PENDAHULUAN

Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dicipta dengan kemampuan dan tanggung jawab untuk berespons dan bereaksi, baik kepada Allah, kepada lingkungan, kepada diri, kepada manusia yang lain, maupun kepada setan. Kewajiban berespons inilah yang menjadikan manusia selalu menginsafi kesulitannya dan tanggung jawabnya. Setiap zaman mempunyai keunikan tersendiri yang tidak ada bandingnya. Demikian pula setiap manusia, mempunyai keunikan pada dirinya yang tidak ada persamaaan dengan diri yang lain, sehingga hidup berarti kita harus berani menghadapi pergumulan dan bertanggung jawab atas segala tantangan dan kesulitan serta memberikan jawaban kepada tantangan bahkan menantang kembali segala sesuatu di luar diri kita demi mengisi lembaran sejarah yang lebih bermakna.

Sejarah bukanlah hanya catatan peristiwa-peristiwa yang bersifat mekanis dan rutin melainkan adalah kesaksian pergumulan manusia berdasarkan unsur-unsur kekekalan yang Tuhan tanamkan di dalam diri manusia untuk menjawab tantangan di dalam kurun waktu. Ini merupakan hal yang bersangkut paut dengan nilai kekekalan. Itulah sebabnya manusia yang hidup di dalam masa apa pun di dalam sejarah harus memiliki bijaksana, keberanian, dan kekuatan untuk melampaui arus sejarah.

Apakah yang menjadi unsur terpenting di dalam hidup sebagai manusia sehingga kita mampu melampaui keterbatasan diri kita dan mengaitkan diri kita dengan nilai kekekalan yang tidak tergoncangkan dan tidak termusnahkan? Jawaban Kitab Suci ada tiga hal, yaitu : iman, pengharapan dan kasih. Tanpa iman, siapakah yang dapat melintasi keterbatasan diri dan berhubungan dengan Tuhan Allah? Tanpa pengharapan, siapakah yang kuat melangsungkan hidup melawan arus dan berarah kepada nilai kekekalan? Tanpa kasih, siapa pula yang bisa menghindarkan diri dari hidup yang terpecah-belah pada dirinya sendiri serta disintegrasi seluruh masyarakat yang menuju kehancuran seluruh umat manusia?

Berdasarkan seluruh kebutuhan ini maka Kitab Suci mewahyukan bahwa yang tetap tinggal adalah iman, pengharapan dan kasih. Alangkah indahnya, singkatnya, dan tepatnya resep yang diberikan rasul Paulus yang di dalamnya boleh memulihkan identitas diri manusia, mengarahkan tujuan kerohanian manusia serta melimpahkan relasi dan komunitas antar manusia.

Hanya melalui iman-lah manusia sanggup mengalahkan dunia yang penuh dengan dosa ini. Hanya melalui pengharapan-lah manusia dapat mengarahkan diri kepada tujuan dan nilai kekekalan yang tidak tergoncangkan itu. Hanya melalui kasih-lah manusia dapat kembali untuk memulihkan dan merubah dunia yang sedang hancur dengan kuasa Tuhan, firman, dan Roh-Nya untuk memperbaharui dan memperdamaikan manusia dengan Allah, khususnya di dalam zaman yang penuh dengan krisis ini.

—————————————————————————————–

BAB I :

KEMBALI KEPADA ALLAH

“Aku telah berkenan memberi petunjuk kepada orang yang tidak menanyakan Aku; Aku telah berkenan ditemukan oleh orang yang tidak mencari Aku. Aku telah berkata: “Ini Aku, ini Aku!” kepada bangsa yang tidak memanggil nama-Ku. Sepanjang hari Aku telah mengulurkan tangan-Ku kepada suku bangsa yang memberontak, yang menempuh jalan yang tidak baik dan mengikuti rancangannya sendiri; suku bangsa yang menyakitkan hati-Ku senantiasa di depan mata-Ku, dengan mempersembahkan korban di taman-taman dewa dan membakar korban di atas batu bata;” (Yesaya 65:1-3)

“Mari, kita akan berbalik kepada TUHAN, sebab Dialah yang telah menerkam dan yang akan menyembuhkan kita, yang telah memukul dan yang akan membalut kita. Ia akan menghidupkan kita sesudah dua hari, pada hari yang ketiga Ia akan membangkitkan kita, dan kita akan hidup di hadapan-Nya. Marilah kita mengenal dan berusaha sungguh-sungguh mengenal TUHAN; Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan datang kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi.”(Hosea 6:1-3)

———————————————————————–

Iman berarti suatu pengarahan rohani kepada Tuhan kembali. Tuhan berkata melalui nabi Yesaya, “Di sini Aku! Di sini Aku! Kembalilah kepada-Ku.” Bagi mereka yang tidak mencari Allah, diberikan kesempatan. Bagi mereka yang tidak memanggil Tuhan, Tuhan memperkenalkan diri. Ini adalah satu berita penting dari zaman ke zaman. Tuhan berteriak supaya manusia kembali kepada-Nya.

Saya akan berbicara tentang iman kepercayaan dari sudut kerohanian dan dari sudut praktek orang Kristen dalam enam aspek. Iman kepercayaan tidak mungkin lepas dari firman dan kebenaran yang diwahyukan oleh Tuhan!

Orang Kristen disebut sebagai orang beriman. Orang Kristen disebut sebagai orang percaya. Di sini kita melihat ada perbedaan antara agama Kristen dengan semua agama yang lain. Agama-agama yang lain adalah agama yang Antroposentris. Agama Kristen adalah agama Teosentris. Agama yang Antroposentris adalah agama yang dimulai dari inisiatif manusia, dengan mempergunakan suatu sifat yang diturunkan oleh Tuhan pada waktu menciptakan manusia yaitu sifat Agama, demi mengutarakan aspek kerohanian dan nilai-nilai rohani yang tidak kelihatan itu. Itulah sebabnya semua agama berusaha untuk menyatakan bahwa mereka yang mencari Tuhan, mereka yang berbuat baik, mereka yang memupuk jasa, mereka yang berubah, mereka yang mempunyai kemungkinan untuk mencapai pengertian-pengertian tentang Tuhan melalui meditasi yang tinggi dan akibatnya diperkenan oleh allah mereka. Di sini manusia menjadi pusat, menjadi titik tolak, menjadi inisiator, menjadi sumber kegiatan keagamaan.

Inilah yang ditolak dalam seluruh Alkitab, karena Alkitab tidak mengakui manusia sebagai inisiator. Alkitab mengatakan tidak mungkin manusia kembali kepada Tuhan dengan jasa dan kekuatan sendiri. Itu sebab Alkitab menawarkan semacam pengertian agama yang disebut sebagai Teosentris. Apakah arti Teosentris? Teosentris berarti Tuhan yang memulai, Tuhan yang menjadi pusat, Tuhan inisiator, Tuhan original, Tuhan yang memberi anugerah, Tuhan yang mencari manusia.

Di dalam agama-agama lain, manusia mengira dia yang mencari Tuhan, dia yang memutar-balikkan hati Tuhan, dia yang berdoa dan menggerakkan Tuhan untuk melakukan sesuatu. Alkitab mengatakan, itu tidak benar! Jika Tuhan tidak mau mencipta, engkau tidak akan ada. Jika Tuhan tidak mengirim Kristus, jasa agamamu nihil! Jika Tuhan tidak mengirim Roh Kudus, engkau tidak mungkin bertobat. Jika Yesus tidak mau datang ke dalam dunia, tidak ada orang yang bisa diselamatkan. Jadi ini adalah theocentric religion, theocentric church, theocentric theology, theocentric understanding of the will of God. Tuhan Allah berinisiatif memberikan firman, wahyu kebenaran, sehingga kita dapat mengenal kehendak-Nya, dipupuk dan dipertumbuhkan di dalam iman kepercayaan yang sejati.

Jadi inilah perbedaan titik tolak apakah Allah menjadi inisiator ataukah manusia yang menjadi inisiator. Kalau manusia dianggap sebagai inisiator, maka di dalam agama-agama yang lain mereka menitik-beratkan pada perbuatan manusia. Sebaliknya, karena bukan manusia yang menjadi inisiator, maka di dalam agama Kristen yang dititik-beratkan adalah iman kepercayaan. Jadi bukan melalui perbuatannya manusia memperkenan Tuhan. Sudah pasti orang yang memperkenan Tuhan harus berbuat baik, tetapi perbuatan baik yang memperkenankan Tuhan tidak bisa mengganti keselamatan. Itulah ajaran di dalam Alkitab.

Kalau demikian, bagaimanakah kita menjadi orang Kristen? Jika bukan melalui perbuatan, lalu melalui apa? Melalui iman kepercayaan! Di dalam kerajaan Allah, di dalam sejarah keselamatan, semua tokoh-tokoh rohani adalah tokoh-tokoh yang beriman kuat kepada Tuhan. Orang yang beriman kuat mempunyai kekayaan rohani yang kekal. Sebaliknya, orang yang tidak mempunyai iman yang kaya, tidak mempunyai iman yang kuat, ia pasti miskin rohani yang luar biasa.

Apakah yang menjadi suatu ukuran orang itu beriman atau tidak? Bila sewaktu kesulitan datang, engkau langsung takut dan ingin lari, itu berarti kecemasanmu lebih banyak dari iman kepercayaanmu. Jadi banyaknya kecemasan, kekuatiran, ketakutan, kegelisahan, ini semua menandakan imanmu sedang bermasalah. Ada banyak orang Kristen sejak permulaan menjadi orang Kristen, walau sudah dibaptis, walau sudah ikut katekisasi, belum pernah memupuk iman, tetapi hanya mendengar khotbah. Meski pengetahuan terus bertambah, tapi iman kepercayaan belum pernah bertumbuh.

Di mana iman berada, di sana kecemasan hilang. Di mana iman berada, di sana ketakutan berkurang. Di mana iman berada, di sana kegelisahan kurang. Di mana iman berada, di sana sungut-sungut kurang. Sebaliknya, jika kecemasan, ketakutan, kegelisahan, terus bertambah, itu membuktikan imanmu belum beres di hadapan Tuhan.

Iman kepada Tuhan Allah, iman kepada Yesus Kristus, iman kepada kitab suci, iman untuk menerima keselamatan,itu adalah iman menyangkut hidup kerohanian yang berelasi dengan Tuhan. Tetapi iman menyangkut bagaimana menerapkan apa yang kita percaya dan menyatakannya di dalam kesaksian sehari-hari menghadapi situasi, kesulitan-kesulitan, baik moneter ataupun poilitik, itulah iman melalui kehidupan sehari-hari. Jadi ini kita bedakan.

Tindakan pertama kita beriman kepada Tuhan harus kita mengerti sebagai tindakan berbalik kepada Tuhan. Return to God. Ini adalah tindakan pertama di dalam iman kepercayaan yang sejati. Pada saat-saat tertentu, rohani kita sedang tidur di “sofa yang empuk”, kita tidur di dalam jaminan ekonomi yang kuat, kita tidur di dalam keamanan politik yang tidak mengganggu, kita tidur di dalam ‘asuransi-asuransi’ manusiawi, kita tidur di dalam masyarakat yang nyaman, kita tidur di dalam keadaan yang lancar, kita tidur di dalam janji-janji palsu, kita tidur di dalam kesuksesan-kesuksesan secara lahiriah. Begitu banyak orang tertidur. Waktu rohani kita tertidur, kita seperti bayi yang menutup mata dengan nyaman, jatuh ke mana pun kita tidak sadar. Waktu rohani kita tidur, kita sering menyeleweng dan kita sering meninggalkan Tuhan. Itu sebab perlu sekali lagi terbangun, tersadar dan kembali kepada Tuhan.

Indonesia mempunyai kemajuan ekonomi terlalu cepat dan melempar kemajuan moral ke belakang. Itu sebab banyak ‘binatang-binatang’ ekonomi yang rakus, yang hanya tahu memperkaya diri tapi tidak tahu bagaimana kembali kepada Tuhan, bagaimana hidup suci, adil dan penuh cinta kasih. Orang-orang yang rakus seperti demikian mengakibatkan kesulitan besar bagi banyak orang, tetapi mereka sendiri tidak sadar. Maka Tuhan berkata, “Demi nama-Ku Aku akan membangkitkan, menginsafkan, membangunkan rohanimu sehingga memimpin engkau kepada jalan yang benar.”

Apakah perlu revolusi di jalan? Atau revolusi di istana? Apakah perlu penumpahan darah di tengah-tengah masyarakat? Atau suatu kekacauan besar ? Apakah perlu hal-hal ini untuk melahirkan masyarakat yang lebih dekat Tuhan dan mulai memikirkan tentang keadilan dan segala sifat illahi itu? Apakah yang akan terjadi satu atau dua bulan yang akan datang di Indonesia? Tidak ada satu orang pun yang mengetahui dengan mutlak dan pasti. Hanya Tuhan Allah penguasa, pemimpin sejarah, melalui kedaulatan-Nya baru Ia memberikan kepada suatu bangsa pengertian ‘sebelum’ dan ‘sesudah’. Jika kita baru sadar sesudahnya, pengorbanan akan menjadi besar sekali. Jika ada orang mempunyai kesadaran sebelumnya, akan mengurangi penumpahan darah dan kesulitan besar di suatu negara.

Sejarah mengajar kepada kita, pada waktu korupsi sudah memuncak, pada waktu ketidak-adilan, kerakusan atau kerusakan sudah tidak dapat dibendung lagi, maka Tuhan yang sabar menunggu pertobatan, telah habis kesabaran-Nya dan tidak lagi memberikan kesempatan. Waktu itu Tuhan akan mendongkel, akan memindahkan pemerintahan kepada orang lain, dan Tuhan akan mencatat suatu lembar baru di dalam sejarah. Sejarah selalu mengajar kepada kita, ada toleransi Tuhan yang disebut sebagai common grace, anugerah umum, untuk membawa kita melalui panjang sabar Tuhan yang bertoleransi atas dosa supaya sadar dan bertobat. Tetapi banyak orang menghina kesabaran Tuhan, menghina toleransi Tuhan, menganggap itu adalah kesempatan untuk berbuat dosa terus menerus. Akibatnya, ketika waktu Tuhan telah sampai, harimu sudah selesai, Tuhan akan menyingkirkanmu dan sejarah berjalan di dalam fase yang baru. Allah yang tidak berbicara sudah berbicara di dalam sejarah, tetapi William Hegel, guru Karl Marx, mengatakan, “Ajaran terbesar dari sejarah adalah manusia tidak mau tunduk pada ajaran sejarah – The greatest teaching from history is human being neglect and do not want to receive the teaching of history.”

Kita sedang berada di dalam satu waktu di mana sebagai orang Kristen kita memikirkan hal kembali kepada Tuhan. Jika kita mau meringkaskan seluruh berita yang paling penting di dalam kitab suci, maka salah satu berita yang paling penting adalah, “Hai manusia, kembalilah kepada Tuhan.”

Di dalam Alkitab, istilah kembali kepada Tuhan boleh dimengerti di dalam berbagai sudut:

  • 1). Pertobatan
  • 2). Panggilan Tuhanmj untuk membangun rohani
  • 3). Meninggal dan harus kembali kepada Tuhan

1). Pertobatan.

Di dalam Alkitab, pada waktu Tuhan mengatakan, “Kembalilah manusia!” Ia berseru kepada manusia yang menyeleweng, manusia yang tersesat untuk memutar-balik arahnya menghadap Tuhan Allah dan kembali kepada Dia. Ini arti istilah yang pertama, pertobatan.

2). Panggilan Tuhan untuk membangun rohani.

“Kembalilah kepada-Ku. Aku akan memberikan kebangunan kepadamu. Jikalau bangsa-Ku bertobat, jikalau kaum-Ku merendahkan diri. Jika mereka bertobat dan menangisi dosa, maka Aku akan menyembuhkan tanah ini. Aku akan memberikan anugerah kembali kepada umat-Ku dan Aku akan membangkitkan bangsa ini kembali,” demikian firman Tuhan di dalam kitab suci. Ini adalah calling for the repentance, calling for giving hope for the revival. Ini adalah kembali kepada Tuhan fase ke dua.

3). Meninggal dan harus kembali kepada Tuhan.

Dalam Mazmur 90:3 tertulis, “Hei manusia pulanglah,kembalilah. Engkau berasal dari debu, maka kembali menjadi debu.” Kesempatanmu sudah selesai, engkau harus mati dari dunia ini dan harus menghadap Tuhan Allah untuk mempertanggungjawabkan seluruh hidupmu.

Yang kali ini kita akan renungkan adalah kembali kepada Tuhan Allah arti yang pertama dan kedua. Mari kita bertobat, mari kita kembali kepada Tuhan. Mari kita meminta Tuhan kembali membangun bangsa dan negara Indonesia.

Di dalam kita memikirkan mengenai “kembali”, kita masuk ke dalam suatu problema yang paling hakiki, yaitu problema arah, the problem of direction. Ini adalah suatu kesulitan paling dasar di dalam kebudayaan manusia dari permulaan Adam meninggalkan Tuhan. Setelah Adam melanggar perintah dan tidak taat kepada Tuhan, hal pertama yang dilakukannya adalah berpaling dari Tuhan, putar arah lalu menjauhkan diri dan meninggalkan Allah. Inilah suatu tindakan yang begitu gampang, tetapi di sinilah kita melihat segala kesulitan manusia mulai justru dari suatu pergantian arah.

Arah itu penting sekali. Jikalau engkau tidak mempunyai arah yang benar, engkau memiliki kekayaan yang banyak pun percuma. Begitu banyak orang tua mengumpulkan uang sebanyak mungkin sehingga hidup mewah, tetapi anaknya tidak diarahkan di dalam kebenaran. Akibatnya uang yang kau tumpuk akan menjadi kuburan yang lebih besar bagi anakmu. Begitu banyak orang belajar pengetahuan sebanyak mungkin di otak, tetapi hidupnya tidak berarah, segala pengetahuan itu akan berkompromi dengan dosa dan segala pengetahuanitu akan diperalat untuk menjadi budak dosa.

Arah itu penting sekali. Politik arahnya ke mana? Pendidikan arahnya ke mana? Segala kegiatan untuk apa? Engkau mendapat kesuksesan usaha dan perdagangan, dan mendapat uang banyak untuk apa? Kalau arah tidak ditentukan, hanya memupuk isi, maka itu bahaya yang besar sekali. Arah itu lebih penting daripada inti. Fondasi lebih penting daripada bangunan. Bijaksana lebih penting daripada pengetahuan. Ini suatu hal yang begitu banyak dilalaikan manusia, padahal seharusnya inilah yang mesti ditekankan oleh Gereja. Arah, prinsip, fondasi dan segala hal yang penting dalam kebenaran harus ditekankan di mimbar-mimbar Gereja. Namun demikian arah tidak selalu kelihatan, tetapi inti selalu kelihatan. Fondasi selalu tertanam, bangunan selalu menonjol. Itulah sebabnya orang biasa selalu terlihat hebat dalam fenomena tetapi tidak melihat fondasinya benar atau tidak. Orang biasa tertipu dengan bangunan yang besar-besar, tapi tidak tahu bahwa akarnya sudah keropos. Orang biasa tertipu dengan inti yang banyak tetapi tidakmelihat arahnya yang salah.

Mari kita menjadi orang yang bijak, mari kita menjadi orang yang bertanggung jawab, mari kita menjadi orang yang memberikan cahaya sebagai mercu-suar di dalam zaman ini, khususnya Anda yang berposisi di dalam dunia moneter, di dalam dunia masyarakat atau yang punya pengaruh kepada jenderal, atau kepada siapa saja. Biarlah engkau membawa prinsip firman Tuhan untuk merubah masyarakat. Tetapi jikalau engkau sendiri tidak berarah, engkau sendiri tidak berfondasi, engkau sendiri tidak berteologi, engkau sendiri hanya mementingkan fenomena kekayaan dan kenikmatan sendiri, engkau tidak mungkin menjadi mercu-suar untuk membantu masyarakat. The pulpit of the church is the conscience of the society. We should speak out something to change, to transform, to eliminate, and to build our society to be more and more close the principle of the Bible (band. Amsal 29:18). Kita harus memberikan pencerahan, memberikan inspirasi, memberikan kritikan, memberikan pendidikan, untuk membentuk masyarakat makin lama makin sesuai dengan kehendak Tuhan.

Setelah Adam berarah salah, maka sepanjang sejarah beribu-ribu tahun tema yang paling pokok diserukan semua nabi dan rasul adalah agar dunia kembali kepada Tuhan. Para nabi berkata, “Berbaliklah dari kesesatanmu, dari keterlanjuranmu, dari arahmu yang salah, kembalilah kepada Tuhan.” Ini seruan dari nabi dan rasul dan seruan dari Gereja ini. Kembalilah kepada Tuhan, berbalik dari kerakusan yang tidak habis-habis, kembali dari ketidak-beresan doktrin, kembali dari hidup yang tidak bertanggung-jawab, kembali dari segala pikiran yang menyeleweng.

“Kembali kepada Tuhan” menjadi satu arus pokok yang diberitakan para nabi dan rasul. Biarlah kita semua memikirkan dan mengintrospeksi sendiri dan berkata dalam hati, “Saya juga kembali kepada Tuhan.”

Kira-kira 2.500 tahun yang lalu ada satu buku berjudul “Can Kuo Che” (Strategy in warring state) karangan Kong Hu Cu. Di dalam buku ini terdapat pengajaran-pengajaran yang mengandung arti kiasan yang luar biasa dalamnya. Salah satu cerita pendek mengatakan, ada seorang kaya membawa satu kereta dengan kuda yang begitu besar dan kuat. Tetapi di tengah jalan ia kehilangan arah. Ia bertanya kepada seseorang, ke mana ia harus menuju? Orang itu mengatakan ia harus berbalik menuju ke utara, karena tempat yang hendak ia tuju ada di utara, bukan di selatan. Tetapi ia mengatakan, “Tak apa-apa saya menuju ke selatan. Utara atau selatan itu tidak penting. Yang penting kuda saya kuat.” Orang itu jadi bingung, “Kudamu memang kuat, tapi arahnya salah.” Tapi si penanya mengatakan, “Tak apa, rodanya kuat, rumputnya masih banyak, dan saya sanggup berjalan ribuan kilometer.” Zaman itu jalan memang tidak sebaik sekarang. Orang membutuhkan kuda yang amat kuat dan roda yang kuat sehingga kereta tidak berhenti di tengah jalan. Tetapi benarkah apa yang ia katakan? Orang itu akhirnya hanya menggelengkan kepala, “Silahkan pergi. Kalau engkau tidak menentukan arah, makin kuat kudamu, makin banyak rumputmu, makin jauh tujuan itu kau tinggalkan.”

Inilah keadaan dunia. Sekarang kita punya uang banyak, tapi negara mau ke mana? Kita punya kekayaan banyak, punya gedung besar, tapi anak kita mau ke mana? Kita telah menyimpan hasil dari kekayaan besar, tapi anak kita tidak mau sekolah. Ada uang untuk membayar les, ia tak mau belajar rajin. Bisa kirim ke luar negeri tapi sampai di sana balapan mobil. Banyak orang kaya sekarang justru jatuh di dalam problem kehilangan arah. Banyak orang mempunyai kuasa lebih cinta kuasa daripada bagaimana memakai kuasa untuk membahagiakan rakyat. Ini adalah zaman krisis apa? Bukan krisis moneter, bukan krisis kredibilitas, melainkan krisis arah, lebih parah dari pada apa pun.

Seluruh zaman kalau sudah kehilangan arah, seluruh gereja kalau sudah kehilangan arah, Gereja ada atau tidak, sama saja; Pemerintah ada atau tidak, sama saja; Uang ada atau tidak, sama saja. Karena arah itu sudah hilang. Kitab suci ini bukan main bijaknya. Engkau melihat seolah istilah-istilah dan kalimat-kalimat yang ada hanya menceritakan hal-hal yang sudah lampau belaka tentang Israel. Tidak. Prinsip-prinsip yang diajarkan berlaku selama matahari masih terbit; selama masih ada bulan bintang. Prinsip Alkitab harus ditaati orang yang membacanya. Kitab suci menjadi cahaya seperti mercu-suar kepada orang-orang yang berada di kapal di tengah malam gelap. Arah, kembalikanlah arah!

Arah itu demikian penting. Lihatlah kitab suci mengatakan kepada kita, betapa fatal keadaan isteri Lot karena salah arahnya. Sebenarnya Lot sudah mendapat anugerah bisa keluar dari Sodom dan Gomora dengan selamat. Ia sudah melarikan diri di saat api membakar kota Sodom, dan Gomora yang paling kaya dan paling hebat pada waktu itu. Tuhan mengizinkan Lot dan keluarganya keluar. Tapi pada saat itu isteri Lot menoleh ke belakang. Ini problem arah, wrong direction. You are facing new life, but you are still recalling your old life. Arah ini menyebabkan hukuman Tuhan kepadanya, “Sekarang berhentilah di situ. Engkau menjadi tiang garam untuk selamanya. Engkau Kubinasakan.”

Jangan main-main. Begitu banyak orang mengatakan ikut Yesus Kristus. Mulutnya ikut Yesus, tapi hatinya lebih mementingkan uang, kuasa, dan segala hal di dalam dunia sehingga arah kerohanian tak pernah tetap dan sungguh-sungguh mengikuti Tuhan. Aku mengikut Tuhan dan tidak kembali lagi (“I have decided to follow Jesus, no turning back”). Itu adalah lagu yang begitu sederhana, tapi mengandung arti yang penting luar biasa, sayang banyak orang yang tidak memperhatikannya.

Yesus pernah memberikan suatu peringatan, “Barangsiapa siap untuk membajak dan mengikut Aku, tapi menoleh ke belakang, ia tidak layak menjadi murid-Ku.” (Lukas 9:62). Arah di dalam kitab suci begitu penting. Arah mempunyai peranan begitu pokok dalam pembentukan hidup kita masing-masing. Itu sebab, mari kita memikirkan dalam hal apakah kita perlu kembali kepada arah yang benar? Tuhan adalah sumber dan sekaligus sasaran. God is the beginning, the starting point and God is also the ending point of our life journey.

Kita datang dari Tuhan, kita harus kembali pada Tuhan. Allah itu Alfa dan Omega, marilah kita sekarang menjadikan-Nya sasaran terakhir, sehingga hal ini akan mengatur dan mempengaruhi seluruh tindakan kita. Jika kita mempunyai sasaran terakhir to glorify God, return to God, to manifest His glory and beauty, to witness His greatnewss. His salvation and everything had been written in the Bible, maka kita sekarang mengerjakan segala sesuatu dengan suatu pengaruh pengertian sasaran yang jelas sehingga tak mungkin kita tak kembali kepada Dia.

Yesaya berkata, “Siang malam Aku terus berteriak, ‘Di sini Aku!’ kepada mereka yang tidak mengenal Aku. Kepada bangsa yang memberontak, Tuhan berkata, “kembalilah kepada-Ku”(band Yes 65:1-3). Dan Hosea berkata, “Mari kita berbalik kepada Tuhan, kalau-kalau Dia akan menyatakan diri seperti fajar yang menyingsing, cahaya hari yang baru akan diberikan kepada kita pencerahan yang begitu besar. Seperti matahari yang terbit, Ia akan tiba kepada kita. Ia akan menyembuhkan kita. Dia akan memberikan kepada kita pengharapan yang baru.” (Hosea 6:1-3)

Dengan apakah kita kembali kepada Tuhan? Firman Tuhan itu sendiri. Allah adalah sumber. Allah adalah telos. God is beginning. God is ending. Allah adalah Alfa, Allah adalah Omega. Marilah kita bersyukur kepada Tuhan dalam segala situasi, entah baik atau buruk, entah kaya atau miskin. Belajarlah menjadi orang yang bersyukur karena Tuhan mempunyai anugerah yang tidak terkatakan banyaknya. Sehingga di dalam kesulitan pun ada anugerah untuk mengajar kita; di dalam kekayaan, kelancaran pun ada anugerah Tuhan untuk menguji kita. Semua itu anugerah. Kita sekarang harus kembali kepada Tuhan, sehingga Dia tetap bertakhta. Dia tetap mempunyai suatu titik pusat di dalam hidup kita masing-masing.

Kembali kepada Tuhan akan saya bicarakan dalam beberapa point.

Sumber : https://www.facebook.com/notes/sola-scriptura-2/iman-dalam-masa-krisis-bagian-1