomotif, lalu kita hanya melayani. Menurut dia, orang akademik, orang pinter, sebenernya itu hanya main-main dalam dunia rasio saja. Tapi di belakang akademik, di belakang rasio, ada suatu impulse dan will yang menguasai seluruh umat manusia.

Sekarang saya tanya, you tahu dulu baru kerjakan, atau you kerjakan baru cari tahu? Ayo jawab. Waktu engkau jatuh cinta sama satu orang, you analisa dia dulu, pengetahuannya, apanya, apanya. Oh karena gini, gini, baik, maka saya cinta dia. Atau, cinta dulu baru cari alasan? Jujur. Hehe ketawa ya? Banyak orang seluruh hidup dipengaruhi oleh kemauan. Kemauannya itu sudah serong, lalu cari alasan untuk membela diri. Inilah dunia. Saya kira saya tidak setuju filsafat banyak daripada Nietzsche atau dari Schopenhauer, tapi ada berapa poin mereka betul-betul they show us what is now going in the fallen people, among the fallen man. Manusia sudah jatuh sedang mengerjakan, seperti apa yang dikatakan oleh Machiavelli. Dia mengatakan, “I’m not talking what we should do, I’m only describing what we are doing now as a sinner.” Orang berdosa selalu digeret, selalu dipengaruhi oleh kemauan yang sudah rusak. Maka sesudah mengerjakan yang rusak, baru cari alasan untuk membela diri.

Banyak hakim, banyak pengacara mengetahui mereka telah membela orang yang salah. Tetapi sambil membela, sambil cari buku hukum untuk mendukung mereka. Karena apa? Karena mereka sudah maunya uang kok. Ngerti maksud saya? Kalau inginnya uang, ambisinya adalah harta, sesudah terima uang 50 juta, yang salah jadi bener, yang bener jadi salah. Celakalah engkau! Hakim-hakim, jaksa-jaksa, dan semua yang memperjuangkan keadilan, yang sendiri tidak adil. Karena apa? Kemauanmu yang jahat, kemauanmu yang sedang berdosa, yang bercacat, telah mempengaruhi pikiranmu, sehingga pikiranmu adalah pelacur yang tidak setia kepada suami yang asli, yaitu Tuhan. Kalimat ini bukan dari saya. Dari Martin Luther, mengatakan, “Reason is the whore. Reason is like prostitution.

Rasio seperti apa? Rasio seperti pelacur. Pelacur kalau sudah terima uang, semua badan pria dianggap seperti suaminya. Dia boleh tidur sama ini, “Aku cinta kamu.” Besok langsung bilang sama laki yang lain, “Aku cinta kamu.” Dengan huruf yang sama kepada tubuh yang berbeda. Karena apa? Terima uang. Itu pelacur. Rasio-rasio, akademik, itu selalu menjadi pelayan daripada conviction. Itu sebab saya tidak akan menganggap orang akademis itu saya agung-agungkan, kecuali hatinya beres. You kalo sekolah teologi tinggi akademisnya, hatinya tidak mencintai Tuhan, engkau seperti orang Farisi. Orang anggap, kenapa Stephen Tong terus menyerang akademik dan sebagainya? Karena saya tahu itu betul-betul yang dikerjakan, dikatakan oleh Martin Luther dan Calvin. Martin Luther mengatakan rasio itu pelacur. Calvin mengatakan, Tuhan, aku menyerahkan hatiku di dalam tanganmu. Siapa lebih rasionil daripada Calvin? Selama 500 tahun ini tidak ada teolog yang lebih konsisten, pikiran lebih teliti, lebih komplit dan delicate dibanding dari pada Calvin. Tetapi dia mengatakan, “aku memberikan, serahkan hatiku di dalam tangan-Mu, ke dalam tangan-Mu.” Itu yang menjadikan dia bisa menjadi pemimpin Reformed yang kuat. Jikalau kita mau menjalankan kehendak Tuhan, kita diperlengkapi dengan segala kebajikan untuk menjalankan kehendak Tuhan. Jadi mejalankan kehendak Tuhan, bukan menjalankan kehendak saya. Kalau saya menjalankan kehendak saya, lalu dengan cara rasio yang dicipta oleh Tuhan yang sudah dinodai oleh dosa untuk membela kemauan saya, saya anak setan. Tetapi kalau saya mau menjalankan kehendak Tuhan, biarlah Firman Tuhan yang menguasai pikiran saya, rasio saya takluk kepada Firman Tuhan, kemauan saya dipimpin oleh Roh Kudus, itu baru menjalankan kehendak Tuhan.

Bersambung

[Transkrip Khotbah belum diperiksa oleh Pengkhotbah]